Warning: Chapter ini mengandung banyak umpatan dan kata kasar. Mohon bijaksana dalam membaca, ya, dan tidak untuk dipraktekkan kepada orang sekitar. Terima kasih. <3
• r o s é •
Setahun kemudian semenjak pertemuan di Manchester, Oktober, di musim gugur yang sama.
"OH MY GHOST! ABIANA, ARE YOU OUT OF YOUR MIND?" Teriakan Amy memenuhi ruang tengah flat dimana ditemukannya Bia sedang terkapar di lantai. Kondisi wanita itu terlihat buruk sekali. Rambut yang tidak diikat, hanya mengenakan tank top warna rosegold dengan bawahan jeans boyfriend, tangan kanannya memegang minuman berbotol kaca yang sudah habis, sedang tangan kirinya memegang sebuah stroberi segar. Di ujung kakinya yang telanjang, sebuah ponsel tergeletak tidak bernyawa. Mati total karena kehabisan daya. Sementara mata wanita itu lurus menatap kosong langit-langit ruangan.
"Bia, are you drunk?" Nada suara Amy menurun drastis ketika dirinya berjongkok di sebelah Bia. Meniti wanita di hadapannya dari ujung kepala hingga kaki. Diambilnya botol kaca yang masih Bia genggam, refleks menghela napas lega ketika dilihatnya label merk minuman itu. J2O, itu juicy drink non-alkohol yang dikenal oleh seluruh masyarakat United Kingdom dan Ireland. Selain karena rasa-jeruk dan markisa, ukurannya yang persis seperti botol beer membuat anak-anak juga menyukainya. "Kau menakutiku, Bia!"
Amy berdiri dengan detak jantung lebih tenang, dia mengambil ponsel Bia dan berjalan mendekati stop kontak. Amy menatap sekitar, dia menghela napas panjang seperti biasa. Bukan kali pertama dilihatnya Bia seperti ini-sungkan hidup tetapi enggan mati. Keadaan flat yang berantakan, kaleng minuman soda berserakan, salad yang tidak tersentuh di atas meja makan, dan penampakan pakaian kotor yang seharusnya sudah diantarkan ke laundry sejak dua hari lalu.
"Kau harus mandi," titah Amy mencoba membuat wanita itu duduk, sayangnya tidak berhasil karena Bia seperti sudah menyatu seratus persen dengan gaya gravitasi.
"Bunuh aku sekarang, Amy," kata Bia dengan suara serak. Dia masih melihat langit-langit, lalu menggigit stroberi yang sejak tadi dipegangnya dan memaksakan kedua rahangnya untuk saling bergerak naik turun. "Kau lebih baik membunuhku sekarang dan setelah itu katakan pada seluruh media bahwa aku bunuh diri."
Amy mengepalkan tangannya kuat-kuat, tidak sadar sudah membuat remuk kaleng soda yang ia pegang. "Aku pastikan akan membunuhmu setelah kau mandi dan biarkan aku membereskan kekacauan yang terjadi di dalam flatmu. Kau tahu, bahkan kandang alpaca jauh lebih bersih dan layak disebut rumah daripada tempat ini."
"Kau bukan pembantuku, jadi pergilah kalau tidak ingin membunuhku."
Bola mata abu-abu itu memperhatikan Bia putus asa. "Kau seyakin itu akan bertemu kembali dengannya di kehidupan kalian selanjutnya?" Amy berbicara pedas. "Kau tahu, dia bisa saja sudah menikah dengan wanita lain di surga. Sekarang simpan semua omong kosongmu dan pergilah mandi, Bia. Kau juga harus menemukan laki-laki lain dan menikah."
Bia refleks duduk tegap, melemparkan stroberi bekas gigitannya penuh amarah dan tepat mengenai dahi Amy. "Sialan! Sudah kubilang, kalau kau tidak ingin membunuhku lebih baik kau angkat kaki sekarang, bukan malah membuka kelas untuk menyudutkanku. Satu lagi, jaga ucapanmu. Aku dan Isaac masih bertunangan." Bia membawa bangkit tubuhnya, berjalan meninggalkan Amy untuk masuk ke kamarnya.
"Hei, kau mau kemana?" tanya Amy panik.
"Mandi, Amy, aku akan mandi! Dan kau harus pastikan ruangan ini bisa jauh lebih bersih dari kandang alpaca yang kau sebutkan tadi."
"Sialan!" rutuk Amy ingin meledak.
Sepeninggalan Bia yang masuk ke dalam kamarnya, Amy mendaratkan dirinya di bed sofa. Dia mengusap wajah dengan kedua telapak tangan, pundaknya luruh, sedang jantungnya seperti akan kabur meninggalkan rongga dada sebelah kiri. Kala mendongak kembali, Amy memperhatikan pintu kamar Bia yang tinggi, hitam, dan dingin, persis seperti pemiliknya. Bahkan sebagai orang terdekat, Amy sendiri sudah kehabisan cara untuk menghadapi Bia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Like a Rose [Abiana]
Romantizm• Abiana dan setangkai mawarnya • Bergulung dengan ombak adalah rintangan shahih ketika berenang di dalam samudera kehidupan. Bertahan atau menyerah bak persimpangan di ujung jalan, dan hak atas memilih ada dalam kendali akal sendiri. Menjadi kuat...