Letter to Her Father • Pinta 1
◔
From: Isaac Albarn
To: Azka Aldric
Subject: Permintaan Pertama.
Selamat malam dari sini, Om Aldric. Ini saya, Om, Isaac Albarn. Saya meminta izin untuk kirim pesan ini, dan semoga Om berkenan membaca pesan saya hingga selesai.
Bagaimana kabarnya, Om? Maaf karena jarang menanyakan soal kabar, tapi saya selalu berdoa agar Om beserta Tante Nadine, dan seluruh keluarga di sana selalu dalam lindungan Tuhan.
Tujuan saya mengirim pesan ini, karena putri kesayangan Om. Ini soal Abiana dan juga saya. Soal hubungan abu-abu kami yang saya tahu enggak memiliki jalan maju maupun mundur. Saya tahu, sekeras apapun saya mencoba, restu itu enggak akan saya dapat. Tapi kali ini, untuk sekali saja, saya berharap Om mau membantu saya.
Mungkin Om sudah tahu, selain keyakinan kami yang berbeda, kondisi kesehatan juga membuat saya enggak percaya diri untuk mendampingi Abiana. Saya akan melaksanakan operasi besar di bulan Januari tahun depan. Dokter memprediksikan apabila operasi ini berhasil, saya dapat hidup hingga beberapa tahun lagi, dan tentu ada kemungkinan terburuk apabila operasi ini gagal-alasan mengapa saya enggak pernah berani melakukannya dikarenakan saya belum ingin meninggalkan dunia dimana ada Abiana di dalamnya.
Tapi, Om, hari ke hari saya merasa semakin enggak baik. Saya semakin malas ke rumah sakit dan berbohong kepada Abiana bahwa saya selalu rutin mengecek kondisi saya. Saya seharusnya bersemangat untuk sembuh karena Abiana, tapi faktanya penyakit ini enggak akan pernah melepaskan saya. Saya kehilangan semangat, saya kehilangan keinginan untuk terus berjuang karena saya tahu sekalipun saya dapat hidup beberapa tahun lagi, kesembuhan beserta wanita kesayangan saya enggak akan pernah menjadi milik saya. Selamanya.
Operasi yang saya lakukan adalah bentuk perjuangan terakhir saya, terhadap diri saya sendiri, dan untuk Abiana kesayangan saya. Apabila saya selamat, maka saya akan berjuang lebih keras menjadi pemuda yang lebih baik lagi, tapi jika saya enggak bisa melewati operasi itu, Om, saya ingin Om tahu bahwa saya senang bisa berkenalan dengan Om. Saya menghargai prinsip hidup Om yang kuat. Dan saya minta maaf, karena menjadi duri paling besar di dalam hidup putri yang begitu Om sayang. Saya meminta maaf karena sudah hadir di dalam kehidupan Abiana, Om. Tapi untuk saya, hanya terima kasih yang akan terus saya ucapkan pada Om dan Tante Nadine karena sudah membawa seorang wanita hebat dan luar biasa lahir ke dunia ini.
Karena itu, saya mohon izin dari Om, untuk saya bisa melamar Abiana di tanggal 5 November nanti.
Saya minta maaf karena hingga detik terakhir umur saya, sisi egois saya masih menuntut banyak. Benar, saya ingin Abiana tahu sebesar apa rasa sayang saya, saya ingin dia paham bahwa saya begitu ingin mendobrak perbedaan yang membatasi kami, sekalipun itu sudah di luar kemampuan saya sebagai manusia. Tapi pada akhirnya, bukan cuma kepercayaan yang akan membatasi kami, tapi juga dunia kami yang sebentar lagi akan berbeda, Om. Dan saya ingin, untuk sebentar saja Abiana bisa menjadi tunangan saya.
Saya ingin dia mengingat saya sebagai suatu kenangan indah ketika saya enggak lagi bersamanya, Om. Bukan sebagai mayat dingin yang enggak bisa berbuat apa-apa.
Saya yakin Abiana akan hidup berpuluh-puluh tahun lagi, dia akan bertemu orang baru, tempat baru, perasaan dengan warna-warna baru. Sementara saya tidak. Sebentar lagi saya akan mencapai ujung dari lintasan itu. Om boleh sekali membenci saya, karena sudah sewajarnya begitu. Tapi saya mohon, untuk jangan membenci Abiana, Om, karena ia sudah memilih jalan ini bersama saya. Saya tahu dia kehilangan banyak hal karena sudah memilih pria seperti saya.
Abiana punya mimpi untuk bisa melihat Om dan saya bermain catur di teras rumah, atau bermain basket di lapangan dekat rumah, atau sekedar duduk dan minum kopi bersama sambil bertukar cerita. Saya hanya bisa memberi jawaban abu-abu; mungkin nanti, mungkin suatu hari, kalau sudah waktunya pasti akan terjadi. Tapi saya dan Abiana, kita sama-sama tahu kalau itu enggak akan pernah terjadi, Om.
Om Aldric, Abiana selalu merindukan sosok papanya. Dia hanya sedang berusaha kuat dan menunjukkan sisi terangnya tanpa mau membiarkan orang lain masuk dan menyelamatkan. Abiana tersiksa, Om, atas banyaknya persimpangan dimana dia enggak mampu memilih jalan mana yang paling tepat. Abiana tersiksa atas semua belenggu itu, Om. Dia mencintai saya, dan tentu lebih mencintai dan menghargai keputusan papanya. Sekalipun dia berada jauh dari rumah, saya tahu bahwa dia mengingat dengan baik semua nasehat-nasehat orang tuanya. Maka dari itu kami hanya bertahan di atas jalan abu-abu dan enggak pernah memilih tombol maju maupun mundur.
Bolehkah, Om, untuk sekali ini Abiana menang atas perasaannya? Bolehkan Abiana memilih dengan yakin persimpangan yang ada di depannya? Bolehkah Abiana merasa bahagia ketika saya melamarnya dan Om memberikan selamat untuk kami? Saya akan sangat menanti jawaban baik dari Om Aldric.
Saya harap Om tidak akan terganggu dengan kedatangan pesan-pesan saya. Ini mungkin bukan yang terakhir, mungkin masih akan ada beberapa permintaan lagi dari saya.
Sebelum pesan ini mencapai barisan terakhir, saya ingin Om Aldric tahu bahwa Abiana begitu ingin berkomunikasi rutin dengan Om. Setidaknya via pesan singkat.
Sekali lagi saya minta maaf atas sisi egois saya yang meminta Abiana untuk selalu ada di samping saya, setidaknya sampai di saat dimana saya benar-benar harus pergi meninggalkan dunia ini, Om Aldric.
Setelah itu, I will accept my fate that I will never see her face again.
Tertanda, Isaac Albarn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Like a Rose [Abiana]
Romance• Abiana dan setangkai mawarnya • Bergulung dengan ombak adalah rintangan shahih ketika berenang di dalam samudera kehidupan. Bertahan atau menyerah bak persimpangan di ujung jalan, dan hak atas memilih ada dalam kendali akal sendiri. Menjadi kuat...