Bagian 6

2.5K 493 63
                                    

Elang tidak tahu aksi labrak melabrak itu yang terlalu cepat, atau Elang yang datang terlambat. Karena, ketika dia sampai di kelas Maurin ... Keadaannya sangat sepi.

Hanya saja, saat ini Maurin duduk di kursi koridor bersama beberapa teman sekelasnya yang mengusap bahu Maurin.

Elang lantas menghampirinya. Cowok itu berdiri di depan Maurin menggunakan lututnya agar sejajar. "Rin, kenapa?" tanya Elang seraya menyentuh tangan gadis itu yang tengah memegang pipinya kanannya sendiri.

Maurin menepis tangan Elang. Setelahnya, gadis itu memilih melangkah masuk ke dalam kelasnya meninggalkan Elang yang masih dengan kebingungannya.

"Siapa yang labrak Maurin?" tanya Elang pada salah satu teman sekelas Maurin.

Namun, mereka terlihat takut untuk menjawab. Pada akhirnya, mereka memilih ikut masuk ke dalam kelas.

Elang berdecak kesal. Nekat, Elang ikut masuk ke dalam kelas gadis itu. Teman-teman sekelasnya menatap ke arah Elang hingga kelas menjadi hening.

Dia menghampiri bangku Maurin dan duduk di sebelahnya. "Rin, kenapa, sih? Diapain?" tanya Elang lagi.

Maurin tidak menjawab. Dia masih menunduk. Telapak tangannya masih berada di pipinya sendiri.

Tangan Elang kembali menyentuhnya. Namun, lagi dan lagi Maurin menepis tangan milik Elang. "Lihat dulu, dikit aja," kata Elang lembut.

Namun, Maurin semakin menjauhkan tubuhnya dari Elang. Dia menjaga jarak. Dan jujur, itu membuat sebagian hatinya tak terima dengan apa yang Maurin lakukan.

Elang tidak tahu kesalahannya apa. Elang tidak tahu siapa pelaku yang membuat Maurin begini.

"Ini serius enggak ada yang mau ngasih tau gue yang labrak Maurin siapa? Tadi ada yang laporan lho ke gue! Jangan bikin gue bingung kenapa, sih? Gue males mikir!" Elang menatap ke sekelilingnya.

Namun, masih sama. Tak ada satupun yang berani membuka suara.

Elang menghela napasnya. "Rin, siapa?" tanya Elang mencoba sabar.

Maurin masih diam. Dia menundukkan kepalanya semakin dalam. Namun, Elang bisa melihat rok yang Maurin gunakan, kini terdapat tetesan air mata yang berasal dari gadis itu.

Maurin memang begitu. Ketika ada yang menyakitinya, dia akan memilih diam. Dia yang awalnya tidak mau menangis, tiba-tiba menjadi sesak ketika orang-orang mengatakan sabar, atau bertanya dirinya kenapa.

"Ke UKS, yuk. Tangan lo dingin banget." Elang masih belum menyerah mengajak Maurin bicara.

"Kak, mendingan, Maurin biar kita aja deh yang bujuk. Kakak mending balik ke kelas aja. Kayaknya, Maurin masih syok."

"Syok kenapa? Daritadi gue nanya enggak ada yang jawab. Gimana gue mau ngerti, Saepudin?" tanya Elang kesal.

Namun, Elang akhirnya menurut juga. Dia memilih pergi dari kelas Maurin. Namun, sebelum itu dia mengatakan pada gadis tadi untuk mengabari Elang jika terjadi sesuatu pada Maurin.

Dan gadis itu menyetujuinya.

•••

Maurin
Lang, jalan-jalannya enggak jadi.
Gue mau pulang.

Selama jam pelajaran berlangsung, Elang benar-benar tidak fokus. Bahkan, ketika jam istirahat pun ... Maurin masih enggan berbicara padanya.

Dan kini, ketika bel pulang sekolah berbunyi, Elang malah mendapati pesan seperti ini dari Maurin.

Elang tentunya langsung berlari ke arah kelas Maurin untuk memastikan apa gadis itu masih ada di dalam kelas? Namun, yang Elang dapati kelasnya sudah kosong. Hanya tersisa petugas piket kelas saja.

ELANG [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang