31. Setiap Sudut Kota

135 18 19
                                    

Now Playing
Belum Siap Kehilangan - Stevan Pasaribu

***

Tak apa tak mengabariku, asal kabarmu tak hilang diantara semesta. Tak apa jika memang takkan ada, asal kamu tetap ada.

***

Chapter 31

Ara melangkah menuju kelas Eza dengan sebuah kotak makan di tangannya. Sebenarnya Ara malu, ragu, dan gengsi untuk memberikan ini. Tapi... Sialan. Ara ingin melihat mata Raneza menatap ke arahnya lagi.

Langkah kaki Ara berhenti tepat di depan kelas Raneza. Sekarang jam istirahat, dan cukup banyak siswa yang berjejer duduk di depan kelas. Hal itu membuat Ara menelan salivanya.

"Hai Ara!" Ardan menyapa.

"Em hai Kak."

"Mau apa?" tanya Ardan kemudian bangkit dari duduknya dan menghampiri Ara.

"Kak Eza ada?" tanya Ara dengan nada yang sedikit ragu.

"Ah Eza ya? Dia lagi konsul ke BP. Baru aja," jawab Ardan.

"Ahh gitu ya Kak."

"Iya kenapa? Mau nitip pesan? Atau apa mungkin?"

"Eh.. em... Ini deh Kak. Aku titip ya buat kak Eza," ujar Ara sambil menyodorkan kotak makan di tangannya.

"Wah. Bekel makan ya? Eza belum makan tuh kebetulan. Nanti aku kasih ya," ucap Ardan.

"Iya kak makasih banyak ya. Ara ke kelas dulu," ujar Ara dengan senyum canggung yang bertengger di wajahnya.

"Iya sama-sama," jawab Ardan.

Setelah itu Ara berbalik badan dan kembali ke kelasnya.

***

Sore ini Ara pulang terlambat. Ada kumpul dadakan di klub debat. Dan sejujurnya Ara tak masalah. Ia suka suasana sore seperti ini. Bandung seolah menemukan jati dirinya di jam segini.

Hahahaha. Entahlah. Mungkin perasaan Ara saja.

Motor Ara berjalan santai. Bahkan Ara tak melewati jalan biasa. Dia memutar mencari jalan terjauh yang ia ketahui.

Dan di detik berikutnya motor Ara berhenti di sebrang danau. Ara tersenyum setelahnya. Danau ini berkesan sekali bagi Ara. Dulu, dia dan Raneza pernah berjalan kaki dari sekolah ke rumahnya. Hahahahaha astaga. Ara tak habis pikir mengapa keduanya melakukan itu.

Lalu dia dan Raneza berhenti di tepi danau sana. Mereka minum isotonic sambil duduk menghadap danau yang nampak tenang. Keduanya berbagi tawa juga cerita. Bahkan saat mereka merasa kelelahan, mereka tak berhenti berbicara sama sekali.

Di detik berikutnya Ara tersadar dari lamunannya. Senyum kecil terbit pada pipinya. Raneza selalu bisa ia temukan pada setiap sudut kota Bandung. Bukan hanya bayangannya, tapi harumnya sekaligus tawanya tergambar jelas di kepala Ara.

Raneza itu... Apa ya.

Tidak tahu. Terlalu sulit di definisikan.

Selanjutnya motor Ara kembali berjalan. Ara memelankan lajunya saat melewati jembatan. Ahahaha apa kalian ingat? Iya. Ini jembatan tempat saat Raneza memintanya menjadi kekasih Raneza. Sialan Eza. Dia benar-benar membuat setiap sudut di kota ini berisi namanya.

Dan sekarang Ara duduk di sebuah taman dengan es krim vanila di tangannya. Sudah bisa ditebak taman apa ini? Iya. Taman yang sama dengan lagu payphone yang diputar di mobil Raneza saat hujan deras, juga taman yang sama di mana Raneza mengatakan kalimat selesai pada Ara.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang