❑ :O5 STUDY GROUP

506 124 39
                                    

Sore ini rumah Soobin sangatlah ramai. Tampak karpet yang membentang luas dari sisi ke sisi. Bahkan pemilik rumahnya pun bingung memilih tempat leluasa. Bukan. Bukan syukuran, pengajian, ataupun acara khitanan. Ini hanyalah gerombolan murid ambisius yang bermimpi menjadi penerus Einstein.

Tidak perlu disebutkan siapa saja, intinya sembilan belas murid berdatangan ke rumah Soobin untuk belajar bersamaㅡoh lebih tepatnya memaksaㅡkakaknya Soobin untuk diajarkan 'jurus cepat menguasai matematika'. Namun, kakaknya justru kewalahan karena mereka susah sekali paham.

Berlembar-lembar catatan sudah dijelaskan, tapi tetap saja blank ketika dites kembali. Kalau begini otak berharganya bisa hangus terbakar karena tak habis pikir dengan kawan-kawan Soobin.

"Kak Chanhee, maaf ya temen sekelas gue emang spesies udang semua," ucap Soobin.

Chanhee tertawa kecil. "Gakpapa kok, kesabaran gue masih tersisa limapuluh persen."

"Kalo gitu please jelasin ulang Kak, kali ini terakhir kok terakhir," pinta Shuhua seraya memohon-mohon.

Haechan menambahkan, "iya Kak, abis ini janji langsung ngerti."

"Nanti kita bayar lima ribu* deh," kata Chaeyeon.

"Bener loh ya?" Chanhee meyakinkan, Chaeyeon pun mengangguk.

Pemuda itu lantas beranjak dari duduk, menghapus bersih papan tulis, lalu menggenggam sebuah spidol di tangannya. "Ayo mulai dari awal," ucap Chanhee.

Chaeyeon yang duduk di paling depan langsung bersemangat. Tidak tahu saja, di belakang sana banyak yang menatap Chaeyeon tajam seraya memaki-makinya dalam hati. Bayarannya kemahalan cuy.

*5.000 ₩ = RP 60.600

○○○

"Lo siapa, hah? Perasaan belakangan ini hidup gue damai-damai aja, gue gak pernah bikin masalah sama siapapun!" ketus Jisung mendapati dirinya terbangun di sebuah ranjang dalam ruangan pengap nan sempit, sedangkan di depan sana, ada sosok yang berdiri membelakanginya.

Sosok itu berbalik lalu bersedekap dada. Akan tetapi, topeng badut yang dikenakan sosok itu membuat Jisung tak dapat mengenalinya dengan jelas, tapi kalau dilihat dari tinggi badannya, sosok itu tidak terlalu jangkung. Perbedaan tingginya tak lebih dari 10 cm dibandingkan Jisung.

"Iya, lo emang gak pernah bikin masalah. Tapi keberadaan lo di dunia itu sebuah masalah!!" ketus sosok itu. Suaranya terdengar seperti memakai voice changer alien.

Jisung menggeram. Ia berdiri menghampiri sosok itu berniat membuka topengnya. Namun, alih-alih berhasil melihat wajah di balik topeng, Jisung malah ditodongkan pistol revolver tepat di dahinya. Jisung bergeming, tangannya mengambang di udara tanpa gerakan satu inci pun. Gerak dikit jiwanya pasti akan terbang.

"Lo mau jadi babu gue?"

"Nde?"

"LO MAU JADI BABU GUE GAK? TIGA! DUA! SAㅡ"

"Gue mau, puas lo? Turunin pistol itu sekarang!" perintah Jisung dengan segenap keberanian.

Menyimpan kembali revolver-nya, sosok itu tersenyum di balik topeng. Ia mulai menjelaskan tugas-tugas yang harus dilaksanakan Jisung sebagai babunya.

Jisung tak terlalu mempedulikan omongan si topeng badut, ia tengah berpikir keras dan memanfaatkan akalnya untuk mencari cara untuk kabur dari sini. Selagi sosok itu sibuk berceloteh, Jisung memandang lamat-lamat pintuㅡterbuka lebarㅡdi belakang sosok bertopeng itu.

"EOMMAAA!"

Jisung berteriak sembari mengarahkan jarinya ke jendela di sisi kanan. Sosok itu menoleh. Jisung dengan sigap mengambil jalan lewat kiri lalu kabur melalui pintu yang sejak awal menjadi targetnya. Sosok itu kesal bukan main, bisa-bisanya ia dibodohi oleh orang bodoh.

Jisung bingung mencari jalan keluar dari tempat ini. Rumit, banyak sekali ruangannya. Jisung mondar-mandir mencari pintu utama. Akan tetapi, ia tetap tak kunjung menemukan pintu yang dicari. Jisung lantas mendongak menatap langit-langit, Aish, ternyata ini ruang bawah tanah. Seharusnya Jisung sadar sejak tadiㅡkarena tangga menuju ruangan atas berada persis di depannya.

Kalau sekarang sudah telat, sosok bertopeng itu terlanjur memeluknya dari belakang.

"Mulai sekarang kamu nggak akan bisa kemana-mana, babuku sayang," bisiknya.

○○○

Sudah pukul setengah enam sore, Chanhee benar-benar menumpas habis satu buku paket matematika untuk diterangkan pada teman-teman Soobin. Mereka lama-kelamaan jenuh, tapi Chanhee tidak pernah kelelahan mengajari mereka bahkan sampai mulutnya berbusa. Harus worth it sama bayaran, begitu katanya

"Sampai sini mengerti, ya?"

"Ngerti, Kak!" respon mereka bersamaan.

"Junkyu, gak boleh tidur!" tegur Chanhee pada murid yang terpejam seraya menyandarkan punggungnya pada dinding.

Junkyu tersentak. Buru-buru ia mengamit buku tulisnya dan membolak-balik halaman seolah sedang membaca.

"Yeji, jangan melamun!" tegurnya lagi. Kali ini pada siswi dengan rambut diikat satu yang sorot matanya terfokus pada objek lain.

Yeji menjadi pusat perhatian sekarang. Mulut gadis itu menganga, pandangannya pun terlihat kosong.

Nancy yang duduk di sebelahnya lantas menepuk pundak Yeji kencang. "Dor!"

"...."

Gowon iseng-iseng menjambak rambut panjang Yeji. "Heh, kerasukan lo?"

Yeji seketika langsung tersadar. Ia benar-benar malu puluhan pasang mata menatap dirinyaㅡpenuh keheranan. Termasuk Choi Chanhee yang mendekati gadis itu lalu bertanya, "lagi sakit ya?"

Yeji menggeleng cepat. Telunjuknya mengarah ke kaca jendela di samping pintu. Semua kepala spontan menoleh secara bersamaan. Mengikuti arah objek yang ditunjuk Yeji.

"Perasaan tadi ... itu gak ada," ujar Yeji mendapati serangkaian kalimat yang ditulis menggunakan spidol merah di permukaan kaca jendela.
































































도    와    주     세    요   !!



































































































Don't accept anything,
cause you'll regret it.

:
:
:
:
:

TBC

⌕ Missing ːː 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang