Haiiiii
(◍•ᴗ•◍)✧*。
Ten memijit pelipisnya, ia sungguh sangat pusing saat ini. Dengan haechan yang terus merengek ingin bertemu Jaemin.
Padahal sudah ada Jeno disini, lagi main seperti biasa kalo hari libur Jeno selalu main kerumah.
Haechan mempout bibirnya sambil memeluk boneka kelinci itu dengan erat, manik cantik nya memandang tajam kearah ibunya maupun Jeno. Yang sebenarnya tengah bingung itu.
"Em Mae, sebenarnya echan kenapa?." Akhirnya Jeno bertanya, setelah sekian lama terdiam.
Ten tersenyum kearah Jeno. "Echan enggak papa kok Jen, dia hanya kangen sama om nya saja." Jeno ber- oh ria, lalu mengangguk.
"Mae! Pokoknya echan mau nyusul om Nana ke kantor." Ten menghela nafasnya kasar.
'Johnny anak mu ini! Astaga sabar chitta dia juga anakmu'
"Baby, come here." Ten menyuruh haechan agar duduk didekatnya, dengan enggan haechan bangkit dari duduk dipojok ya beralih menghampiri kearah Ten.
Setelah haechan duduk disamping Ten barulah Ten mencubit gemas pipi gembul anaknya itu. "Iihhh mae~~" Jeno yang berada disamping kiri Ten menggigit bibirnya karena terlalu gemas.
Ten tertawa kecil. "Makanya jangan aneh - aneh, om Nana lagi kerja buat kamu juga kan nanti?." Haechan mengangguk kecil.
"Ta-tapi echan pengen peluk om Nana." Cicit haechan diakhir.
Ten menunjuk kearah boneka kelinci yang sedang haechan peluk itu. "Itu boneka dari siapa?." Haechan memandang kearah bonekanya.
"Om Nana." Cicit haechan.
Ten mengangguk. "Ya sudah peluk saja boneka kelinci itu, lagian dari om mu juga kan." Haechan mencibikan bibirnya.
"Tapi Ndak bisa di cium!."
"Apanya yang dicium huh? Masih kecil ciam cium ciam cium aja." Ucap Ten melotot kearah haechan sedangkan jeno sudah tertawa sekaligus heran disela tawanya.
"Mae~~ pweass." Ucap haechan menangkup wajahnya sendiri, sambil memandang penuh harap kearah Ten.
Ten menghela nafasnya. "Kau punya ponsel bukan?." Haechan mengangguk. "Kenapa tidak menghubungi sendiri?." Mata haechan mengerjap beberapa kali.
"Echan lupa Mae!."
Haechan langsung beranjak dan berlari. "BABY JANGAN BERLARI." Teriak Ten yang shock. Haechan langsung memelankan larinya.
"MAAF MAE."
Ten mengusap dadanya, hampir saja ia membanting bantal yang sedang ia genggam itu.
"Mae?."
Ten menoleh.
"Apa?."
"Haechan punya hubungan apa sama om Jaemin, Jaemin itu?." Ten menggaruk belakang kepalanya dengan bingung.
"Menurutmu bagaimana?."
Jeno menjentikkan jarinya. "Om nya?." Ten mengangguk saja, lagian sebentar lagi mereka juga tau bukan.
Jaemin mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa yang menelfon ya, sementara tangannya masih sibuk menandatangani berkas - berkas didepannya.
"Yeri, ambilkan berkas yang lainnya."
'Om nanaaa kangenn'
Jaemin tersenyum, saat tahu siapa pemilik suara tersebut. Yeri yang berada di depannya menatap kagum kearah atasannya itu, jarang - jarang bukan melihat Presdir na tersenyum.
'too dear, ingin sesuatu?'
Haechan diseberang sana justru mengangguk, walau ia tahu Jaemin tidak bakal melihatnya.
'ehm echan ingin.....'
Jaemin terkekeh kecil saat haechan sengaja ingin membuatnya penasaran, Yeri hanya bisa menatap Jaemin tanpa berkedip walau ada rasa tak suka saat Jaemin entah memanggil siapa dengan sebutan sayang itu.
'ingin apa? Cake, susu, pizza?'
'no... Echan ingin om Nana tapi nanti bawa cake sama susu ya hehe'
Jaemin menggigit bibirnya menahan agar dia tidak memekik karena kegemesan calon ibu dari anaknya itu.
'saya akan datang'
'eung! Cepatttt'
'hm'
Jaemin langsung mematikan panggilannya, dan mengetikan sesuatu disana, setelah itu ia langsung memasukan ponselnya kedalam Jaz.
Ia melirik kearah Yeri yang juga tengah melihatnya. "Saya tunda pekerjaan ini, lanjutkan lain kali." Yeri langsung mencegat Jaemin.
"Maaf Presdir tapi, hari ini berkas harus sudah siap semua."
"I don't care, menyingkir lah."
Yeri terdorong kecil kesamping, Jaemin segera keluar dari ruangannya dan langsung mengubah ekspresinya menjadi datar.
Dan disinilah akhirnya, dengan haechan yang tengah memeluk Jaemin menduselkan wajahnya disana.
"Kenyang hm?."
"Eung."
"kata Mae kamu ingin sekali saya datang? Kenapa kangen hm."
Haechan mengangguk. "Pengen cium~" Jaemin tersenyum miring.
Jaemin mengecup bibir haechan sebentar, haechan merengek. "Yang lama!~" Jaemin memposisikan dirinya hingga mengukung tubuh mungil itu.
Mengelus tengkuk haechan mendongakan wajahnya, "katakan sekali lagi." Haechan tersenyum mengalungkan tangannya keleher sang dominan.
"I want kiss eungg."
"Nakal." Bisik Jaemin menjilat daun telinga haechan.
Haechan menarik dasi lelaki yang tengah mengukung ya ini, hingga bibir keduanya bertemu, haechan yang pertama kali menggerakan mulutnya.
Sedangkan Jaemin hanya diam membiarkan haechan mendominasi ciuman kali ini. Haechan melepaskan ciuman sepihaknya itu.
"Iih om Nana!, Bales ciuman echan." Jaemin tertawa kecil.
"Sure baby."
Kali ini yang mendominasi penuh ciuman kali ini adalah Jaemin, menyesap penuh nafsu bibir yang selalu menghantui fikirannya ini.
Haechan melenguh, saat tangan Jaemin ikut menggerayangi tubuhnya. "Mmhh— mpph" Jaemin tersenyum disela ciumannya.
Bibir Jaemin beralih kearah leher jenjang haechan, haechan mendongak agar Jaemin lebih leluasa membuat tanda pada dirinya.
"Aah omh na..."
Jaemin tersenyum puas saat hasil karyanya yang begitu menakjubkan. "Ugh leher echan sakit~" Jaemin mengusap bekas tanda itu.
"Biarkan, nanti juga sakitnya hilang."
Jaemin mengecek kearah arlojinya yang ternyata menunjukan pukul lima sore, "saya harus pulang." Haechan langsung duduk dan memandang sendu kearah Jaemin.
"Hiks... Ndak boleh."
Jaemin terkejut saat mendapati haechannya menangis, ia langsung merengkuh tubuh bergetar itu membawanya kedalam pelukan.
"Baiklah saya tidak akan pulang."
Haechan mengulurkan jari kelingkingnya. "Janji?" Jaemin membalasnya dengan menyatukan kedua jari kelingking yang berbeda ukuran itu.
"Hm janji."
Tbc