DUA PULUH: CANGGUNG

2 1 0
                                    

"Itu bukannya Liana?" tanya Risha membuat Nara langsung menoleh ke belakang.

"Oh, iya, itu dia sama mamanya," jawab Nara santai dan kembali menghadap ke arah Risha.

"Bukannya lo bilang dia jalan sama Aditya?" tanya Risha lagi dengan wajah bingung. Nara baru saja sadar kalau kemarin dia bohong.

"Iya, kemarin gue bohong," jawab Nara masih santai membuat Risha terbelalak karena kaget. Yang membuatnya kaget bukan karena Nara membohonginya, tapi karena nada bicara Nara yang terlalu santai mengakui kebohongannya.

"Kenapa lo bohong?" 

Bukannya menjawab pertanyaan Risha, Nara justru menatap Risha dengan tatapan yang sulit diartikan. Sedetik, dua detik, Risha masih menunggu jawaban Nara, tapi Nara tetap menatapnya dengan wajah serius. Risha tidak nyaman dengan tatapan Nara yang seperti itu, karena selalu membuat hatinya merasa tidak tenang.

"Permisi, ini makanannya," ucap seorang pelayan yang mengantarkan makanan mereka sehingga membuyarkan situasi tegang di antara mereka.

"Makanannya sudah semua, ya?" tanya pelayan itu memastikan. Nara dan Risha hanya mengangguk mempersilakan pelayan itu untuk pergi.

Situasi tiba-tiba menjadi canggung. Risha mengambil sumpitnya dan mulai menikmati makanannya. Ia tidak berani menatap Nara karena masih terasa canggung. Saat ia sudah makan beberapa suap, Risha mencoba memberanikan diri untuk melirik Nara yang ada di depannya dan betapa terkejutnya ia ketika tahu bahwa Nara masih menatapnya dengan tatapan serius.

Duh, gue kok jadi deg-degan gini, sih. Sialan emang si Nara. Risha mengumpat dalam hati sambil terus memakan makanannya tanpa berani mendongakkan wajahnya.

"Hei, kalian di sini juga?" sapa sebuah suara yang membuat Risha dan Nara menoleh ke sumber suara. Risha merasa lega karena ada yang menginterupsi Nara, tapi Nara malah mendesah pelan.

"Iya, nemenin Nara beliin kado buat ponakannya yang baru lahir," jawab Risha sambil tersenyum pada Liana yang sedang berdiri di samping meja mereka. "Lo ngapain di sini?" tanya Risha balik.

"Oh, gue nemenin nyokap belanja bulanan," jawab Liana sambil tersenyum sopan. "Lo kok gak cerita kalo Kak Diandra lahiran, kan kita bisa beli kado bareng?" sambung Liana pada Nara membuat Risha sedikit mengernyit, seperti ada yang menggores hatinya.

"Karena gue pingin sekalian jalan sama Risha," jawab Nara tenang. Kini tatapan serius itu beralih pada Liana dan kini hati Liana yang rasanya tertusuk. Meski begitu Liana tetap berusaha tersenyum.

"Ih, kok lo gitu, sih? Gue sama Ditya aja kalo jalan selalu ngajakin lo. Kok lo jalan berdua aja nggak ngajakin kita-kita?" Liana mencoba bersikap biasa dan seolah merajuk.

"Gue gak keberatan kok kalo lo mau jalan berdua aja sama Ditya tanpa ngajak gue." Nada bicara Nara masih tetap serius, begitu juga raut mukanya. Sikap Nara yang di luar dugaan ini membuat Liana salah tingkah dan merasa tidak diharapkan di tempat itu. Liana terdiam, tidak tahu harus bicara apa lagi pada Nara. Sementara Risha yang berada di tengah-tengah mereka juga jadi ikut tegang.

"Aa... haahahahaaa..." Kini Risha yang tertawa garing mencoba untuk mencairkan suasana tegang di antara Liana dan Nara.

"Nara nggak ngajakin kalian karena nggak mau ngerepotin kalian kok, lagian semua keperluan udah disiapin sama kak Aarav dan kak Diandra, jadi mending uangnya ditabung aja hehe..." Risha mencoba menengahi dan memberikan alasan.

"Oh, gitu..." Liana kembali mencoba tersenyum meski ia tahu bahwa alasan yang dikemukakan Risha bukanlah alasan yang sebenarnya. "Oke, gue balik ke tempat mama gue ya. Have fun!" Liana pun meninggalkan mereka berdua.

"Lo kenapa, sih? Udah nggak suka sama Liana?" tanya Risha pada Nara yang kini mulai menikmati makanannya.

"Hmmm..." Nara hanya menggumam.

"Lagi marah sama Liana?"

"Hmmm..."

"Atau marah sama Aditya?"

"Hmmm..."

"Apa sih ham hem ham hem?" Risha mulai kesal dengan jawaban Nara.

Nara meletakkan sumpitnya lalu menatap Risha dengan wajah lelah.

"Risha, bisa nggak hari ini kita nggak ngomongin Liana atau Aditya?" Risha yang awalnya kesal pada Nara kini malah khawatir karena Nara tampak lelah.

"Lo nggak papa?" tanya Risha dengan suara yang lebih lembut.

Suara Risha yang terdengar perhatian itu membuat hati Nara menghangat. Ia pun tersenyum tipis pada Risha. "Gue nggak papa," jawabnya. "Makan!" lanjutnya agar Risha melanjutkan makannya tanpa membahas apa-apa lagi.

---

Risha dan Nara baru saja keluar dari mall setelah nonton film. Mereka sedang berjalan menuju parkiran mobil.

"Nara, gue mau nanya serius deh." Risha memulai percakapan.

"Apa?"

"Lo tadi kenapa sama Liana?"

Nara menghentikan langkahnya tepat di depan pintu mobilnya. Nara diam untuk sesaat seperti akan menjawab pertanyaan Risha, tapi kemudian ia malah membuka pintu mobilnya. Risha pun ikut membuka pintu mobil lalu duduk di samping Nara. Risha masih menatap Nara serius, sedangkan Nara sedang fokus untuk menyalakan mesin mobilnya. Nara belum menjawab pertanyaan Risha bahkan sampai mobilnya keluar parkiran mall. Tapi Risha tetap menatap Nara dan menunggu jawabannya.

"Gue..." ucap Nara akhirnya. "Gue nggak tahu." Nara mengembuskan napasnya berat. "Gue masih sayang sama Liana." 

Risha kembali mengernyit karena sekali lagi ia merasa ada yang menggores hatinya.

"Tapi gue juga marah sama dia. Gue nggak habis pikir, kenapa dia pacaran sama Ditya? Terus selama ini gue apa? Kenapa dia perhatian sama gue kalo dia nggak suka sama gue? Kenapa selama ini gue ngerasa dia juga sayang sama gue? Tapi kenapa akhirnya dia jadiannya sama Ditya?" Risha terdiam mendengar ucapan Nara. Risha menunduk, menyadari seberapa sedih perasaan Nara karena Liana.

"Apa semua cewek kayak gitu? Suka kasih harapan walaupun nggak ada perasaan?" tanya Nara pada Risha. Kini ia menghentikan mobilnya di tepi jalan.

"Lo tahu jawabannya," jawab Risha sambil tersenyum sedih. Yang membuat Risha sedih bukan pertanyaan-pertanyaan Nara, tapi karena saat ini ia merasa berada di posisi Nara. Ia merasa Nara memberikannya harapan dengan mengajaknya jalan berdua, tapi kemudian Nara menghempaskan harapan itu dengan mengatakan bahwa ia masih menyayangi Liana. Risha menggeleng sambil menertawakan dirinya sendiri, harusnya ia sadar, sejak awal memang hubungan mereka dibangun atas dasar kesepakatan dan harusnya ia tak boleh berharap.

"Nara..." Risha memanggil namanya dengan suara yang lembut. "Lo pingin tahu perasaan Liana? Atau lo pingin Liana jadi milik lo?" Kini Risha yang bertanya dengan serius dan menatap Nara dengan tatapan yang serius pula. Nara terdiam, menyadari tidak ada jawaban dari kedua pertanyaan tersebut di hatinya. Nara mulai sadar bahwa rentetan pertanyaan-pertanyaannya tadi hanyalah keluh-kesahnya, tapi tidak ada poinnya. Ia sadar, ia tidak lagi menginginkan Liana, dan tidak lagi peduli pada perasaan Liana.

Nara tidak menjawab apa-apa dan hanya membalas tatapan Risha dalam diam. Risha tidak tahu apakah Nara tidak ingin menjawabnya atau tidak tahu jawabannya. Yang jelas, apapun itu, Risha kecewa karena tidak mendapat jawaban. Setelah menghela napas, Risha menyandarkan punggungnya ke kursi mobil dan mengalihkan tatapannya ke jalan raya di depannya.

"Udah malem, kita pulang aja!"

---

PRETENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang