SEPULUH: THE LAST NIGHT

36 4 2
                                    

Risha baru saja membuka pintu sebuah gedung pertemuan dan menemukan meja registrasi di samping pintu tersebut. Risha mengamati gedung itu setelah mengisi daftar hadir. Suasananya remang-remang dengan banyak lampu hias berwarna-warni. Satu-satunya tempat dengan cahaya benderang hanyalah di atas panggung di ujung sana. Di dinding-dinding gedung tersebut banyak tertempel foto-foto yang juga dihiasi lampu-lampu kecil berwarna kuning.

Tema acara perpisahan kelas XII tahun ini adalah glamor. Tanpa berpikir keras, Risha langsung saja menyambar salah satu dress miliknya tidak peduli apakah benar-benar sesuai tema atau tidak. Risha mengepang sebagian kecil rambut di sisi bagian kanan kepalanya dan mengikatnya dengan pita kecil yang senada dengan warna dress-nya, birel.

Risha melihat Aditya sudah mondar-mandir menggunakan setelan jas dan dasi kupu-kupu. Berkali-kali ia mengecek rundown acara dan jam tangannya, memastikan acara berjalan sesuai rencana. Ckckck... Cowok paling sibuk sedunia, Risha cuma geleng-geleng kepala. Ia tak habis pikir dengan pola pikir Aditya. Setiap hari, setiap saat, setiap event, Aditya selalu sibuk, selalu terlibat dalam setiap acara dan mengambil tanggung jawab di dalamnya. Risha hanya tidak mengerti, mengapa Aditya melakukan itu semua ketika ia tidak mendapatkan keuntungan apa-apa, capek iya.

Mata Risha kembali menjelajah ruangan. Ia berjalan pelan ke tengah kerumunan. Meski tersedia kursi di tengah ruangan, tapi para pemuda-pemudi kelebihan energi tersebut memilih berdiri atau berjalan keliling ruangan untuk sekedar mencari foto mereka di dinding dan menemukan kenangan mereka selama SMA. Risha merasakan ada beberapa orang yang berjalan melewatinya tapi tak ia pedulikan karena matanya masih menyusuri ruangan.

"Sha!" sapa seseorang dari arah jam 11. Risha menoleh, mendapati Nara dan Liana berdiri tak jauh darinya, sedangkan Liana melingkarkan tangannya di lengan kiri Nara. Risha hanya melirik sebentar dan tak berkomentar.

"Hm?" Risha merespon, seolah yang menyapanya itu hanya teman biasa, bukan pacar.

"Sorry, tadi gue bareng Nara soalnya Ditya berangkat duluan," sahut Liana sambil tersenyum tipis. Risha sangat tidak menyukai senyum itu. Liana mengenakan dress warna merah marun, sedangkan Nara mengenakan setelan jas dengan kemeja yang juga berwarna merah marun. Sebenarnya Liana memutuskan memakai gaun merah marun ketika mengetahui Nara memakai kemeja warna tersebut saat menjemputnya. Risha mengangkat alisnya, udah kayak couple aja mereka.

"Oh, nggak papa kok." Risha balas tersenyum hambar. "Oh ya, gue pinjem Nara bentar, ya?" Risha menarik lengan jas Nara. Mau tak mau Liana melepaskan gandengannya.

Saat mereka hanya berdua saja, tiba-tiba Risha menjentikkan jarinya. Nara sudah merasa tidak enak, punya ide apa lagi nih cewek?

"Ini kesempatan lo!" serunya membuat Nara mengernyit.

"Nih, malam ini Aditya pasti lagi sibuk banget. Dan gue, emm, gue mau nyari Kak Falco." Nara semakin mengernyit. Sadar bahwa Nara tidak menyukai idenya, Risha melanjutkan, "Lo nggak usah kuatir sama pendapat orang-orang, gelap gini. Liat aja tuh, mereka pada sibuk sama urusan masing-masing, ya kan?" Risha mencari pembenaran. Nara masih diam dan belum menghilangkan kernyitannya. Risha kembali memutar otak. "Lo sadar nggak sih kalo ini kesempatan langka? Liat, di saat Liana lagi dandan cantik, dan lo pun, yaa not bad laah, kalian bisa berdua aja!" Risha berpura-pura antusias. Ia melebarkan kedua matanya, menautkan kedua tangannya dan mengangguk-anggukkan kepalanya seolah memohon, "Please, malam ini gue pingin deket sama Kak Falco."

Nara membuang muka. Risha pun berpindah posisi agar Nara kembali melihatnya. "Lo tau nggak, kalo lo melewatkan kesempatan ini, lo nggak bakal dapat kesempatan ini lagi. Kenapa? Karena Kak Falco udah ke luar negeri."

PRETENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang