21. Hari Biana Sedunia

394 49 11
                                    

Dan ia berbisik, “Bahwa merelakan juga butuh dirayakan, Puan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan ia berbisik, “Bahwa merelakan juga butuh dirayakan, Puan.”

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

Dalam sebuah kamar temaram bermandikan cahaya lampu tidur dari meja nakas, suara azan subuh berkumandang lantang menyentak tidur seorang insan yang terlelap. Mata sang wanita sontak terbuka, jantungnya berdetak kencang, dia langsung duduk dan memutar leher untuk menyisir ruang kamar. Tidak ada siapa-siapa di dalam kamar, kecuali Bia dan deru napasnya yang ngos-ngosan akibat terkejut.

Azan itu masih berkumandang. Masuk ke lafal paling khasㅡyang hanya dimiliki oleh azan subuh. Kini Bia mulai berdiri dan gemas, bukan karena dia benci suara azan, tapi karena tidak bisa menemukan dari mana asal suara itu.

Baru ketika badannya sudah berdiri, Bia dapat melihat dengan jelas sebuah ponsel tengah berpose rapi tepat di tengah tempat tidurnya. Mulut Bia menganga. Tidak sulit menebak siapa pemilik ponsel dengan case gambar bokong kucing. Tanpa mematikan kumandang azan, Bia meraih ponsel tersebut dan dibawanya keluar kamar dengan langkah kaki tergesa.

Rahang Bia hampir saja copot ketika menemukan sang empu ponsel tengah tertidur lelap di sofa ruang tengah, meringkuk di bawah selimut yang sejak kemarin memang berserakan di sana. Bia berjalan cepat menuju sofa, menarik selimut itu lancang dan berhasil terkejut karena pemandangan dibaliknya. Setengah paha Victor dilihatnya dengan sangat jelas, tanpa ada penghalang. Mata Bia berkedip cepat, dengan gerakan tubuh panik ia berusaha mengambil kembali selimut tadi dan langsung menutup bagian tubuh Victor dari pinggang ke bawah.

Bia geram bukan main. Dia mendekatkan ponsel itu tepat pada telinga Victor, bertepatan pula lafaz terakhir azan dikumandangkan dan suasana sekitar kembali senyap. Namun, mata Victor tampak mengerjap ringan. Pria itu bangun dengan mudahnya.

Untuk beberapa saat, mereka hanya saling tatap. Bia yang kesulitan ingin bilang apaㅡpadahal beberapa detik lalu dia sangat ingin menerjang Victor dan menjambak rambut pria itu hingga habis tidak tersisa. Sementara Victor yang masih terbaring sedang dalam tahap pengumpulan nyawa. Perlahan, semakin nyawa menyapa sel demi sel di dalam tubuhnya, Victor berusaha sekuat tenaga untuk tidak tersenyum. Pria itu tahu bahwa Bia sudah kembali pada mode seharusnya, senang marah.

Victor bangkit dari sofa dan Bia refleks menggeser tubuh. Tampak jelas bahwa ia sedang menahan napas sebab celana menyebalkan yang Victor pakai.

"Kenapa mukanya kayak ikan buntel gitu, sih, Bi? Masih pagi gini, eh bukan, masih subuh loh."

Bia mendelik, melempar ponsel Victor ke sofa dan berbalik masuk kamar. "Pulang sana!" usir Bia lalu menghilang di balik pintu kamar. Victor hanya bisa geleng kepala, yang tadi itu benar-benar Abiana yang ia kenal.

Kala mulai melangkah, sesuatu menyentak Victor begitu keras. Kedua matanya melotot melihat kaki yang terekspos bebas. Astaga. Tidak heran kenapa Bia mengusirnya. Permasalahannya, Victor tidak mungkin kembali ke hotel hanya untuk mengganti celana baru setelah itu melaksanakan salat subuh. Dia juga tidak mungkin menurunkan celana hanya agar lutut ke bawah bisa tertutupi, Bia tidak akan segan menggantungnya di rooftop flat. Bersama langkah lunglai, Victor menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Dia sudah bersiap untuk memasang muka tembok kala meminjam kain panjang dan sajadah pada Bia nanti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blooming Like a Rose [Abiana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang