Bagian 16

1.8K 336 55
                                    

Elang hampir sampai di rumah Helga. Saat ini, di depan pintu gerbang rumahnya, Helga berdiri menunggu kehadiran Elang.

Setelah sampai, Helga langsung membuka pintu gerbangnya dan menyuruh Elang untuk memasukkan motornya ke dalam garasi.

Setelah motor terparkir dengan sempurna, barulah Helga mengajak Elang masuk ke dalam rumah Helga yang nampak begitu sepi.

"Lo sendiri?" tanya Elang.

Helga mengangguk pelan. "Iya. Bokap gue sibuk."

Keduanya sampai di ruang tengah. Ternyata, Helga sudah menyiapkan secangkir kopi di meja beserta makanan yang bisa mereka santap bersama malam ini.

"Niat banget." Elang tertawa pelan melihat meja di depan televisi sudah penuh dengan makanan yang gadis itu siapkan.

"Iyalah, perdana nih rumah gue didatengin pacar." Helga tercengir lebar.

Elang tersenyum. Lantas, tangannya terulur menepuk puncak kepala Helga dengan lembut. "Enggak ada pembantu atau satpam gitu buat nemenin? Ngeri banget sendirian." Gue takut lo kenapa-kenapa, Ga, lanjut Elang dalam hati.

"Buat apa, gue juga jarang di rumah, Lang. Lo tau sendiri kerjaan gue apa." Helga tersenyum kecut.

Elang mengembuskan napas pelan. Cowok itu akhirnya mengajak Helga untuk duduk di sampingnya. "Ga, hidup lo udah terjamin. Jangan rusak diri lo buat kerja di tempat kayak gitu. Gue enggak keberatan buat kasih lo makan dan penuhi semua kebutuhan lo. Asal lo berhenti. Masa depan lo masih panjang, Ga."

"Bokap gue kerja buat dirinya sendiri, Lang. Gue bisa tepatin rumah ini juga karena almarhum nyokap gue yang beli. Kalau enggak, gak tau deh."

Tangan Elang terulur mengusap pipi gadis itu. Matanya menatap lurus mata bulat milik Helga.

Dia sebenarnya gadis yang baik. Dia juga terlihat sangat cantik dengan wajah natural yang tidak dia tunjukan pada semua orang.

Helga tidak bohong ketika dia bilang, Elang satu-satunya orang yang menganggap Helga layaknya wanita biasa. Dia tidak pernah memperlakukan Helga dengan kurang ajar.

Padahal dia tahu, Helga ... Adalah seorang pelacur.

"Katanya gue pacar lo, kan?" tanya Elang.

"Malu, ya?" Helga balik bertanya. Helga tertawa. Namun, wajahnya memerah ketika melihat Elang yang memperlakukannya begitu lembut seperti sekarang.

"Bukan, gitu. Kerja kayak gitu bahaya, Ga. Udahan, nurut kata gue."

"Kan cuman pacar, Lang. Masa iya gue ketergantungan sama lo. Mana belum sehari. Kesannya kek ... Murahan banget gue. Udah mah iya."

"Ya masa pacarannya sama gue, tapi gituan sama orang lain. Hargain dong pacarnya." Elang tertawa pelan.

Helga lantas memeluk lengan Elang dan menyandarkan kepalanya pada bahu milik Elang. "Cemburu?"

"Gue khawatir, Ga." Elang merangkul Helga dan mengusap kepala gadis itu dengan lembut.

Elang tahu permasalahan hidup Helga begitu berat. Wajar dia merasa iri pada Maurin ketika Elang secara terang-terangan sangat perhatian pada gadis itu selama beberapa bulan ini di sekolah.

Helga hanya punya Elang yang mengerti dirinya. Temannya banyak, tapi yang mereka tahu ... Helga hanyalah seorang pelacur yang secara terang-terangan menggoda mereka. Mungkin, mereka tidak pernah memperlakukan Helga lebih sampai menyentuhnya. Namun, kata-kata mereka kerap kali membuatnya sakit.

Itu memang kenyataan, tapi tetap saja. Mereka tidak tahu alasan Helga melakukan itu.

Hanya Elang. Biarpun mulutnya terkadang pedas, dia tidak pernah sampai mengeluarkan kata-kata yang menyakiti Helga. Ya, terkecuali saat di UKS setelah Helga melabrak Maurin. Jika itu, Helga akui ... Dirinya yang salah.

ELANG [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang