Bel pulang sekolah adalah sesuatu yang paling dinantikan setiap siswa. Terlebih lagi, siswa seperti Elang.
Ketika guru sudah keluar, Elang meraih tasnya dan melompati satu persatu meja di kelas. Sehingga, teman-temannya sekelasnya meneriaki nama Elang saking kesalnya. Terutama gadis-gadis.
Saat sampai di pintu, Elang berbalik dan melambaikan tangannya. "Jangan kangen!"
"Najis!" teriak gadis-gadis itu dengan kompaknya.
Kadang, mereka heran pada kakak kelas, adik kelas, sampai teman seangkatan mereka yang bisa naksir pada manusia semacam Elang.
Tukang cari masalah, tidak pernah mau mengakui kesalahan, tukang cengengesan, kadang ... Dia juga ketus jika tengah diajak bicara.
Hanya saja, jika dilihat dari paras ... Elang bisa dibilang tampan. Mungkin, itu yang membuat mereka suka pada Elang.
Kembali ke Elang. Lelaki itu saat ini berjalan di koridor bersama Gara dan juga Galang.
Ketika menuruni anak tangga, senyum di bibir Elang mengembang kala mendapati Maurin yang sudah menunggu di anak tangga terakhir.
Elang memberikan tasnya pada Galang. "Titip, besok bawa, ya!"
"Elang! Anjir!" Galang mendengkus kesal. Lagi dan lagi, tas yang setiap harinya berisi satu buku itu dititipkan padanya.
Sedangkan si pemilik, sudah berlari menuruni anak tangga dan merangkul gadis yang sudah menunggunya di bawah sana.
Saat hendak melangkah, Elang melambaikan tangannya pada Galang dan Gara. "Bay bay!" ujarnya seraya menggoyangkan pinggulnya.
Maurin mencubit pinggang Elang seraya melotot. Elang sontak saja berhenti. Matanya memicing menatap Maurin. "Apa, sih?!"
"Jalan cepetan!" Maurin melepas rangkulan Elang dan beralih menarik lengan seragam cowok itu.
Elang menghela napas pelan. Dia memilih mengikuti langkah Maurin dengan pasrah.
Siswa dan siswi yang masih berada di koridor sontak saja menatap ke arah mereka.
"Lang, cosplay jadi kucing lo?" teriak salah seorang siswa yang tengah berkumpul bersama teman-temannya.
Tentu saja Elang mengenal mereka.
"Bacot lo!"
Maurin menampar bibir Elang hingga membuat cowok itu mencebikkan bibirnya.
Sampai akhirnya, mereka sampai di depan motor milik Elang. Cowok itu meraih kunci motor di dalam baju seragam dan memilih naik.
"Bensinnya abis, Rin," kata Elang.
"Yaudah, nanti beli dulu!"
"Duitnya di tas. Tasnya di Galang."
Maurin memutar bola matanya malas. Gadis itu memilih naik ke jok belakang. "Bilang aja minta diisiin bensin."
"Tau aja."
•••
Keduanya tidak langsung pulang. Elang mengajak Maurin untuk jajan cimol di taman kota.
Nyatanya, Elang bohong soal uangnya yang ada di tas. Padahal, jelas-jelas dompetnya dia simpan di saku celana. Uangnya juga tidak sedikit, memang pada dasarnya saja Elang pelit.
"Plester lo belum diganti?"
Elang yang semula terfokus pada anak-anak kecil yang berlarian, langsung menoleh ke arah Maurin. "Belum."
"Kenapa? Mau gue lagi yang ganti? Lo tuh bisa gak sih sekali aja pentingin diri sendiri. Jangan nunggu gue terus. Suatu hari nanti, kita tuh bakal pisah, Lang. Gue bakal nikah enggak selamanya gue bakal ada di sisi lo terus." Maurin mengomel seraya menyimpan cimol yang ada dalam plastik itu di pinggir tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG [End]
Teen FictionKehidupan Elang, awalnya berjalan layaknya seorang remaja. Nongkrong, sekolah, pulang. Namun, semuanya berubah 180° semenjak hari di mana ia datang ke acara makan malam keluarga. Kejadian masa lalu yang menimpanya, ternyata belum bisa diterima oleh...