15 • He Can't Answer Her Q

266 45 22
                                    

"Kita bilang bisa sama-sama, tapi kita juga tahu bahwa restu kita berdua saja enggak cukup. Kita butuh restu yang lebih besar. Iya, restunya semesta."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

◔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo bisa hidupin orang mati, Vic? Lo nggak bisa, Victor! Lo nggak bakal bisa penuhin permintaan gue."

Seseorang, sebuah permintaan, kematian. Tiga hal tersebut memenuhi kepala Victor selama berada di kereta yang membawanya berpindah dari London ke Manchester. Ia semakin menerka, perlahan satu persatu tentang Bia mulai membuatnya penasaran. Malam itu, Victor tidak main-main kala meminta sang wanita mengucapkan sebuah permintaan karena ia benar-benar ingin memenuhinya. Namun tidak pernah diperkirakan oleh pria itu bahwa Bia memintanya untuk menghidupkan kembali seseorang. Sekali lagi, Bia memintanya menghidupkan seseorang. Menghidupkan. Benar, meniupkan kembali nyawa pada tubuh seorang manusia yang sudah mati.

Dari semua kemustahilan yang masih berkemungkinan untuk terjadi, semua orang sepakat bahwa yang satu ini adalah kemustahilan yang tidak akan pernah menjadi mungkin. Tidak akan pernah, sekeras apapun berusaha dan selantang apapun doa membumbung melewati semesta, Tuhan tidak mungkin mengiyakan.

Seorang teman yang duduk menghadap Victor menangkap wajah mendung itu, lalu menyuarakan tanya khawatir. "Lo nggak apa-apa, Vic?"

Victor menoleh, "Oke, gue oke."

"Beneran? Lo bilang semalem sempet kehujanan."

"Dikit doang."

"Mau banyak mau dikit sama aja. Obat lo dibawa nggak, atau mau punya gue?"

Victor mengangkat tangan sebagai kode 'tidak perlu', lalu memberi ibu jarinya. "Udah-udah, gue udah makan sama minum obat abis solat subuh tadi."

"Syukur, deh," hela napas temannya terdengar lega. "Kalau Pak Dion tau dia nggak bakal tinggal diem. Jadi kalau lo emang nggak sanggup langsung kasih tau, jangan pas kerja ntar malah tumbang, oke? Semangat-semangat! Gue tidur dulu."

Victor hanya mengangguk. Lalu kembali membuang pandangannya pada suasana luar yang sudah mulai terang. Matahari sudah mulai memancarkan semburat cahayanya. Sel-sel dalam kepala pria itu kembali memikirkan Bia. Victor seolah menemukan sesuatu. Barangkali perubahan Bia yang sendu berhubungan dengan kematian seseorang. Tapi pria itu tidak bisa menebak siapa. Apa seorang teman dekat, kerabat, atau pacar? Kepala Victor berdenyut. Pasalnya, dia tidak mungkin menanyakan hal ini secara blak-blakan pada Abi, apalagi Bia.

Blooming Like a Rose [Abiana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang