Epilog

1.8K 180 40
                                    

Sepi, itu yang Delta dengar ketika memasuki ruang luas ciptaan Tuhan yang menjadi saksi atas kepergian Dikta. Kakek yang menemukan jasad Dikta adalah orang yang sama yang menyelamatkan Linggara. Dan laki-laki tua itu tersenyum penuh arti ketika Delta datang dengan membawa bingkisan di tangannya tadi pagi.

Ia merasa memiliki hutang dengan Kakek, ia adalah sosok yang dengan baiknya memakamkan Dikta dengan layak. Delta bahkan tidak bisa berfikir bagaimana sosok Kakek yang sudah renta melakukan hal itu seorang diri.

"Kamu jangan ngelamun di sini, Kakek bisa repot kalau tiba-tiba kesurupan." Kata Kakek itu dengan sudut bibir yang tertarik ke atas. Delta yang duduk di samping gundukan tanah menoleh, ia terlalu sibuk dengan pikirannya sampai ia melupakan adanya Kakek yang berdiri di sampingnya.

"Saya nggak ngelamun, Kek." Kakek tersenyum simpul ketika netranya kembali menatap gundukan tanah yang kini tak lagi gersang dan dipenuhi dengan rumput seperti biasanya. Bunga-bunga harum yang Delta bawa dari rumah ternyata membuat makam Dikta tidak terlihat menyeramkan.

Dan satu lagi yang membuat laki-laki tua itu tersenyum adalah, nisan itu kini sudah sudah terisi nama Dikta. Itu membuatnya tersenyum dengan lega.

"Nak bagus, siapa nama kamu? Delta, iya 'kan?" Delta menatap Kakek. Ia mengangguk.

"Kamu mau tahu, Kakek nggak ingat nama sendiri." Delta menatap Kakek dengan Lamat, ia tidak tahu apa yang telah terjadi dalam tatapan kelam dan seja itu.

"Kakek itu orang dulu yang nggak bisa baca tulis. Tapi beruntung bisa menikah sama wanita yang berpendidikan. Dia bisa menulis, bisa baca. Dulu dia tersenyum sambil menulis nama Kakek pada dinding kayu yang sudah usang. Dia sering menuliskan sesuatu yang Kakek tidak pahami. Dan suatu hari dia pergi. Tidak akan pernah bisa kembali." Tatapan itu menjadi sendu. Delta, mengusap bahu ringkih Kakek.

"Kakek merasa bernasib sama seperti saudara kamu. Tidak bernama. Tapi syukurlah sekarang keluarganya bisa kemari dan menuliskan namanya. Kini Kakek juga merasa perlu ingat nama sendiri. Kamu ... bisa bantu Kakek?" Delta mengangguk. Kemudian dari balik sakunya, Kakek mengeluarkan sebuah kertas lusuh dan terlihat usang, terlipat dengan rapi walau kertasnya mulai kecoklatan.

"Bacakan nama Kakek, siapa tahu kalau nanti orang-orang di sini juga lupa, maka kamu yang akan menamai nisan Kakek nantinya." Delta menerima kertas itu dengan tangan gemetar. Membuka lipatannya secara perlahan.

"Tresno gumintang ing dada, lan umur gumantung ingkang Sang Kuasa. 1997, dari Lastri untuk Krama."

🍁🍁🍁

Jeremi dan Ronata adalah satu dari sekian banyak pasangan yang mengalami keretakan hingga keduanya berpisah cukup lama. Mereka tidak tahu, bahwa rasa jenuh memang datang pada setiap pasangan yang ada di dunia. Hanya saja, beberapa dari mereka mengatakan bahwa keduanya tak lagi cocok untuk bersama, tak lagi bisa saling melengkapi, dan selalu membandingkan apa yang ada di depan kita dengan orang lain di luar sana. Dan mereka adalah salah satunya.

Keduanya dipertemukan pada sebuah warung kecil di pinggir jalan waktu mereka kuliah. Lalu kemudian, keduanya sering bertemu dan menjadi sangat dekat dalam kurun waktu 3 tahun. Setelah banyak pertimbangan, mereka memutuskan menikah setelah keduanya lulus kuliah dan punya pekerjaan masing-masing. Dan dari sanalah nama Arjuna yang indah dan menawan tersemat pada dua buah hati mereka. Arjuna Renanda Fajar dan Arjuna Linggara Senja.

Dua Arjuna✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang