LMA 10.00

461 114 40
                                    

"Benar-benar anak tidak punya pikiran! Ke mana sih dia!"

Hermawan mencari-cari keberadaan Sisi sejak semalam. Tapi sampai pagi, Sisi belum juga kembali ke hotel. Padahal hari ini adalah hari penting, Sisi harus hadir di acara pertemuan yang di adakan rekan bisnisnya.

Ditambah lagi ponsel Sisi ada di kamarnya, sehingga Hermawan tidak tahu harus mencari Sisi di mana.

Di rumah Alvino, Sisi baru saja bangun dan mengganti pakaian dengan pakaian yang Nana pinjamkan. Nana sangat baik, dia juga peduli dengan keadaan Sisi, padahal mereka baru bertemu, tapi tidak perlu waktu lama, keduanya sudah seperti teman dekat.

"Si, sarapan yuk?" ajak Nana sambil menarik tangan Sisi yang malu-malu, merasa tidak enak sudah banyak merepotkan di sana.

"Udah, jangan malu. Ini tahu nggak, sarapannya yang masak Avin, loh."

Benar saja, di dekat meja makan Avin terlihat sedang memasak sesuatu. Sisi tercengang, dia tidak mengira bahwa cowok seperti Avin ternyata bisa memasak.

"Duduk, Si. Tuh, lihat 'kan, Avin pinter masak. Makanya dia tinggal sendiri di Jakarta nggak bingung, soalnya semua pekerjaan perempuan bisa dia kerjain sendiri," cengir Nana.

Sisi terus memandangi Avin yang sedang memasak, ingin menyapa tapi wajah Avin yang datar membuat Sisi memilih diam dan duduk di meja makan.

Avin menaruh piring berisi nasi goreng di hadapan Nana dan Sisi, juga untuk dirinya sendiri. Kemudian dia duduk sambil mengaduk nasi goreng yang masih mengepul.

Nasi goreng itu terlihat seperti buatan seorang koki profesional, tampilan menarik, aroma juga sangat lezat, pasti rasanya enak, batin Sisi.

"Vin. Lo diem aja sih! Sakit gigi?" tanya Nana sambil melotot pada Avin, mengisyaratkan agar kembarannya itu mau menegur Sisi.

"Berisik lo. Udah kalian makan!" ucap Avin. Padahal hanya begitu saja langsung membuat Sisi berdebar-debar dan refleks tersenyum. Nana terkikik pelan sambil menyendokkan nasi goreng ke mulutnya.

Avin kelihatan agak canggung makan bersama Sisi, sedangkan Sisi sangat senang bisa bersama satu meja makan dengan Avin, seperti memiliki keluarga.

"Lo nginep di hotel mana? Biar gue antar." Avin hendak mengambil air putih tapi Sisi duluan yang menaruh air putih di depan piring Avin.

Nana ingin tertawa, dia juga ingin menyingkir saja rasanya dari tempat itu dan membiarkan Sisi berdua bersama Avin. Tapi, kalau itu dia lakukan, Avin akan semakin kesal padanya. Lebih baik dia pura-pura tidak lihat dan dengar apapun, pikirnya.

"Hm, gue di hotel Cempaka. Tapi, gue mau pulang ke Jakarta aja," kata Sisi pada Avin, dia langsung teringat ayahnya, sudah pasti sekarang ayah Sisi sedang marah karena dia tidak pulang.

"Gue antar ke hotel Cempaka. Siang ini gue juga ada pertemuan di sana," kata Avin.

"Iya, kok bisa, pas, ya?" sambung Nana. "Siang ini mamah papah juga ada di hotel Cempaka, Avin juga harus datang sebagai salah satu pewaris perusahaan. Lo di sana bareng keluarga lo, Si?"

Sisi hanya mengangguk dengan senyuman yang agak dipaksakan. Mengingat ayahnya hanya merusak suasana hati. Apalagi dia teringat lagi akan gadis bernama Patricia, yang katanya akan segera menjadi ibu tirinya. Padahal gadis itu seperti tidak berbeda jauh dengannya dalam segi usia dan penampilan.

"Makasih, ya. Tapi gue nggak mau balik ke Hotel," ujar Sisi, dia memakan nasi goreng pelan-pelan, dia tidak ingin kalau sampai kelemahannya diketahui Avin dan Nana. Tapi, kenapa hatinya sangat pedih, dia merasa sakit dan selalu ingin menangis kalau teringat tentang ayahnya.

Love Me Again (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang