Nara tadi bercanda kan? Iyalah dia pasti bercanda, orang abis ngomong gitu langsung ngacir. Oke sip, gak usah dipikirin.
Meski dalam hati bicara begitu tapi saat ini Risha justru tidak bisa konsentrasi. Pelajaran Bahasa Indonesia sudah berlangsung 40 menit yang lalu tapi ia sama sekali tidak bisa menangkap apa yang diterangkan Pak Yoga. Risha meremas rambutnya frustasi.
Sejak insiden tadi siang di kantin, satu-persatu teman-teman perempuan Risha mengacuhkannya. Mereka hanya menjawab pendek pertanyaan dari Risha. Beberapa bahkan tidak mau lagi bicara dengan Risha. Risha ingin menjelaskan, tapi tidak ada yang mau dengar.
"Len, Cin, dengerin gue dulu deh." Risha mendekati Lena dan Cindy yang duduk sebangku. Lena dan Cindy hanya diam di tempat sambil menatapnya sinis.
"Nara tadi bercanda doang. Liat sendiri kan tadi dia langsung pergi," jelas Risha hampir putus asa.
"Ya iyalah dia langsung pergi, orang lo diemin doang. Malu kali, nembak cewek tapi malah didiemin," ucap Lena ketus.
"Ya terus gue mesti ngomong apa coba? 'Ya udah yuk kita jadian' gitu?" Lena dan Cindy langsung melotot mendengar penjelasannya. Risha menutup mulutnya karena merasa salah bicara. Ketika sedang emosi atau frustasi mulut Risha langsung kembali ke setting default ceplas-ceplos, tidak bisa di-setting custom menyesuaikan kondisi sekitar seperti biasanya.
"Udah yuk pulang," kata Cindy dengan nada jutek sambil menarik tangan Lena.
Seisi kelas sudah kosong dan Risha menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil berjalan berputar-putar. Entah bagaimana ia harus menjelaskan pada teman-temannya. Tidak mungkin dia mengatakan yang sesungguhnya kalau ia sebenarnya tidak suka pada Nara. Dia tidak akan punya teman lagi kalau begini. Ini seperti makan buah simalakama. Dia akan dijauhi teman-temannya kalau pacaran dengan Nara, tapi juga tidak akan punya teman jika mengaku tidak menyukai Nara.
Bodo amat lah, putusnya kemudian.
Risha berjalan ke luar kelas dengan langkah gontai. Tapi begitu melewati pintu kelasnya, Risha sudah dibuat tidak nyaman dengan pandangan orang-orang yang berpapasan melihatnya. Beberapa siswi tampak berbisik-bisik di belakangnya. Beberapa siswa juga menoleh ketika melihatnya. Ada yang hanya meliriknya, ada juga yang terang-terangan menatapnya sinis. Risha segera mempercepat langkahnya. Ia ingin segera meninggalkan sekolahnya sekarang juga.
"Ciieee, yang baru jadian." Seseorang mengagetkan Risha ketika ia sedang membuka gembok sepedanya. Risha segera menoleh dan mendapati Falco sedang berdiri di samping sepedanya yang terparkir di samping sepeda Risha. Falco adalah siswa kelas XI yang rumahnya satu komplek dengan rumah Risha, tapi berbeda blok.
Risha pertama kali mengenal Falco ketika mereka sama-sama pulang sekolah di hari pertama Risha masuk SMA setelah MOS. Awalnya Risha takut pada Falco karena ia mengira Falco terus mengikutinya sampai komplek rumahnya. Tapi saat Falco berbelok di blok D, barulah Risha menyadari bahwa rumah Falco juga di daerah yang sama dengan rumahnya. Sejak saat itu mereka sering bertemu di parkiran sepeda dan pulang sekolah bersama-sama. Mereka akan berpisah di persimpangan jalan ketika Falco harus berbelok di blok D, sedangkan rumah Risha berada di blok G.
"Jadian apa sih, Kak?" sangkal Risha sambil cemberut.
"Lhah, bukannya tadi siang Nara nembak lo?" Falco yang awalnya 'nyengir' merubah ekspresinya menjadi heran. Risha cuma mendengus.
"Lo kecewa karena dia tadi langsung ninggalin lo abis ngomong gitu?" tebak Falco yang sama sekali tidak benar.
"Kok lo tau sampe sedetil itu kejadiannya?" Risha bereaksi karena Falco bahkan tahu kalau Nara meninggalkannya setelah mengatakan mau menjadi pacarnya. Falco tertawa mendengar nada kaget dari Risha.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETENDING
Teen FictionRisha cuma pura-pura jadi fans Nara supaya punya banyak teman perempuan. Risha tidak ingin masa-masa SMA-nya berakhir seperti masa-masa SMP-nya yang tidak punya teman karena ia memiliki selera yang berbeda dengan teman-temannya. Karena sebagian besa...