Berseluk || 18

8 6 3
                                    





Berseluk

Rafael yang sedari tadi terus diikuti Rigel dari belakang pun sangatlah risih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rafael yang sedari tadi terus diikuti Rigel dari belakang pun sangatlah risih.

"Kenapa Anda mengikuti saya? Bukankah seharusnya kita berpencar?" tanya Rafael.

"Gak usah banyak nanya," jawab Rigel ketus

"Memangnya peran Anda apa?" tanya Rafael lagi.

"Belum liat,"

Sebenarnya, Rigel sudah melihat perannya terlebih dahulu di ruang bawah tanah tadi. Dia mengikuti Rafael sebab perannya juga membosankan.











Arka sudah putus asa mencari keran air di rumah bak istana ini. Sudah segala tempat dia mencari, tetapi tidak ada tanda-tanda di mana senjatanya berada.

Tiba-tiba Arka teringat sesuatu.

"Apakah keran air tersebut bukan di rumah Rigel? Atau jangan-jangan, yang dimaksud petunjuk ini bukanlah keran air?" tanya Arka dalam hati.

Arka kembali menyalakan alat navigasinya dan membaca ulang petunjuk tersebut.

Air berhenti
Dalam kesunyian
Kediaman yang sepi
Dalam kekeruhan

"Dalam kesunyian...Kediaman yang sepi...," baca Arka.

"Apakah tempat itu sangat terpencil, sehingga membuatnya sangat sepi. Dalam kekeruhan...,"

"Kekeruhan..? Apakah itu wastafel yang memiliki genangan air keruh?" tanya Arka lagi.

"Ah, entahlah!" kesal Arka sambil mengacak-acakan rambutnya.

Arka memutuskan keluar dari rumah Rigel untuk menghirup udara sejuk.

Begitu dia keluar, terlihat sebuah air mancur yang sudah usang dan tidak lagi bekerja.

"Sejak kapan air mancur ada di rumah Ri-..., Astaga jangan-jangan di sini tempat senjata ku berada!" pikir Arka.

Arka dengan cepat mendekati air mancur tersebut dan mulai memanjat batu yang merupakan fondasi dari air mancurnya. Terlihat sebuah rotan di cawan yang biasanya penuh dengan air.

"Apanya yang keruh?! Air saja sudah gak ada," ngoceh Arka.

Arka segera mengambil rotan tersebut dan turun dari batu fondasi itu. Baru saja dia ingin masuk kembali ke rumah Rigel, seorang kumuh menghampirinya.

"Wah...mangsa baru lagi! Lagi ngapain kamu?" tanya orang itu sambil memegang sepeda yang sudah kehilangan roda.

"Apakah kamu yakin, bisa mengalahkanku dengan sepeda rusakmu itu?" tanya Arka menantang sambil memegang rotannya dengan percaya diri.

"Jangan meremehkanku kawan! Sepeda rusak ini sangatlah kuat! Kalau saja player sialan itu tidak merusaknya, mungkin mereka sudah mati sekarang," ngoceh pemuda.

"Ah, kelamaan kamu!" jawab Arka diikuti oleh pukulan rotan ke paha pemuda itu.

"Aduh!" rintih pemuda itu kesakitan.

"Wah...apakah rotan ini sekuat itu?" tanya Arka dalam hati.

Tiba-tiba, pemuda itu melempar sepeda rusaknya ke arah Arka. Tapi Arka tidak bisa menghindar,  karena dia tidak pernah berkelahi sebelumnya.

Arka yang jatuh pun segera berpikir,
"Aku tidak akan bisa melawan pemuda ini dengan kekuatan fisikku! Aku harus menggunakan otak cerdasku!" ucap Arka dalam hati.

Tiba-tiba saja, cerita Rigel dan Vega saat dikejar raksasa itu muncul dalam benaknya.

"Benar! Kita tidak bisa membunuh player lain dengan senjata bukan milik kita," seru Arka dalam hati.

Dengan cepat, Arka langsung berdiri mengambil sepeda rusak itu dan dilemparnya ke arah pemuda itu. Sesuai dugaan, sepeda itu pun langsung musnah seketika. Melihat senjata pemuda itu sudah musnah, Arka menghela napas lega.

Mungkin bagi Arka, ini adalah kemenangan, tetapi tidak dengan pemuda itu. Kini, ia hanya berjarak 3 langkah dari posisi Arka berdiri. Pertarungan akan segera berlanjut.

Apakah Arka bisa menang dalam pertarungan kali ini?

BerselukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang