12

2.6K 294 22
                                    


"Apa liat-liat?" Setelah Tita bertanya begitu, Arga langsung memalingkan wajahnya ke arah lain dan lanjut menenggak segelas air putih seperti tujuan awalnya datang ke dapur.

Perempuan itu kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terusik, yaitu mengiris kacang almond di atas talenan. Dunia pasti sudah terbalik ketika Tita terlihat bangun pagi dan memasak.

Arga juga tercengang, hanya saja keterkejutannya itu tidak tampak pada ekspresi wajahnya yang tetap datar. Pada akhirnya ia tetap berdiri melipat kedua tangannya di depan dada, dengan tatapan lurus ke arah perempuan itu.

"Masih di situ?" Tanya Tita lagi ketika mendapati Arga masih berdiri di tempat yang sama.

"Saya takut kamu malah berakhir ngebakar rumah ini."

"Aku emang gak bisa masak, tapi gak bakal sampe bikin rumah ini kebakar juga. Udah ah sana, hush, hush. Lagi fokus nih, jangan sampai nih fudgy brownies malah gagal gara-gara aku gak konsen."

Arga tidak ambil pusing dan segera kembali ke kamar untuk mulai bersiap berangkat ke rumah sakit. Ia sedang memasang dasi di depan cermin ketika bau hangus masuk ke indera penciumannya, dan ia hampir berlari ke dapur. Untungnya, Tita tidak benar-benar membakar rumah mereka.

Perempuan itu hanya sedang terdiam menatapi browniesnya yang gosong di atas meja makan di dapur. Gelagatnya sendu, seolah ia tidak baru saja melakukan kesalahan dengan hampir membakar dapur.

Arga terlihat menghela napas dan melipat kedua tangannya di depan dada, melihatnya begitu Tita berucap, "sorry, gak sengaja bikin gosong. Nanti dapurnya kuberesin."

"As my expectation. Lebih baik beli aja kalau emang mau makan brownies."

"No, harus aku yang buat kuenya sendiri karena ini kado buat graduationnya Alya. Aku harus kasih yang terbaik, since she's the only person who never leave me alone in this cruel world."

Arga merasa agak geram dengan jawaban Tita barusan. Tiba-tiba saja ia sudah menarik kedua lengan kemejanya sampai sebatas siku dan berjalan mengambil sebuah kotak dari lemari gantung di atas kompor induksi. Kemudian ia menghampiri Tita dan berucap, "give me your hand."

Ia harus berucap seperti itu terlebih dahulu karena Tita bisa saja berkeras itu sebuah pelecehan jika Arga langsung meraih tangannya tanpa izin.

"Buat apa?"

"Ada luka bakar." Dan rupanya sebuah kotak yang Arga ambil tadi adalah kotak p3k, ia mengeluarkan sebuah salep dari dalam sana. "how can a model let her hands burn?"

"Aku bisa olesin salep sendi—"

"And Alya isn't the only person who won't leave you alone."

***

Tita mengacak-acak rambutnya frustrasi. Sudah setengah jam berlalu sejak Arga pergi berangkat ke rumah sakit, tapi Tita belum bisa berhenti menyesali situasi tadi. Bisa-bisanya saat Arga berucap seperti tadi, Tita malah seperti terhipnotis, dan mulutnya otomatis tergagu.

Ia sangat membenci dirinya yang pasti terlihat seperti orang bodoh. Saat masih sibuk menyesalinya, ponselnya berbunyi. Arga meneleponnya, dan Tita menghembuskan napas kasar sebelum mengangkatnya. "Kenapa?"

"Kamu masih di rumah?"

"Iya."

"Minta tolong anterin berkas yang ada di meja ruang tamu ke rumah sakit. Saya lupa bawa."

"Sejak kapan kamu berpikir bisa nyuruh-nyuruh aku seenak jidat?"

"Ini urgent."

"Gojekin aja lah."

TitaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang