Di sela sakit yang yang Lin rasakan sekarang, ia masih bisa merasakan bahwa pusing ini membawanya pada gelap. Dia sama sekali tak bisa melihat apapun, tiba-tiba rasa takut yang tak berkesudahan muncul. Membuatnya menyerukan nama siapapun yang ia kenal, tapi tak ada satupun yang dapat ia dengar selain gema suaranya yang memudar.
Lin akhirnya menyerah untuk berteriak, ia terduduk sambil menyembunyikan tangisnya pada gelap di sekitarnya dengan lengan.
"Kak Renan … Lin takut gelap … Lin takut kalian nggak akan datang ..." Lirihnya. Ia yakin merasa sendirian dalam ruangan gelap itu, namun beberapa saat kemudian ia bisa merasakan sebuah jari-jari yang hangat menyentuh pundaknya. Dan ketika Lin menoleh untuk memastikan siapa yang ada di dekatnya, ruang gelap itu berubah menjadi terang. Seakan malam telah terlewat, dan berganti siang hanya dalam beberapa detik.
Cahaya matahari yang menembus ranting-ranting tinggi membuatnya merasa silau ketika melihat sosok yang kini tersenyum ramah padanya. Saat itu, semua rasa takut telah hilang bersama dengan gelap. Harapan perlahan muncul bersama dengan sosok remaja yang lebih tinggi darinya beberapa senti. Remaja itu mengerjap pada Lin.
"Hai …" sapanya. "Jangan takut, aku akan menemanimu. Oke?" Lin bisa mendengar suara ramah itu ditunjukkan padanya. Ia masih diam tak melakukan apa-apa. Ia membeku seperti sebuah air yang bertemu dengan udara dingin yang ekstrim. Dia bisa merasakan angin yang melewati keduanya, membuat rambutnya bergoyang kesana-kemari mengikuti hembusannya. Saat itu yang bisa Lin lakukan hanyalah pasrah dengan apa yang remaja tersebut lakukan. Menarik tangannya untuk pergi ke sebuah tempat.
Remaja itu nampak tak asing ketika tersenyum. Dan di saat bersamaan ia merasa seperti berada di dekat seorang yang ia kenal, Delta.
"Tunggu! Siapa …" Lin menghentikan langkahnya. Membuat remaja di hadapannya juga berhenti, dan seketika melihat dirinya.
"Aku Dikta," remaja itu menjeda kalimatnya. Sedangkan Lin ia kembali dikejutkan dengan kenyataan bahwa orang di hadapannya ini adalah Dikta, seorang yang hilang dan menjadi luka untuk banyak orang. "Kenal, ‘kan?""Dikta, ayo kembali ke rumah. Banyak yang sedih sejak kamu nggak ada, banyak yang terluka saat kamu nggak di sekitar mereka. Dan … Delta juga banyak berubah." Lin memegang tangannya, menatapnya dengan penuh harap. Tapi remaja itu hanya menggeleng sambil tersenyum. Lantas mengatakan, "Aku nggak akan bisa kembali pada mereka … tapi aku akan mengantarmu." Lin menggeleng kuat.
"Nggak, kamu juga harus pulang! Delta nunggu kamu sejak lama—" Dikta menggeleng. "Delta nggak perlu nunggu aku, karena sekarang dia akan menunggu orang yang pasti kembali. Dan itu kamu, Arjuna Linggara Senja."
🍁🍁🍁
Renan tidak tidur semalaman, terlihat dari lingkaran hitam yang menghiasi matanya. Ia tidak bisa berfikir dengan jernih ketika mengingat Lin. Bagaimana jika adiknya itu di culik atau semacamnya?! Bagaimana jika semalam Lin berada di tempat yang gelap dan tengah ketakutan menunggunya menjemput?!
Bakan hingga pagi menjelang, Renan masih ada di teras rumah. Menunggu jika adiknya itu akan kembali maka dia yang akan pertama kali memeluknya dengan erat. Tapi, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda bahwa adiknya akan kembali. Hanya senyap yang berhasil ia temui selama semalaman setelah bertanya pada beberapa tetangga di kompleksnya, tapi tetap tidak ada yang tahu di mana keberadaan Linggara.
Renan tidak tahu, bahwa ada orang lain yang merasa khawatir dengan Linggara lebih darinya. Ronata bahkan menggigit bibirnya hingga berdarah kala melihat jam dinding sudah menujukkan pukul 7 pagi dan anak bungsunya belum kunjung kembali. Ia merasa ada yang tidak benar dengan hal ini.
Dia tidak pernah membiarkan Renan menginap di rumah temannya kecuali ketika ada kepentingan kelompok atau semacamnya di sekolah. Jam satu dini hari, Ronata belum kunjung tertidur. Ia mash mengawasi Renan yang berada di teras rumah, memandangi gerbang dengan tatapan kosong. Dan ketika wanita itu merasa lelah, ia berhasil tertidur kurang lebih 10 menit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Arjuna✓
Fiksi RemajaLinggara tak pernah menyangka ada kehidupan serumit hidupnya. Sosok ayah yang misterius membuat harinya dipenuhi dengan tanda tanya yang tak dapat dijawab siapapun. Ketika ia merasa sedih kala sang ayah mudah tersulut emosi, disaat yang sama ia mera...