3

2.6K 238 7
                                    

"Oke, semua udah ngerti kan? Kalo ada yang masih belum ngerti bisa tanya sekarang, mumpung gue masih punya waktu untuk jelasin detail briefing sheet yang udah kalian pegang masing-masing."

"Mas, ini beneran ada lima puluh talent di satu scene ini?"

Laki-laki yang sebelumnya sudah memperkenalkan diri sebagai sutradara itu mengangguk, "betul, judul lagunya itu Perempuan Pujaan Hati. Intinya tentang laki-laki yang gak ingin wanitanya merasa insecure karena dimatanya, wanitanya itu yang paling cantik. Isn't about having a pretty face. It is about having a pretty mind, a pretty heart, and most importantly a beautiful soul. Jadi gue sengaja bikin scene ini dengan banyak talent perempuan yang bakal mengekspresikan kecantikan mereka masing-masing. Sorry, Mbak yang duduk di pojokan itu dengerin gue gak yah? Takutnya udah cape-cape ngomong panjang lebar gini, taunya masih ada yang gak nangkep dan nantinya malah ngulang pertanyaan yang sama lagi."

Perempuan yang sejak tadi hanya terlihat diam dan menatapi jendela itu kali ini mengalihkan fokusnya untuk berucap, "Sorry, kenapa dari awal saya gak dikasih tau ya kalau model video klipnya bukan cuma saya?"

Tita sudah menahan sesak di dadanya sedari tadi, tapi setitik air mendadak muncul di pelupuk mata saat mendapati sutradara laki-laki itu sempat melambungkan tawa. "Mbak, cara kita syuting ya emang begini, lagian kita juga udah sampein semua detailnya lewat email. Kalau Mbaknya emang baca email dengan teliti, pasti gak kaget kok."

"Oke," ujar Tita pasrah, ternyata semua itu memang adalah kesalahannya yang tidak teliti.

Rasanya waktu berjalan lambat sekali, sampai akhirnya mereka semua sudah selesai melakukan make up dan berganti baju sesuai tema video klip. Dan semua penantian itu ternyata masih belum selesai, karena sang bintang belum juga datang.

Tiga personil band yang tengah naik daun itu baru datang setelah sekitar tiga puluh menit semua orang menunggu. Tita tidak masalah akan hal itu, toh mereka bertiga memang pemeran utamanya di sini. Tapi ia jadi sibuk memaki dirinya sendiri di dalam hati. Betapa ia merasa tolol, bodoh, dan idiot, karena sampai dengan pagi tadi masih bisa menyombongkan diri pada semua orang.

"CUT, CUT, CUT!!! Itu Mbak yang pake baju putih di belakang kok malah nangis sih? Yang bener aja lah, kita udah take nih!"

Semua orang kini menatapnya, dan Tita ingin sekali bisa segera menguasai dirinya. Tapi kakinya malah segera membawanya berlari ke luar dan meninggalkan semua orang dalam kebingungan. Ia benar-benar sukses menjatuhkan reputasinya sendiri.

***

"Sorry ya dok, saya cengeng," ujarnya. Ia masih menangis dan sibuk menyeka air mata dengan tisu.

Tita rasa Arga sedang menatapnya miris sekarang, tapi ia memilih untuk tidak perduli. Ponselnya berdering dan Tita segera mengangkat panggilan dari Alya, "halo, Al.. sori banget ya gue gak bisa mintain tanda tangannya Bani buat lo."

"Suara lo kenapa bindeng kaya orang lagi nangis gitu? Ya ampun Ta, lo kenapaa? Gue jadi ikut panik njiirr! Gapapa kok kalo gak dapet sign nya Bani juga, sumpah Ta gue gak bakal maksa."

Arga mengamati perempuan di sebelahnya terlihat mengangguk walau seseorang di seberang telepon itu tidak bisa melihatnya. Tita menangis cukup lama sampai telpon ditutup. Ia berucap pada Arga dengan suara serak, "dok, kita udah bisa balik ke Jakarta kok. Saya gak jadi syuting, sori ya udah ngerepotin jauh-jauh ke Bandung."

TitaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang