Senin telah berakhir, seperti matahari yang tenggelam untuk kembali bersinar esok hari, mereka juga terlihat lelah setelah berjuang segenap hati. Semangat yang telah lama hilang kini sudah kembali, bersama dengan datangnya sosok remaja bernama Linggara. Roy dan tim langsung pulang setelah permainan basket berakhir. Didetik-detik terakhir, mereka sudah terlampau lelah untuk melawan lawan. Beberapa kali Roy ambruk di tengah lapangan karena hilang keseimbangan. Tapi syukurlah mereka membawa juara dua dalam permainan basket tersebut.
Beda lagi dengan Sari dan Dekka yang mengurus Mading kelas. Bu Kartika, guru yang menilai mading mereka agaknya telah jatuh hati pada sikap anak-anak didiknya itu. Nilai paling tinggi ia sematkan pada baris dan kolom penilaian untuk kelas tersebut. Mendengar bahwa nama Dikta tidak dilupakan di tempat itu membuatnya kagum, penjelasan mereka memang lebih mirip keluhan daripada presentasi semata. Tapi, hal itu yang membuat Bu Kartika paham bahwa anak-anak ini sedang mengalami tekanan karena sikap para guru yang suka membandingkan dan selektif terhadap siswa-siswinya.
Perihal Lin, Juan, dan Delta jangan ditanyakan lagi. Mereka menang dengan telak, mengalahkan tim lawan dengan mudah. Apalagi mereka sengaja mengalah untuk satu soal, yang berhasil di jawab tim Ananta. Dari 30 soal, tim Lin bisa menjawab 29 diantaranya. Ternyata tidak sia-sia dia mengumpulkan modul selama dua hari dua malam untuk mereka.
Hari Selasa, merupakan hari untuk ajang band antar kelas dan sekaligus pengumuman kejuaraan setiap bidang perlombaan. Baron terlihat sangat gugup di samping panggung, bersama Rizki dan Devi yang memperhatikannya.
"Lo tenang aja, rileks. Anggap orang-orang di depan lo batu semua!" Rizki mulai menenangkan.
"Gimana mau anggap mereka batu, orang mereka bisa ngomong, nafas sama gerak!" Keluh Baron. Rizki mulai memperhatikan sekitar, mencari keberadaan Lin yang mungkin saja bisa menenangkan Baron. Berbeda dengan Devi yang sedari tadi ke sana kemari mencari sesuatu.
"Kenapa Dev?" Devi menghela nafasnya.
"Itu panitia gimana sih?! Kemarin kita kan udah bilang alat musiknya butuh gitar sama ukulele. Tapi ternyata sekarang ukulele nggak ada, mereka juga gak bilang apa-apa lagi sebelumnya!!" Devi terlihat panik. Begitu pula dengan Rizki dan Baron yang kini terkejut mendengar penuturan mereka.
"Kenapa?" Lin datang dengan Delta di sampingnya.
"Lin, ini gimana?! Kemarin gue sama Rizki udah bilang sama panitia, alat musik yang dibutuhkan adalah gitar sama ukulele. Tapi tadi baru aja mereka bilang ukulelenya nggak ada!" Lin menghela nafas.
"Kalau ganti alat musik, bisa?"
"Terus latihan kita kemarin gimana?! Pastinya beda sama persiapan kita dari kemarin." Delta melirik gitar yang banyak berjejer di samping panggung untuk peserta. Kemudian ia mengambil dua gitar akustik, sebelum melangkah pergi dari sana.
"Masih ada beberapa menit sebelum perlombaannya dimulai. Kita masih punya kesempatan." Katanya. Empat orang dibelakang saling tatap. Sebelum mengikuti langkah Delta dari belakang.
Mereka tidak tahu, bahwa kesalahan itu memang disengaja. Ada sosok Ananta yang dendam dengan mereka. Posisinya sebagai ketua OSIS memudahkannya untuk melakukan apa saja yang ia mau. Ternyata ia salah telah meremehkan kelas itu.
🍁🍁🍁
Tepuk tangan para penonton ternyata cukup membuat gendang telinga menjadi berdenging. Contohnya Roy yang kini tidak bisa mendengar apa-apa selain suara mereka, berteriak di tengah-tengah kerumunan. Mendukung masing-masing dari kelas mereka berharap bisa tampil dengan memukau dan menjadi juara.
Karena itu, Roy terpaksa menyeret Juan yang ada di sampingnya untuk menjauh dari kerumunan. Mungkin, mereka akan menonton dari jauh.
"Selanjutnya, penampilan dari kelas XI MIPA 4. Harap sekarang naik ke atas panggung" sang MC meminta mereka untuk naik panggung. Tapi hanya hening tiba-tiba yang membuat semua orang menjadi heran. Sosok Rizki, Devi dan Baron tidak ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Arjuna✓
Ficção AdolescenteLinggara tak pernah menyangka ada kehidupan serumit hidupnya. Sosok ayah yang misterius membuat harinya dipenuhi dengan tanda tanya yang tak dapat dijawab siapapun. Ketika ia merasa sedih kala sang ayah mudah tersulut emosi, disaat yang sama ia mera...