Dua hari lagi, perlombaan akan dilaksanakan. Perayaan hari ulang tahun sekolah kali ini cukup mengesankan, karena beberapa hiasan seperti bendera warna-warni juga sudah terlihat dibeberapa sudut sekolah. Tapi, yang Lin pikirkan saat ini bukan soal kelasnya yang akan bersaing dengan kelas lain. Tapi suara ayah yang mengatakan dengan senyuman sendu kembali melintas dalam benaknya, percakapan antara ayah dan bunda di telpon pagi tadi. Dan kini suara-suara itu menusuk gendang telinganya, "Jika aku bukan lagi laki-laki yang kamu cintai, maka berikan seluruh cintamu untuk anak-anak kita. Dan jika aku bukan ayah yang baik, maka jadilah ibu berhati malaikat yang bisa menjadi sandaran ketika mereka terluka." Masih dia ingat dengan jelas suara ayah pagi itu. Dan Bunda hanya menjawab dengan singkat, "Tentu saja!"
Disaat bersamaan ia kembali mendapatkan separuh dunianya, dan juga merasa tidak rela ayahnya mengatakan hal itu. Seolah dia adalah orang yang paling bersalah dalam masalah keluarga mereka. Dan satu pertanyaan yang ingin ia ungkap sejak kemarin, bisakah dia tinggal di rumah Bunda?!
"Hoi, lo ngapain bengong ditengah jalan kaya gitu?!"Juan datang dengan gaya kerennya. Mengibaskan rambut tepat di depan Lin yang mulai menyadari keberadaannya. Tapi anak itu malah mempautkan bibirnya.
"Nggak usah kibas kibas rambut, cuma pakek minyak rambut doang bangga! Udah nggak keramas berapa hari kamu?!" Cibirnya sambil melangkahkan kaki ke dalam halaman sekolah.
"Enak aja lo ngomong! Eh, tapi kok tahu gue belum keramas lima hari?!"
"Pantesan bau kutu!"
"Bocah sableng!" Tidak ada yang peduli dengan perdebatan antara Lin Dan Juan pagi itu. Tapi ada dua pasang mata yang mengamati keduanya dari kejauhan, hingga salah satunya membuka percakapan.
"Eh, MIPA 4 udah punya pawang baru!" Kata salah satu dari mereka. Dan satu yang lain hanya tersenyum tipis.
"Tapi nggak akan sama seperti Dikta."
🍁🍁🍁
"Lombanya tinggal dua hari lagi, aku nggak mau ngomong banyak hal tentang persiapan kita yang sudah disusun sedemikian rupa oleh pengurus kelas dan tentunya Bang Roy yang ganteng rupawan. Iya nggak?" Roy terkekeh mendengar Lin selalu mengejeknya setiap kali bicara di depan kelas. Tapi jujur saja, itu membuat kelas kembali menemukan warna baru.
"Dan, aku mau ngucapin banyak banget terima kasih untuk kalian yang mau ikut dalam ajang hati Senin mendatang. Dan yang lain ngurus mading buat kelas. Kalaupun kita nggak menang, it's okay. Sekolah bukan hanya ajang perlombaan, tapi juga tempat untuk kita belajar. Entah itu belajar dari kekalahan, atau kesalahan kita di waktu yang lalu. Selamat berjuang buat kalian!" Semua bersorak kala mendengar kalimat terakhir.
"Baron, kamu harus jaga kondisi kesehatan sama suara. Jangan minum minuman soda atau sejenisnya kalau bisa. Bang Roy dan tim juga. Kalian harus jaga kesehatan, jangan sampai ada cidera saat nanti kita di lapangan. Juan sama Delta juga, jangan lupa belajar!"
"Ck, yang lain disuruh buat jaga kesehatan, jaga suara. Lah gue sama Delta doang yang disuruh belajar!"
"Ya udah, Juan ... sehat-sehat ya? Udah puas?!"
"Nggak ikhlas amat lo sama gue!"
Kemudian kelas kembali dalam keadaan ramai. Penuh dengan suara penyemangat dari mereka yang tidak berjuang di garis depan. Suara pertikaian antara Lin dengan Juan juga membuat kelas semakin hidup. Delta tidak tahu, sejak kapan ia mulai menikmati suasana ini kembali.
"Sabtu ini, kita hari terakhir latihan. Untuk besok istirahat kita buat hari Senin mendatang. Kalaupun latihan, jangan memforsir diri. Kita bener-bener harus punya tenaga untuk pertempuran kita lusa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Arjuna✓
Novela JuvenilLinggara tak pernah menyangka ada kehidupan serumit hidupnya. Sosok ayah yang misterius membuat harinya dipenuhi dengan tanda tanya yang tak dapat dijawab siapapun. Ketika ia merasa sedih kala sang ayah mudah tersulut emosi, disaat yang sama ia mera...