18 - Tentang Perasaan Yang Keliru

1.2K 289 45
                                    

Assalamualaikum dan selamat pagi,

Wiya Sky update lagi...

Selamat membaca yaa, jangan lupa vote dan komen! :D

***

Sky' menatap bintang yang bertaburan di langit. Asap putih mengepul pelan dari mulutnya. Ia menyukai langit. Entah karena mereka memiliki nama yang sama atau ada faktor-faktor lain yang membuatnya gemar sekali memandangi keluasannya yang tak terbatas. Ia ingat, dulu, begitu mengetahui bahwa namanya sama dengan sesuatu yang paling luas di dunia, ia menjadi tertarik dan terobsesi. Almarhum Yusuf Najendra-Papanya-sampai membelikannya teropong bintang dan mengajarinya banyak hal tentang galaksi. Nama-nama planet, bulan dan matahari, bintang-bintang, meteor dan segala benda-benda langit lainnya. Sebelum menjadi artis, Sky' sempat bercita-cita menjadi seorang astronot, tapi cita-cita kecil itu terlupakan begitu Papa-nya meninggal. Teropong bintang favoritnya pun kini entah berada dimana, ia tak lagi ambil peduli.

Seperti yang sering terjadi saat sedang sendirian, pikiran 'Sky berkecamuk. Tentang kedatangannya ke kampung ini, tentang langit, tentang masa kecilnya, tentang Le-Roi, juga tentang Wiya. Tapi dari semua itu, Wiya-lah yang paling mengganggu pikirannya. Ucapan gadis itu tadi siang membuatnya berpikir banyak. Sky' tersinggung saat Wiya mengatakan dirinya hanya seorang yang suka mencari pembenaran. Gadis itu tak mengenalnya dan tak berhak memberikan judgement apapun tentangnya. Tapi ia gengsi menyuruh Wiya untuk meminta maaf karena sepertinya gadis itu tak merasa bersalah setelah mengucapkan kata-kata seperti itu.

Ya iyalah, gadis sombong dan angkuh macam Wiya mana pernah sadar dirinya punya salah? Sudah belagu, kolot pula!

Apa orang kampung pikirannya memang sependek itu?

"Disini kamu rupanya? Bapak kira lagi manjat pohon mangga."

Sky' menoleh begitu suara Pak Pulungan terdengar. Pria bertubuh subur itu hanya menggunakan baju singlet berlengan pendek dan sarung yang tadi dipakainya ke masjid.

"Ya elah, Pak. Masa iya tangan udah begini masih manjat pohon mangga juga."

Pak Pulungan terkekeh. Matanya menyipit melihat rokok yang hampir habis di himpitan jemari Sky'. "Bapak baru tahu kamu merokok."

"Saya merokok nggak sering. Kalau suntuk aja."

Pak Pulungan tak lagi menjawab. Ia mengambil tempat duduk di sebelah Sky'. Bangku kayu itu berderit karena beban tubuhnya. Lama mereka saling terdiam, seolah sedang membaur bersama cantiknya pemandangan di langit dan kesunyian.

"Jangan merokok lah, Lang. Nggak baik. Selagi masih muda kesehatanmu itu dijaga, biar nanti kalau udah tua nggak sakit-sakitan dan nyusahin anak istri." Kata Pak Pulungan tak lama kemudian.

Sky' membuang puntung rokoknya. "Apaan deh, Pak? Gak jelas amat. Sakit ya sakit aja, apa hubungannya sama anak istri? Saya masih muda, masih jauh banget mikirin nikah, apalagi punya anak."

"Ya bukan berarti suatu hari kamu nggak sampai ke tahap itu kan? Bapak itu penasaran kira-kira perempuan yang kamu nikahi besok itu kayak gimana bentuknya."

"Ya yang jelas perempuan-lah, Pak. Amit-amit laki-laki mah."

Pak Pulungan berdecak. "Mulutmu itu ya!"

"Ya Bapak sih! Lagian yang anak bapak itu kan si Yada, ngapain kepo sama jodoh saya?"

"Kalau si Yada mah bapak udah tahu lebih kurang gambaran jodohnya kayak gimana. Kamu nih yang masih dipertanyakan. Bapak penasaran kan bagus, Lang. Itu tandanya kamu udah bapak anggap anak sendiri, gitu. Ayo cerita, lagi mikirin apa kamu sampai duduk menyendiri disini? Nggak takut kesambet? Area sini banyak jinnya loh. Banyak penunggunya."

Langit Diatas LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang