Bagi sebagian anak lelaki, entah hari apapun itu ... Jam 8 malam, adalah jam yang enak dipakai nongkrong sampai tengah malam.
Sama seperti Elang. Saat ini, di sebuah warung yang terletak di pinggir jalan ... Elang tengah duduk di meja dengan bakso cuanki yang tengah dia makan.
Sedangkan teman-temannya yang lain, mereka tengah sibuk dengan game online mereka.
Elang sendiri tidak begitu tertarik dengan itu. Selain tidak minat, dia juga tidak mengerti cara mainnya.
Terdapat hampir 20 orang berada di sini. Mereka menempuh pendidikan di tempat yang berbeda, angkatan berbeda, namun dulunya ... Mereka berada di sekolah menengah dasar pertama yang sama. Dan syukurlah, pertemanan mereka erat sampai sekarang.
Namun, mereka bukan sekumpulan anak geng motor atau apapun itu. Mereka hanya sekedar teman tongkrongan. Tujuannya, hanya untuk mengeratkan tali persaudaraan. Itu saja.
"Mbok, semangkok lagi!"
"Buset, Lang. Laper atau doyan?"
"Doyan." Elang menyerahkan mangkoknya pada si Mbok penjual segala di warung ini.
Sembari menunggu, Elang memilih kembali duduk dan menatap teman-temannya yang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.
"Di sekolah lo ada pelajaran matematika gak, Lang?" tanya salah satu di antaranya. Namanya Tomi, dia memiliki rambut panjang sebahu dan dia ikat dengan rapi.
"Di sekolah lo ada pelajaran yang bisa bikin mikir gak, Tom?"
"Ada, sih. Tapi gue gak mau mikir. Enak banget mereka gue pikirin, mereka aja gak mikirin gue." Tomi menyahut dengan nada acuh tak acuh.
Elang diam beberapa saat. Namun, setelahnya dia tertawa dan mengangguk-anggukan kepalanya. "Bener juga!"
"Contoh manusia yang gampang terhasut sama setan." Galang—salah satu sahabat Elang menunjuk Elang dengan raut wajah menahan tawa.
Mendengar itu, Elang sontak saja menoyor kepala Galang dengan kesal. "Iman gue kuat, yang tadi khilaf. Yang salah setan." Elang menujuk Tomi.
Tomi sontak membelalakan matanya. "Kok jadi gue?!"
"Lah emang elo! Gak ada sejarahnya Elang Januar salah di mata manusia!"
"Kalau gue lo sebut setan, berarti lo bisa salah di mata gue!" Tomi menjawab dengan nada kesal.
Elang lagi-lagi terdiam. Cowok itu mengerutkan alisnya berusaha mencerna apa yang Tomi ucapkan.
Setelah sadar, dia langsung tertawa kencang. "Anjir! Bener juga, ya!"
"Pantesan setiap gue melakukan kebaikan, orang-orang langsung pada sinis ke gue. Terus gue marah-marah, rupanya setan baru ngasih tau kalau gue salah di mata dia."
"Benar begitu, setan?" tanya Elang pada Tomi.
Tomi memijat pelipisnya pelan. Lelaki berusia 18 tahun itu melirik ke arah Galang meminta bantuan.
Namun, yang di tatap malah mengedikkan bahunya dan menggeleng seraya tertawa.
"Nih, daripada ngomongin setan, mending makan cuanki pakai sambel setan." Si Mbok menyimpan mangkuk cuanki di depan Elang. Setelahnya, Elang mengangkat jempolnya. "Bener juga si Mbok."
"Lo mah semuanya aja bener, Lang."
"Enggak, ada kok yang salah di mata gue."
"Siapa? Daritadi lo ngomong, bener juga, bener juga, bener juga. Kayaknya kalau ada yang mau bunuh lo pake alesan gabut, lo bakal jawab 'bener juga." Gara mendengkus kesal kala mengatakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG [End]
Teen FictionKehidupan Elang, awalnya berjalan layaknya seorang remaja. Nongkrong, sekolah, pulang. Namun, semuanya berubah 180° semenjak hari di mana ia datang ke acara makan malam keluarga. Kejadian masa lalu yang menimpanya, ternyata belum bisa diterima oleh...