05 - Klinik Desa Salam

2K 453 16
                                    

Assalamualaikum dan selamat sore.

Update hari ini agak sore ya?

Selamat membaca :)

Jangan lupa vote dan komen ya?

***

Suasana siang di klinik Salam terasa damai. Pepohonan rimbun membuat udara cukup sejuk meski matahari bersinar terik. Bangunan mungil bercat putih itu sepi karena sudah tiba waktu makan siang.

Seorang gadis berkerudung merah muda berbaring santai di ayunan rajut yang terletak di halaman klinik. Kedua belah bibirnya yang merona alami menyunggingkan senyum samar begitu semilir angin menerpa wajahnya. Sebuah novel serial Nancy Drew berbahasa Inggris tergeletak sembarang di pangkuannya, tanda baru saja selesai dibaca. Alunan nasyid dan shalawat yang mengiringi waktu ghada* santri bergema di kejauhan dari speaker besar qism-ta'liim pesantren Al-Bina, semakin menyemarakkan suasana.

"Dokter Bai! Mbak Wiya! Tolooongg!!"

Pemilik mata yang dibingkai alis rapi dan bulu mata lentik itu langsung menyudahi waktu santainya begitu menangkap raut panik Dana-salah seorang petugas musa'adah* santri putra yang masuk ke pekarangan klinik dengan menggendong seorang anak kecil berusia lebih kurang tujuh tahun di belakang punggungnya. Mungkin saja anak itu santri baru di pesantren ini, terlihat dari usia dan raut wajahnya yang masih kecil dan polos.

"Ini kenapa Dan?" tanyanya sembari bergegas mengekori Dana masuk ke klinik.

"Mbak Wiya, ini mbak, si Farhan ini barusan jatuh dari tangga. Keasyikan bercanda sama temannya sampai ndak sadar kepleset. Bisa tolong diperiksa ndak Mbak?"

"Astaghfirullahal'adziim..." gadis itu—Wiya—berdecak sembari jemari-jemari lentiknya tetap membantu Dana membaringkan bocah bernama Farhan itu keatas ranjang. "Luruskan kakinya tolong ya, Dan."

"Inggih, mbak..."

Wiya dengan sigap mempersiapkan peralatan untuk pengobatan. Meski baru lima bulan bergabung di klinik ini, kinerjanya sudah cukup diakui untuk memberikan pertolongan pertama disaat dokter Baiduri sedang tak berada di tempat seperti sekarang.

"Aaarrgghh!!!"

Teriakan Farhan menggema di seantero klinik yang lengang. Wiya yang sedang mengurut kaki kecil itupun telinganya dibuat berdenging oleh suara bocah itu. Wiya paham, kaki keseleo memang sangat menyakitkan, tapi tetap saja harus cepat diberikan penanganan sebelum terlanjur bengkak dan membiru. Wiya ingat, masa kecilnya yang juga dipenuhi adegan panjat-memanjat membuatnya cukup sering terkilir. Dan setiap kali ia terkilir, ia akan menangis dan tak bisa tidur sepanjang malam.

"Tahan sedikit ya dek ..." Wiya membujuk. Tangannya masih mengurut perlahan kaki Farhan. Pipi bocah itu tampak sudah basah oleh air mata, tangan kecilnya malah sudah mencengkram erat-erat lengan Dana yang berdiri disampingnya.

Wiya memberikan instruksi pada Dana agar menenangkan Farhan yang tetap saja histeris sementara ia menangani kaki anak itu sampai selesai. Dana mengangguk kecil dan mengajak Farhan mengobrol tentang banyak hal seputaran kegiatan di asrama. Farhan yang polos hanya menjawab sepatah-sepatah, tapi cukup membuat fokusnya terhadap rasa sakit di kakinya terpecah.

"Sudah!" Wiya berseru lima belas menit kemudian. Ia juga sudah melilitkan perban di kaki kecil itu untuk mengantisipasi pergerakan yang berlebihan. "Ini kakinya sudah kakak urut dengan minyak. Insya Allah akan lekas membaik. Nanti sore atau besok pagi Farhan datang kesini, kita periksa lagi dengan dokter Baiduri ya ..." katanya. Ia menunduk sedikit mensejajarkan tingginya dengan Farhan, dan meluruskan peci anak itu yang tampak miring.

Langit Diatas LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang