Sudah hampir seminggu semenjak keputusan Maurin memilih ikut bersama dengan Neneknya.
Gara, Galang, dan Tomi. Pagi sampai siang mereka bersekolah, dan pulangnya akan langsung kembali ke rumah sakit dan berharap Elang segera sadar.
Namun, yang mereka dapati justru Elang yang masih setia menutup matanya.
Tangan Gara menyentuh kaca yang memberi jarak antara mereka dan juga Elang yang masih terbaring di sana.
Gara menghela napas pelan. "Lo kapan mau sadar, Lang?" tanya Gara lirih.
Tomi baru saja datang. Cowok itu menatap ke arah Gara dan juga Galang yang belum menampakan raut bahagia. "Elang ... Belum sadar?" tanya Tomi.
Gara dan juga Galang menggeleng sebagai jawaban.
Lantas, Tomi beralih menatap kondisi Elang di balik kaca. Cowok itu menghela napas pelan. "Mau sampai kapan dia milih buat tidur?"
"Mau sampai kapan dia bikin gue khawatir?" tanya Tomi lagi.
Tomi menyandarkan punggungnya pada tembok dan berangsur duduk bersandar di atas lantai.
Matanya menatap ke arah tembok dengan pandangan lurus.
Elang belum sadar. Dan dia benar-benar takut Elang menyerah dan tak berniat untuk kembali, begitu pikirannya sekarang.
Sama halnya dengan Gara. Dia memilih duduk seraya menatap ke arah lantai di kursi koridor.
Tidak, dia tidak akan menyerah menunggu Elang kembali. Elang pasti akan sadar, dia hanya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat sebelum kembali. Gara mencoba berpikir positif.
Namun, jauh dari dalam lubuk hatinya. Diapun takut. Takut Elang memilih menyerah dan pergi meninggalkannya.
"Kalau aja gue enggak ngomong, Maurin pasti ada di sini. Terus, kalau Elang sadar ... Dia pasti seneng kalau ada Maurin kan, Gal?"
"Mungkin ..." Galang terkekeh pelan.
Tomi menggeleng. "Elang enggak butuh orang egois kayak Maurin."
"Tom—"
"Maurin terlalu mudah menyimpulkan. Dia enggak mau dengerin dari sudut pandang Elang. Kalau dia beneran sayang sama Elang, dia bakal nunggu Elang sampai dia sadar dan cerita gimana sudut pandang Elang atas apa yang terjadi."
"Elang tuh, bego. Di saat dia punya masalah, bisa-bisanya dia mentingin cewek egois kayak dia," sambung Tomi.
Gara menggeleng. Tidak, wajar Maurin seperti itu. Dia marah, dia kecewa. Semata-mata bukan hanya karena kasus yang ada, tapi karena Elang juga tak pernah mau jujur pada Maurin.
Elang menganggap Maurin spesial, tapi dia tidak pernah terbuka pada Maurin. Sehingga, membuat gadis itu merasa dirinya tidak sepenting itu untuk Elang.
Belum lagi, Maurin bilang dia tidak tahu apapun soal Elang. Padahal, Gara yakin, baik Maurin ataupun Elang, keduanya sama-sama saling menyayangi.
Namun, Gara memilih diam. Dia takut terjadi keributan antara dirinya dan Tomi dan menyebabkan Tomi pergi meninggalkan Elang seperti Maurin.
Tomi akhirnya berhenti berbicara. Cowok itu memilih kembali ke depan jendela untuk melihat keadaan Elang.
Namun, yang dia lihat masih sama. Elang ... Masih tertidur.
Dan pertanyaannya, mau sampai kapan dia bertahan di sana?
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG [End]
Teen FictionKehidupan Elang, awalnya berjalan layaknya seorang remaja. Nongkrong, sekolah, pulang. Namun, semuanya berubah 180° semenjak hari di mana ia datang ke acara makan malam keluarga. Kejadian masa lalu yang menimpanya, ternyata belum bisa diterima oleh...