LMA 07.30

354 72 24
                                    

Sisi menyentuh dadanya yang kembang-kempis. Dia menahan diri agar tidak memaki-maki Gabby terlalu berlebihan. Kini yang Sisi rasakan bukan hanya sekedar cemburu. Melainkan Sisi juga tidak mau Avin sampai terluka lagi. Apalagi Gabby ternyata tidak sebaik Ghea. Walaupun dia belum pernah bertemu dengan Ghea, tetapi dia yakin Avin sampai menyukai Ghea, pasti karena perempuan itu baik.

Sisi yang tertunduk merasa terkejut melihat pecahan beling berserakan di depan telapak kakinya. Matanya membulat dan tubuhnya kaku beberapa detik menyaksikan pemandangan kacau di hadapannya.

"Astaga. Avin!!"

Sisi berlarian mencari Avin, tapi di ruang utama tidak ada. Kondisi apartemen Avin sangat amat berantakan. Benda-benda itu seperti habis dipecahkan oleh Avin. Gelas, piring, semuanya hancur. Ya, pasti Avin yang membuat semuanya jadi kacau. Ia pun panik dan tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada Avin.

"Avin!"

Sisi memutar gagang pintu. Tapi pintu tak bisa dibuka. Avin mengunci kamarnya dan itu makin membuatnya takut.

"Avin buka Vin. Ini aku Sisi!!!" Gadis itu berteriak sambil menangis panik.

"Avin kamu nggak apa-apa kan?" Sisi terus menggedor pintu tak peduli meskipun itu amat berisik.

"Alvino buka!!" Sisi berteriak sekerasnya. Saat ini yang bersarang di dalam otaknya hanya ingin memeluk Avin dan memastikan cowok itu baik-baik saja.

"Sisi??" Avin berkata lirih. "Si...."

Suara Avin parau terdengar, itu berhasil membuat perasaan Sisi makin teriris.

"Vin buka pintu nya! Iya ini aku, aku Sisi!"

Sisi menempelkan kepalanya ke pintu sambil menggedor pintu dengan sisa tenaganya. Sebagai seorang anak perempuan yang biasa diperlakukan kasar oleh ayahnya, Sisi tahu bagaimana rasanya merasa hancur sendirian. Ia menyadari, pasti itu yang tengah Avin rasakan sekarang.

Pelan-pelan kenop pintu pun berputar.

Di hadapan Sisi berdiri seorang Alvino yang kelihatan lemah, pucat, dengan kondisi tangan dan tubuh gemetaran.

Sisi segera memeluk Avin, tapi Avin tidak sanggup menerima pelukan itu dan lunglai, ia terjatuh. "Si, maaf."

"Kamu kenapa, Vin!" Sisi mengelus kepala Avin dengan amat lembut. "Gapapa ada aku di sini."

Sisi memeluk Avin dalam posisi duduk. Avin masih gemetaran. Sisi yakin Avin seperti itu karena anxiety nya. "Vin, tenang, ya. Aku ngerti."

"Si, dia bukan Ghea, tapi kenapa Ghea terus panggil-panggil aku."

"Ghea panggil kamu?" Sisi berusaha mencerna perkataan Avin. Ini pasti tentang cewek yang tadi bertemu dengannya.

"Suara Ghea panggil aku. Barusan aja aku denger itu berulang-ulang. Kepalaku sakit," lirih Avin seperti orang yang sangat tersiksa.

"Dia bukan Ghea, kamu nggak usah mikirin dia ya. Ghea udah nggak ada, inget ini bukan salah kamu. Please, kamu jangan sampai sakit karena kepikiran ya."

Avin menatap mata Sisi lalu memeluk Sisi dengan amat erat. "Emang kamu tahu yang aku lagi omongin?"

Sisi memeluk Avin lagi, dia benar-benar tidak dapat membiarkan Gabby merusak semuanya. Bukan hanya dia yang terluka, tapi Avin. Gabby bukan Ghea, walau mereka kembar, tapi menurut Sisi, Gabby jauh berbeda dengan Ghea.

"Aku tahu, ada kembaran Ghea dateng, kan?"

Avin yang semula gemetar, sekarang langsung menegakkan tubuhnya.

"Kamu tahu dari mana?"

Sisi mengusap wajah Avin, menatap matanya dalam. Mata Sisi berkilauan, dia tanpa sadar menangis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Me Again (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang