Haiii
(◍•ᴗ•◍)✧*。
Kehamilan haechan saat ini sudah menginjak usia yang ke-sembilan bulan, sekarang lelaki manis yang tengah mengandung itu tengah anteng mendengarkan musik dari earphone nya.
"Aaa satu suap lagi habis."
Haechan membuka mulutnya dan Ten segera memasukan sendok berisi makanan tersebut kedalam mulut haechan.
Mereka saat ini tengah berada dirumah sakit karena sedang menunggu haechan akan dioperasi karena sudah waktunya akan melahirkan.
"Mae mules."
"Eh, sakit enggak perutnya?" Haechan menggeleng.
"Mules Mae, tapi echan Ndak pengen pup" Ten khawatir sekaligus gemas di saat yang bersamaan, ia sebenarnya ingin tertawa karena melihat ekspresi anaknya yang sangat menggemaskan itu.
Sedangkan kedua dominan itu tengah berjalan beriringan dalam diam menuju kearah ruang rawat haechan.
"Jaem"
"Kenapa kak?" Jaemin langsung saja menoleh kearah Johnny, mereka masuk kedalam lift dan langsung menekan tombol menuju keatas.
Johnny menghela nafasnya.
"Menjadi orang tua itu tidak semudah yang kau bayangkan." Jaemin terdiam sampai lift kembali terbuka dan mereka berjalan keluar.
"Kamu akan merasa capek dan lelah setiap harinya saat anak kita menangis tanpa henti, tapi— kelelahan itu akan terbayar dengan mudah karena melihat senyuman dari dua orang yang kita sayangi."
"Kau memang benar kak, kakak sudah berpengalaman dengan masalah yang seperti ini." Keduanya berhenti tepat didepan pintu ruang rawat haechan.
"Aku harap, aku bisa menjadi seperti kakak—"
Johnny menggelengkan kepalanya, menepuk pundak Jaemin. "Jadilah dirimu sendiri Jaemin, jadilah orang tua yang berguna bagi anaknya. Kamu boleh ambil sisi positif dari kakak selama menjadi orang tua, tapi kamu harus ingat.. jadilah versi dirimu sendiri sebagai kepala keluarga."
Jaemin memandang kearah kakaknya yang tengah tersenyum kepadanya itu, matanya tiba - tiba memanas dan memeluk Johnny.
"Maafkan aku kak.."
Johnny tersenyum menepuk nepuk punggung Jaemin. "Aku tahu kamu Jaemin, kakak sudah mengenal kamu luar dalam karena kamu adik kakak, kakak sudah menganggapmu sebagai adik kandung kakak sendiri —jadi kakak tahu kamu tidak akan lari dari tanggung jawab."
Jaemin mengangguk dan melepaskan pelukannya. "Cepat masuk, haechan pasti sudah menunggumu sedari tadi." Jaemin tertawa kecil lalu mereka berdua segera masuk kedalam.
"Loh sudah mau dibawa ya?"
Ucapan Johnny membuat semua orang menoleh bersamaan. "Papa echan takut." Johnny berjalan menghampiri haechan yang memang sudah siap akan dibawa oleh para suster tersebut.
Johnny berjongkok didepan sang anak. "Tidak usah takut, suami kamu akan menemanimu didalam."
"Papa Ndak ikut?" Johnny menggeleng pelan.
Johnny mengelus pipi haechan dan tersenyum, Ten ikut berjongkok didepan haechan dengan senyuman lembut seorang ibu.
"Haechan jangan takut oke? Sebentar lagi udah mau jadi orang tua loh nanti anak kamu bakal ngetawain kamu kalau kamu takut kayak gini."
"Semangat!"
Haechan mengangguk dan mencium kedua pipi orang tuanya, sang suster akhirnya mendorong kursi roda haechan keluar dari ruangan dengan Jaemin yang menggandeng tangan haechan.
Johnny dan Ten berdiri dengan tangan yang saling menggenggam. "Cucu pertama kita sebentar lagi akan lahir, semoga saja ibu dan anaknya sehat." Johnny mengaminin ucapan Ten barusan sambil mencium punggung tangan istrinya tersebut.
"Hey jangan tidur."
Haechan kembali membuka kedua matanya, Jaemin tersenyum dan mencium kening haechan, sedangkan dokter itu sendiri sedang fokus mengoperasi sesar perut haechan.
"Dad kalau nanti echan Ndak selamat gimana?" Ucap haechan lemah.
"Tidak usah berbicara yang aneh - aneh, kamu pasti selamat bersama anak kita nanti."
Suara bayi menangis membuat Ten dan Johnny saling bertatapan, wajah mereka tidak bisa berbohong karena mereka sangat senang.
"Kamu berhasil sayang.."
"Dad ... Echan boleh tidur?"
Jaemin menoleh kearah dokter yang tengah mengambil benang untuk kembali menjahit perut haechan.
"Jangan tertidur nak, setelah saya selesai menjahitnya kamu boleh tidur."
"Saya harus cepat menjahitnya, karena tubuh pasien semakin melemah mungkin sebab umur yang belum mencukupi untuk melahirkan seorang anak."
Jaemin speechless ditempatnya berdiri, menggenggam erat tangan lemah haechan mencium punggung tangan itu beberapa kali.
Peluh membanjiri tubuh haechan keringat kembali menetes dari dahi haechan, dan Jaemin segera mengelapnya, mengusap rambut haechan.
Sedangkan bayi mungil yang sudah dibersihkan dan dibalut dengan tapih itu sudah berada didalam gendongan Ten.
"Selesai."
Mereka semua bernafas lega, "cepat bawa keruangan lain sekarang." Sang suster mengangguk.
Mendorong ranjang yang haechan tiduri itu menuju kearah ruangan yang sudah disiapkan. Ten dan Johnny terkejut saat melihat para suster mendorong ranjang haechan keluar.
Diikuti Jaemin dibelakang, Ten menahan tangan Jaemin saat melewatinya begitu saja. Jaemin menoleh kearah Ten dengan tatapan khawatir.
"Anakmu."
Netra Jaemin turun kearah tangan Ten yang sedang menggendong bayi mungil itu, Jaemin menangis bahagia matanya berbinar haru.
Ten menyerahkan bayi itu kearah Jaemin, dengan kaku Jaemin menerimanya. "Dia sangat tampan jaem seperti dirimu." Jaemin tertawa kecil dengan air mata yang mengalir.
Ia masih tidak percaya bahwa sekarang dirinya sudah menjadi seorang ayah. "Welcome Jisung.." bisik Jaemin pelan, entah bagaimana seketika bayi mungil itu tersenyum dalam tidurnya.
Johnny menyadarinya begitupula dengan Ten, "apa yang kau bisikan sehingga bayi tampan itu tersenyum?" Tanya Johnny dengan heran.
Jaemin tertawa. "Mungkin anakku suka dengan nama yang aku berikan.." Ten mengusap pipi kemerahan cucunya itu.
"Benarkah?"
Jaemin hanya tersenyum. "Siapa nama yang kau berikan?." Tanya Ten.
"Jisung."
Ten dan Johnny saling melirik dengan senyuman hangatnya.
"Na Jisung." Ucap mereka berdua berbarengan, Jaemin menatap kearah kakaknya dan Ten bergantian.
Lalu senyumnya mengembang, mengangguk kecil. "Benar... Na Jisung."
Tbc
ⁿαιΙςυΝδ