25. Pagi tanpa selamat pagi.

138 20 4
                                    

Now Playing
Pamit - Tulus

***

Apapun itu, tetaplah hidup.

***

Chapter 25

Dering dari jam beker yang berisik, membuat Ara mau tak mau membuka matanya di pagi hari itu. Setelah mengerejapkan matanya beberapa detik, ia melihat jam tersebut.

Pukul 05.30, hari senin.

Ara mengambil ponselnya di atas nakas samping tempat tidur. Dan tidak ada lagi ucapan selamat pagi dari Raneza, atau ucapan selamat tidur darinya yang tak sempat Ara balas karena ketiduran. Tak ada. Tak ada satupun nontifikasi dari nama itu.

Ara menghembuskan nafas berat lalu menutupi wajahnya dengan selimut.

Kalian tau? Pagi setelah putus adalah pagi paling menyebalkan yang pernah ada.

Rasa sesak tentu saja masih menjalar.

Ucapan selamat pagi yang biasanya tidak terlalu berarti, akan memiliki arti besar saat menemui pagi hari dengan hubungan yang tak sama lagi.

Ara menghembuskan nafas untuk kesekian kali.

Dipeluknya Oreo - boneka Panda pemberian Eza.

Kalau diingat- ingat kejadian kemarin, sebenarnya Ara sadar si bahwa dia juga masih sangat egois. Di sini bukan hanya Eza yang salah, dia juga. Dan posisi mereka berdua juga sedang tidak baik saat itu.

Ara tidak tahu sebulan ke depan ia akan kuat atau tidak tanpa Eza. Ia tidak tahu akhirnya akan bagaimana. Tapi ia amat sangat menyayangi pria itu. Kekesalan sebesar apapun takkan menghilangkan rasa itu begitu saja.

Ara memegang keningnya, lebih hangat dari biasanya.

Sepertinya karena Ara hujan-hujanan dan menangis semalaman.

Lagi-lagi Ara menghembuskan nafas panjang. Setelah itu ia memaksakan dirinya untuk bangun dan bersiap sekolah

***

"Ada yang mau bantu ibu? Tolong ke kelas 12 MIPA 1, ambil daftar hadir," ujar bu Novi, guru Seni Budaya yang sedang mengajar di kelas Ara.

"Ra tuh. Mayang ngebucin," seru Gama membuat yang lain turut menyebut nama Ara.

"Apa? Engga deh. Gama aja," ujar Ara.

"Tumben," ujar Killa yang duduk di sebelahnya.

"Ayo cepet nak siapa aja," ujar bu Novi.

"Ra"

"Apaan si Gama," cibir Ara.

"Biar saya aja bu," ucap Arsel.

"Gausah-gausah. Mau dianter sama Ardan katanya," ucap bu Novi yang terlihat habis membuka ponselnya.

"Baik bu," jawab Arsel.

Setelah itu keadaan kelas kembali hening. Semuanya terlihat mencatat materi yang sudah diberikan sebelumnya.

Tok tok tok

Seseorang mengetuk pintu kelas, membuat hampir semua orang di dalam menatap ke arah sana. Di detik berikutnya pintu terbuka dan muncul Ardan yang meminta izin untuk masuk.

Di sela langkah Ardan menuju meja bu Novi, Ardan dan Ara saling berpandangan. Ardan melempar senyum, dan Ara membalasnya dengan senyuman tipis.

"Assalamualaikum ibu.. maaf ini daftar hadirnya," ujar Ardan yang dapat di dengar jelas oleh Ara karena posisi duduknya yang kedua dari depan, dan suasana kelas yang tidak berisik.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang