Sore itu, Ronata punya satu alasan untuk membuatnya tersenyum. Melupakan pertengkarannya dengan Linggara kemarin malam. Dia agaknya terlalu berharap pada Jeremi yang bahkan tidak pernah memintanya untuk kembali. Karena kini, ia berhak untuk kembali mengisi kekosongan yang dulu pernah diisi oleh Jeremi.
Dewa, seorang teman yang sudah lama menyatakan perasaan padanya. Sudah lama ia gantungkan kepastian demi mendengar Jeremi memintanya kembali. Hingga ia sadar, mereka memang tidak bisa bersatu kembali.
Ting ... tong ...
Suara bel rumah terdengar, membuat Ronata melangkahkan kakinya ke depan pintu utama. Membuat sosok laki-laki dan remaja di belakangnya terlonjak kaget karena wanita itu tiba-tiba membuka pintu dan menampakkan senyum cerah di wajahnya. Ronata bahagia, ia bisa tersenyum tanpa ada tekanan sedikitpun. Dia bisa bernafas lega, tanpa ada hal yang perlu ia takutkan seperti ketika ia bersama dengan Linggara.
"Wah, udah lama banget kita nggak ketemu. Apa kabar?" Sapa Ronata, menatap Dewa yang masih mengulas senyum ke arahnya, melupakan atensi sang anak yang kini bahkan merasa terganggu.
"Kamu makin cantik, ehem ... ini Ananta."
"Kamu Ananta?! Kamu udah besar sekarang, dulu ayah kamu bilang tinggi badanmu cuma sepinggang. Sekarang kelihatannya sama sama ayahmu." Ronata berbasa-basi. Mencoba untuk mencairkan suasana beku karena raut wajah Ananta yang sama sekali tidak tertarik dengan percakapan mereka.
Ronata mempersilahkan Dewa dan Ananta masuk ke dalam. Menyuruhnya menunggu di ruang tengah sembari menunggu Ronata menyiapkan minuman untuk mereka.
"Gimana menurut kamu? Dia cantik, 'kan?" tanya Dewa sambil berbisik. Ananta hanya mengangguk lemah. Tidak tertarik untuk terlibat lebih jauh tentang hubungan mereka. Biarlah ayahnya menikah dengan siapa saja, asalkan dia adalah wanita baik-baik yang bisa diajak untuk berkomitmen.
"Ayah tahu? Anaknya salah satu most wanted di sekolah. Ditambah, dia tidak suka denganku karena beberapa hal. Ayah yakin, hubungan kalian bakal direstui?" Dewa hanya tersenyum.
"Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan dengan uang dan kekuasaan. Salah satunya adalah restu dari anaknya. Dia nggak akan bisa melawan ayah."
"Semoga saja. Tante itu kelihatan baik, aku harap ayah bukan cuma mempermainkan hati wanita sepertinya." Dewa tidak membalas. Ia hanya tersenyum ketika mendapati anaknya sudah tahu tentang hal macam ini. Keduanya kembali terdiam. Seperti ada jarak yang kembali memisahkan ketika keduanya tak memiliki sesuatu untuk diungkapkan. Tapi, keheningan itu kembali berputar di sekeliling ruangan ketika pintu utama kembali bergerak karena pergerakan seseorang. Renan terdiam ketika melihat dua orang asing duduk di sofa ruang tengah. Begitu pula dengan sosok remaja di belakangnya.
Wajah pucatnya masih terlihat dengan jelas. Dia menatap bingung ke arah Dewa, mencoba untuk mengerti keadaan yang ada. Rasanya, suara Delta bisa kembali ia dengar.
"Hati-hati dengan Ananta. Kalau bisa, jangan pernah satu ruangan dengannya."
Entahlah karena apa, tapi sejak keduanya pergi dari toilet dan bertemu dengan Ananta tak jauh dari tempat Lin terduduk, Delta sempat berlaku aneh. Ia terus memandang sosok Ananta yang masih berdiri mematung ketika keduanya pergi dari tempat itu.
"Lo ..." belum selesai Renan mengucapkan kalimatnya, Ronata datang dengan dua gelas minuman dingin di atas nampan.
"K-kalian udah pulang?" Jangan buat Renan dan Lin kembali bertanya-tanya. Saat itu, Dewa dan Ronata mengatakan hubungan keduanya, lebih dari teman biasa.
🍁🍁🍁
"Renan udah bilang, kalau Bunda nggak bisa milih pasangan gitu aja! Apalagi tanpa seijin Renan!" Renan yang kelewat emosi melemparkan tas di atas ranjang dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Arjuna✓
Novela JuvenilLinggara tak pernah menyangka ada kehidupan serumit hidupnya. Sosok ayah yang misterius membuat harinya dipenuhi dengan tanda tanya yang tak dapat dijawab siapapun. Ketika ia merasa sedih kala sang ayah mudah tersulut emosi, disaat yang sama ia mera...