14

2.8K 287 16
                                    




Arga berjalan ke luar dari lift saat sudah tiba di lantai tujuh. Begitu pintu unit di hadapannya sekarang terbuka, ia mendapati ekspresi Kynara berubah menjadi khawatir beberapa detik setelah mengamatinya. "Loh, Mas Arga lagi sakit ya?"

Lelaki itu menggeleng dan ikut duduk di sofa, berseberangan dengan Tita yang sedang memangku Asa. "Kenapa?" Itu pertanyaan yang Arga suarakan lantaran Tita hanya terus-terusan menatapnya tanpa bicara apapun.

"Kamu pucet banget."

"Ini cuma gara-gara kurang tidur."

"Mas mau tidur dulu sebentar di kamar Arka?"

Arga menggeleng pada paertanyaan Kynara dan beralih pada Tita, "mau pulang sekarang? Saya mau tidur di rumah aja."

"Oke, lebih baik gitu." Tita berucap begitu sambil menyerahkan Asa kembali ke gendongan Kynara.

"Oiya, sebenarnya Mbak Tita dan Mas Arga abis dari mana? Kok bisa tiba-tiba mampir ke sini?"

"Abis dari Eyang Rama, Mas Arga bawa aku ke sana untuk konseling."

"Konseling?"

Arga tengah berusaha menghindari tatapan Kynara yang segera tertuju padanya.

"Iya, konseling. Jadi semalem ada kejadian gak enak gitu deh, dan menurut Mas Arga, setelah kejadian itu terjadi aku harus cepat-cepat ketemu psikiater untuk konseling."

Saat menjelaskannya, entah mengapa Tita merasakan suasana yang seketika berubah. Seperti hanya ia yang tidak mengerti mengapa Kynara bisa terlihat seperti tidak fokus untuk beberapa saat, sebelum akhirnya perempuan itu bisa menguasai dirinya lagi, "tapi Mbak gapapa kan?"

"Now i'm totally fine. Mas mu aja yang ngeyel banget, udah aku bilang kalo aku gapapa."

Lelaki yang sedang mereka berdua bicarakan itu langsung beranjak berdiri, "Kalo gitu kami pulang dulu ya Ra."

"Iya Mas, jaga kesehatan ya. Mbak Tita juga."

"Salam buat Bani ya Ra."

"Iya Mbak."

Tita awalnya tidak mau repot ambil pusing dengan hawa aneh yang ia rasakan di dalam tadi, tapi ia jadi sedikit penasaran ketika sebuah chat dari Kynara masuk ke ponselnya saat ia dan Arga baru saja memasuki lift.

From: Kynara
Mbak, saya titip Mas Arga ya.

Titip? Titip gimana nih maksudnya?

Mau tidak mau Tita jadi mengamati Arga yang sedang memejamkan mata dan bersender sambil menunggu lift mereka tiba di lantai dasar. Punggung tangannya tiba-tiba saja terulur menyentuh dahi Arga dan membuat laki-laki itu membuka mata. Tita sangat menyesali refleks yang baru saja ia lakukan dan berupaya untuk tidak terlihat terlalu perduli dengan cara segera melangkah keluar begitu pintu lift sudah terbuka.

Iya, dia beneran demam.

***

"Nih."

Arga menerima sebuah plastik berisi plester pereda demam untuk anak-anak. "Saya gak butuh beginian."

"Biasanya demamku cepet turun kalo pake bye-bye fever. Pake aja dulu."

"Tidak seperti kamu, saya cuma perlu istirahat sebentar."

"Yaudah istirahat dong, nyampe rumah kenapa malah buka laptop?"

Arga tidak menyahut, tapi lelaki itu malah menanggalkan kausnya dan bersiap mandi.

"Jangan mandi, Dulu Mama bilang kalau lagi demam itu gak boleh  mandi."

TitaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang