TIGA: THE TRUTH

66 9 0
                                    

Risha mendengus mengingat kejadian ketika istirahat tadi siang. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan perbuatan Nara. Ia sudah menjelaskan semuanya, tapi Nara seperti ingin tetap mempertahankannya sebagai pacar. Sekarang Risha tidak bisa mengelak lagi bahwa ia adalah pacar Nara. Perbuatan Nara tadi seolah mempertegas status mereka.

Sekali lagi Risha mendengus. Tapi berkat kejadian barusan, Risha sekarang juga tahu bahwa Nara tidak tulus berpacaran dengannya. Nara memanfaatkannya untuk suatu hal. Risha tidak tahu hal apa itu, tapi ia akan mencari tahu. Diam-diam Risha tersenyum miring memikirkan pembalasan yang akan ia lakukan pada Nara.

"Marisha!" Terdengar suara lantang dari guru Matematikanya, Bu Asti. Risha langsung tersadar dari lamunannya. Entah sudah berapa kali Bu Asti memanggilnya, tapi ia tidak mendengar. Ia malu sekali.

"I-iya, Bu!" Risha menyelipkan rambutnya ke belakang telinga kanannya karena gugup. Sejak tadi ia memang tidak memperhatikan gurunya karena beberapa siswa sedang menjawab soal dari Bu Asti di depan kelas.

"Ibu tahu kamu lagi kasmaran." Bu Asti berkacak pinggang di depan kelas. Beberapa siswa laki-laki sudah bersiul-siul sambil menertawakannya. Risha hanya menunduk sambil menyembunyikan wajah cemberutnya karena bahkan guru pun tahu tentang ia dan Nara. "Tapi bukan berarti kamu bisa melamun sambil senyum-senyum di jam saya," lanjut Bu Asti. Bu Asti sebenarnya adalah guru yang baik dan juga supel terhadap muridnya, tapi ia tetap akan menegur siswa yang tidak fokus pada jam pelajarannya.

"Saya nggak..."

"Kerjakan soal nomor empat dan lima di depan kelas!" potong Bu Asti sebelum Risha membela diri.

Risha berjalan ke depan kelas dengan setengah hati. Diamatinya soal nomor empat baik-baik. Ia mengangguk sedikit. Oke, ia menemukan cara untuk menyelesaikannya. Kemudian matanya beralih pada soal nomor lima. Risha membacanya sebentar. Ini udah dijelasin minggu lalu, batinnya. Sesaat kemudian ia mengambil spidol boardmarker dan menuliskan jawabannya di papan tulis.

Risha meletakkan kembali spidolnya setelah selesai mengerjakan soal-soal tersebut. Ia masih berdiri di samping papan tulis sambil menunduk, menunggu Bu Asti memeriksa hasil pekerjaannya.

"Oke, kamu boleh duduk," putus Bu Asti, dan Risha pun segera kembali dengan langkah ringan.

Hal inilah yang sering dikeluhkan para guru di kelas Risha. Risha sering sekali terlihat tidak fokus di dalam kelas, tapi ketika diberi soal atau pertanyaan ia berhasil menjawabnya dengan baik, membuat para guru tidak punya alasan untuk memarahinya karena tidak fokus. Meski begitu, nilai-nilai ujian Risha hanya masuk kategori good saja, tapi tidak excellent.

---

Bel pulang sekolah terdengar lebih nyaring dibandingkan jam pergantian pelajaran di telinga Risha. Ia segera merapikan buku-bukunya dan memasukkannya dalam tas. Bahkan tas punggungnya ia pakai sambil berjalan ke luar kelas.

Risha mulai tidak peduli dengan kasak-kusuk di sekitarnya lagi. Ia berjalan riang ke arah kelas Nara. Begitu sampai di samping pintu, Risha mengintip untuk memastikan guru sudah keluar. Nara menangkap bayangannya ketika sedang mengintip. Risha segera memasang senyum manis sambil melambai-lambaikan tangannya karena ternyata guru sudah keluar.

"Ada apa?" tanya Nara singkat sambil menautkan kedua alisnya karena Risha tampak ceria.

"Kok nanya 'Ada apa?' siiihh?" Risha membuat suaranya terdengar manja hingga Nara bergidik ngeri.

"Pulang bareng yuuuk!" Risha masih memanja-manjakan suaranya. Ia sendiri jijik mendengarnya. Tapi apa boleh buat? Demi balas dendam.

"Bukannya lo bawa sepeda?" kata Nara cepat, ingin segera mengakhiri pembicaraan mereka. Risha hanya tersenyum kaku. Matanya melirik ke atas, ke kanan, dan ke kiri memikirkan strategi selanjutnya.

PRETENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang