EMPAT BELAS: TUDUHAN

10 2 0
                                    

Risha dan Aditya melongo melihat pemandangan yang ada di depannya. Ada tiga belas pot tanaman, dua belas di antaranya mati layu dan hanya menyisakan satu pot yang masih segar, yaitu pot yang tidak diberi pupuk. Jelas ini perbuatan sengaja.

"Kemarin gue ke sini semua tanamannya masih hidup dan seger kok." Suara Tri emosi terdengar sampai ke ruang praktikum lainnya, membuat beberapa siswa kelas X dan XII yang merupakan anggota KIR ikut berkerumun karena penasaran.

Sementara Tri mengomel, Risha mendekati pot-pot tanaman itu dan memeriksa daun-daunnya. Kemudian ia berjalan menuju ruang praktikum kimia, memperhatikan beberapa botol cairan kimia yang tersimpan di rak lemari kaca. Lalu Risha berjalan lagi menuju ruang praktikum fisika melihat beberapa peralatan listrik yang juga tersimpan di rak lemari kaca, matanya tertuju pada sebuah botol dengan label H2SO4, asam sulfat, yang merupakan larutan elektrolit. Risha kembali berjalan ke arah kerumunan.

"Kayaknya ini disiram air keras," potong Aditya di sela-sela ocehan Tri setelah ia memperhatikan daun-daun yang layu seperti terbakar. Kini fokus semua orang tertuju pada Aditya.

"Liat aja daunnya, kayak kebakar..." Aditya masih berpikir, ia tidak yakin cairan apa yang dipakai untuk merusak tanaman mereka, karena ada beberapa jenis air keras.

"Masalahnya sekarang, siapa yang berani-beraninya ngerusak tanaman kita?" Tri geram.

"Oke, gue kemarin emang ke sini buat nyiram tanaman. Tapi gue bukan orang bodoh yang bakal nyiram tanaman kita pake air keras. Buat apa?" Tri menatap Nara tajam. Nara sudah merasa tidak enak dengan tatapan Tri.

Leo yang sejak tadi mendengarkan hanya tersenyum tipis. Tiba-tiba ia merinding karena merasa diperhatikan. Ia mencari sumbernya, dan ia menemukan Risha terus menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Tatapan Risha membuat Leo tidak nyaman.

"Selain gue, cuma Nara yang kemarin masuk ke ruangan ini," tegas Tri.

"Lo nuduh gue?" Nara tidak terima.

"Ya siapa lagi?" Tri terus menyudutkan Nara. "Kemarin nggak ada jadwal kelas di ruangan praktikum biologi, yang masuk ke ruangan ini cuma gue sama lo. Gue nggak mungkin, ya pasti lo lah," tambah Tri sengit. Nara mengacak rambutnya. Sedangkan Aditya masih mengamatinya, mencari kejujuran di antara Tri dan Nara.

"Buat apa gue ngerusak tanaman kalian?" Nara mulai terpancing emosi.

"Ya lo sirik kali sama Aditya," celetuk Leo yang membuat semua orang kini menoleh padanya. Risha berdecak pelan. Nara mendelik pada Leo tapi Leo berusaha mengalihkan pandangannya.

"Maksud lo apa?" Nara mengkonfrontasi.

"Ya lo tau lah maksud gue," jawab Leo sambil menunjuk kakaknya, Liana, dengan dagunya.

"Nara..." bisik Liana dengan tatapan kecewa, membuat Nara terluka melihat tatapannya.

"Jadi emang elo kan?" Kini Tri maju sambil menunjuk Nara.

Risha yang ada di tengah-tengah langsung merangsek ke depan dan berdiri di depan Nara. "Bukan Nara," ucapnya tenang. Kini Aditya beralih mengamati Risha, matanya memicing.

"Nggak mungkin Nara," tambahnya.

"Maksud lo?" Tri meminta penjelasan.

"Tanaman itu disiram pake asam sulfat, di ruangan ini nggak ada asam sulfat, adanya di lemari ruang praktikum kimia sama fisika. Tapi lemarinya dikunci dan Nara nggak punya kuncinya. Mungkin aja Nara punya asam sulfat kalo dia bawa mobil, tapi Nara udah lama nggak bawa mobil," jelas Risha memberikan pembelaan.

"Terus?" Tri masih belum puas.

"Hhh... Maksud gue..." Risha menghela napas kemudian menatap Leo tajam. Leo menelan ludah dengan wajah tegang. "Gue yang nyiram pake asam sulfat," aku Risha dengan nada tenang. Semua yang ada di ruangan langsung riuh, terkejut, dan bingung. Tri menatapnya dengan pandangan tak percaya. Lalu Tri menatap Aditya meminta pendapat, tapi Aditya diam saja.

PRETENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang