1 • Rendezvous

594 74 24
                                    

Tiga bulan sebelum langit Abiana terbelah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga bulan sebelum langit Abiana terbelah.

Seperti biasa, Manchester ditemani berjuta rintik hujan sendu. Awan mendung sudah menemani borough metropolitan itu selama dua minggu terakhir. Para Mancunian hanya dapat menyapa matahari sebentar, setelahnya tiada panas, udara terus lembab dan tanah selalu basah. Tapi paling tidak, tetap ada tumbuhan yang selalu bersyukur menerima setiap rintik airnya.

Dari balik jendela mobil yang berembun, Bia meniupkan napasnya ke kaca bening tersebut. Deretan gigi yang rapi itu terlihat di antara senyum lebar yang Bia toreh. Merasa begitu bersyukur untuk hari ini. Pekerjaannya selama seminggu di sini akhirnya selesai, dan seorang pria yang duduk di sebelah kanan tepat di balik setir menambah alasan Bia untuk lebih berbahagia. Dia senang sekali. Tidak ada hal lain yang dapat membuat Bia merasa setenang ini. Hanya dengan jemari mereka yang saling bertaut, Bia tahu bahwa dirinya akan terus aman.

"Mau makan apa, Abiana?" tanya pria itu dengan suara lembut.

Bia menoleh, dia menggeleng dengan lembut. "Apa ya?"

"Apa aja, asal jangan salad."

"Ih?"

"Aku baru dateng hari ini, masa kita makan salad. Ayo sebut makanan karbo yang lagi kamu mau, nanti kita cari." Wajah pria itu cemberut sedikit. Tangannya mengusap rahang sembari melemparkan tatapan menuntut dari Bia. "Bukannya ini hari terakhir fashion week? Artinya udah boleh makan apa aja."

Bia menyipitkan mata, dia lantas tertawa sembari mengusap jaket putih yang dikenakan pria itu. "Aku pengen dimsum."

"Aku pengen pizza."

Bia menahan helaan napas seraya menekan pelipis dengan jemarinya yang lentik. Dia sudah tidak heran. Kalau pizza adalah perempuan, Bia pastikan posisinya sudah sejak lama tergeser. Beruntung sebab makanan asal Italia itu diciptakan untuk dikunyah dan dicerna di dalam perut, bukan malah untuk dipakaikan cincin dan dinikahkan. Tatapan Bia berubah lembut karena pria itu malah melihatnya dengan wajah memohon. Ah, Isaac dan pizza, lalu Bia sebagai orang ketiganya.

"Kamu paling tau aku benci pizza, Isaac."

"Kamu paling tau kalau aku cinta pizza, Abiana."

Bia tidak suka ucapannya ditiru. Dia ingin sekali mencubit pipi Isaac, namun takut malah mengganggu pria itu dalam menyetir. Mau tidak mau, demi pria kesayangannya, demi seorang Isaac Albarn yang hanya dapat memilih makanan kesukaannya sekali dalam sebulan, Bia mana sampai hati menolak.

"Bulan ini cuma pizza? Nggak mau yang lain?"

Terdengar helaan napas Isaac yang panjang. Pria itu mengangguk dengan sedikit tawa kecil yang entah mengapa begitu mengusik Bia. Tidak seperti Bia yang sengaja menahan diri dalam hal memilih makanan, Isaac sendiri malah tidak boleh menikmati makanan kesukaannya setiap hari. Dia memiliki waktu tertentu untuk makan makanan favotirnya. Isaac terpaksa hidup seperti ini, suka tidak suka, dia harus menjalani segala anjuran dari dokter pribadinya agar dapat hidup lebih lama lagi di muka bumi.

Blooming Like a Rose [Abiana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang