Risha menatap wajahnya di cermin. Pagi tadi ia bangun dengan mata sembab, ia pun segera mengompres matanya agar tidak ketahuan kalau habis menangis. Meski begitu matanya masih sedikit sembab, Risha pun terpaksa harus menutupinya dengan bedak yang sedikit lebih tebal. Setelah dirasa cukup untuk menyembunyikan mata sembabnya, Risha menyambar tasnya dan mengambil ponselnya yang ada di laci meja belajar. Risha terkejut melihat ada 26 panggilan tidak terjawab dari Nara. Ia pun membaca pesan dari Nara yang tak kalah banyak dengan jumlah panggilannya.
Nara:
Sha, udah sampe rumah?Sha, bales pliss...
Sha, kabarin gue kalo udah sampe rumah...
Risha, ini udah jam berapa? Lo udah sampe rumah belom?
Risha, gue telpon diangkat dong...
Sorry, tadi ada Liana...
Dia abis putus sama Ditya, gue juga kaget dia tiba-tiba ke rumah gue..Risha?
Risha...
Risha, gue kuatir sama lo. Kalo lo baca ini, buruan dibales...
Pesan terakhir pukul 11 malam. Setelah itu Nara berhenti menelepon dan mengirim pesan. Putus? batin Risha. Risha mengerutkan alisnya kemudian mengembuskan napas berat. Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya, tapi ia menahannya agar tidak sampai jatuh dengan mengipasi matanya. Ia tidak ingin matanya kembali sembab. Risha segera memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu berangkat ke sekolah.
---
"Risha!"
Risha terkejut mendengar seseorang menyerukan namanya ketika ia sedang meletakkan tasnya di atas kursi. Di pintu kelas ia melihat Nara yang sedang terengah seperti habis berlari. Nara menatapnya lurus sambil berjalan ke arah bangku mereka. Setelah duduk dan mengatur napas, Nara mulai membuka suara, "Semalem ke mana aja? Kenapa nggak angkat telepon gue? Kenapa nggak bales chat gue?" cecarnya.
"Semalem gue langsung ketiduran pas sampe rumah, jadi nggak tau lo nelpon sama chat gue," jawab Risha berbohong. Nara tampak mengembuskan napas lega. Risha sedikit merasa bersalah karena Nara tampak benar-benar khawatir padanya.
Tak lama kemudian, Liana masuk ke kelas dengan wajah lesu dan langkah gontai. Perhatian Risha dan Nara pun langsung teralih padanya, tapi mereka tidak mengatakan apapun. Mata mereka hanya terus mengikuti gerakan Liana sampai ia tiba di tempat duduknya. Mata Liana juga tampak sembab. Cih, emang pingin banget keliatan abis nangis gitu ya? Biar semua orang tau? Ga ada usaha banget sih buat nutupin. Yang semalem nangis tu bukan cuma lo doang, cemooh Risha dalam hati.
Setelah beberapa saat, barulah Aditya memasuki kelas. Aditya tampak biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa. Hanya saja wajahnya jadi terlihat sedikit lebih serius daripada biasanya. Aditya juga segera duduk di bangkunya tanpa mengatakan apapun.
"Mereka beneran putus?" tanya Risha pada Nara hanya dengan gerakan bibir tanpa suara. Nara menjawab dengan anggukan.
Tiba-tiba saja Liana berdiri dari tempat duduknya sambil kembali memakai ranselnya. Ia membalik tubuhnya menghadap Risha yang duduk di belakangnya.
"Sha, gue tuker tempat duduk dong!" pinta Liana dengan wajah memohon. Risha menunjuk dirinya sendiri dan Liana mengangguk. Risha pun menoleh ke arah Nara yang juga sedang menatapnya untuk meminta persetujuannya. Tapi setelah beberapa detik berlalu Nara hanya diam tak bereaksi membuat Risha kesal dan langsung mengambil ranselnya untuk bertukar tempat dengan Liana. Aditya yang mendengar suara Risha menjatuhkan tas di sampingnya sedikit terkejut dan menoleh. Ia kembali terkejut saat mengetahui Risha yang kini duduk di sampingnya. Tapi ia tak mengatakan apapun. Meski begitu Risha tahu bahwa ada gurat kekecewaan dan kesedihan di wajah Aditya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETENDING
Teen FictionRisha cuma pura-pura jadi fans Nara supaya punya banyak teman perempuan. Risha tidak ingin masa-masa SMA-nya berakhir seperti masa-masa SMP-nya yang tidak punya teman karena ia memiliki selera yang berbeda dengan teman-temannya. Karena sebagian besa...