Elang berdiri di depan kelasnya seraya menatap ke lapangan. Kebetulan, kelasnya berada di lantai kedua. Sehingga, dia bisa melihat keseluruhan lapangan dari sini.
Di sana, kelas Maurin tengah berolah raga. Jika biasanya Elang akan menggoda gadis itu, kali ini tidak. Dia memilih diam memperhatikan saja.
Kebersamaan Tomi dan juga Maurin masih menganggu pikirannya. Belum lagi, soal kejadian yang menimpa Elang kemarin malam.
Dia sebenarnya tak ingin ambil pusing atas masalah yang ada. Namun sialnya, mereka tidak sopan! Malah muncul begitu saja di kepalanya.
"Lang, tadi pagi gue lihat si Maurin sama si anak STM. Yang suka ikut nongkrong di warung depan itu, yang rambutnya panjang diiket."
"Tomi," jawab Elang.
"Nah! Cocok, ya. Si Tominya kelihatan macho."
"Dih, istighfar lo. Enggak boleh naksir sama sesama jenis, Din!" Elang melotot ke arah Udin yang kini ikut bergabung menatap anak-anak kelas 10 di lapangan sana.
Udin sontak saja menoleh ke arah Elang dengan pandangan tak terima. "Gue gemuk-gemuk gini sukanya sama cewek, Lang. Enggak usah ngadi-ngadi!"
"Ya kirain. Habisnya, lo ngomong si Tomi macho udah kayak cewek yang lagi naksir sama cowok. Kan gue jadi ngeri, Din."
Udin memutar bola matanya malas.
"Tapi, Lang. Beneran macho."
"Anjir, jauh-jauh lo dari gue!" Elang sontak saja melotot dan langsung menjaga jarak dengan Udin.
Udin melepas sepatunya. Kemudian, dia lempar pada Elang dan langsung mengenai pinggang cowok itu. "Kalau pun gue Homo, gue juga pilih-pilih kali, Lang!"
"Gak boleh ngomong gitu, lo! Homo beneran, nanti!"
"Amit-amit jabang bayi!" Udin mengusap perut buncitnya.
Melihat itu, Elang lantas tertawa keras. Tangannya terulur meraih sepatu milik Udin kemudian dia lempar pada pemiliknya. "Perut lo mah enggak ada jabang bayinya, Din. Adanya gorengan beli 4 bayar 2."
"Kampret!"
Elang akhirnya memilih masuk ke dalam kelas meninggalkan Udin sendirian.
Saat masuk ke dalam kelas, dengan percaya dirinya, Elang berjalan layaknya model dengan satu tangan yang dia lambaikan sepeti Miss Indonesia.
"Permisi, Cin, aing mau lewat." Elang menyenggol pinggul sekertaris yang tengah menulis di papan tulis.
Sehingga, hal yang terjadi setelahnya adalah ... Tulisannya tercoret kemana-mana.
Si sekertaris kelas mendengkus kesal. Dengan tidak manusiawi, gadis itu memukul Elang menggunakan sepatu miliknya sendiri.
"Aduh!" Elang mengusap pinggangnya.
"Bukannya nulis, malah kelayapan!"
"Iya-iya, galak banget, sih." Elang mencebikkan bibirnya kesal. Cowok itu memilih berjalan ke arah bangkunya dan memilih duduk.
Setelah duduk, bukannya langsung menulis apa yang ada di papan tulis, Elang malah menyobek kertas dan membuat pesawat kertas seperti biasanya.
Dan hal itu malah menjadi contoh. Bukan hanya anak laki-laki yang ikut-ikutan, bahkan, anak perempuan pun malah ikut-ikutan.
"Pesawat gue namanya Munaroh," kata Elang.
Cowok itu berdiri di atas meja. Kemudian, dia menerbangkan pesawatnya sehingga terbang mengitari kelas. "Munaroh, terbangnya yang lama. Nanti ketemu sama bang Ocit!" teriak Elang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG [End]
Teen FictionKehidupan Elang, awalnya berjalan layaknya seorang remaja. Nongkrong, sekolah, pulang. Namun, semuanya berubah 180° semenjak hari di mana ia datang ke acara makan malam keluarga. Kejadian masa lalu yang menimpanya, ternyata belum bisa diterima oleh...