16 - Narcissus

1K 269 43
                                    

Assalamualaikum, selamat siang dan selamat beraktifitas!

Selamat membaca Wiya-Langit yaaa :)

***

"WAAAAAHHHH!!! TERNYATA BENERAN SKY'! SKY' BENERAN ADA DI DESA INI! DINIIII, IKI AKU KUDU PIYEEE???"

Sky' mengibaskan rambut dengan bangga begitu dua gadis muda menatapnya kagum. Yang bergigi gingsul bernama Ningsih terus melonjak kegirangan sejak lima menit yang lalu, sementara yang kulitnya agak cerah dan lebih pendiam bernama Dini hanya meliriknya sesekali dengan wajah memerah malu-malu. Akhirnyaa... ada juga orang waras di kampung kuno ini yang mengenalnya.

"Aku kira kemarin dokter Bai bohong, huhuhuu. Mbak Wiya juga pas ditanyain diam aja. Sky'—eh, Mas Sky', saya fans berat Mas Sky' loh! Yaaa walaupun ngefansnya nggak sampai beli tiket konser Le-Roi karena saya lagi di pesantren, tapi setiap liburan dan pulang ke rumah saya pasti nonton Mas Sky' di tivi." Ningsih menggebu-gebu memberi informasi. Sky' terbahak. Ia sudah ribuan kali menghadapi para fansnya yang agresif, tapi baru Ningsih ini yang membuatnya nyaman. Gadis kecil ini tak menarik-narik dan mencubit-cubit dirinya seperti para 'fans' lainnya diluar sana.

"Oh ya? Waah, thanks ya? Gimana? Pasti kayak mimpi ketemu gue kan? Mau gue kasi tanda tangan sekalian? Tangan kiri gue emang dibebat sih, tapi tangan kanan gue masih berfungsi dengan baik."

Ningsih menjerit lagi. Kali ini juga meloncat-loncat sembari memukul-mukul bahu Dini. "Beneran boleh, Mas? Iya, mau mau Mas. Sebentar saya ambil pulpen sama kertas di dalam, ya?"

Kedua gadis itu kemudian masuk ke klinik dengan tergesa-gesa. Tepatnya Ningsih yang tergesa-gesa menarik Dini untuk ikut dengannya. Sky' lagi-lagi tersenyum geli sembari menarik kursi rotan di depan klinik untuk duduk. And by the way, sejak tadi ia tak melihat Wiya sama sekali. Dimana gadis itu?

Baru saja dipikirkan, terlihat sosok Wiya masuk ke pekarangan klinik dengan kaos merah dan celana training hitam. Stunning as always. Tiga kali bertemu, Wiya selalu mengenakan baju atau kerudung berwarna merah. Apa gadis itu pecinta warna merah?

Dilihat dari seragamnya, sepertinya gadis itu baru saja selesai lari pagi. Di tangannya tergantung bungkusan plastik berwarna putih. Sky' langsung berdiri dari duduknya begitu gadis itu mendekat.

"Hai Wiya!"

Langkah Wiya terhenti. Gadis itu mengangkat kepala dan tatapannya berubah tak minat. "Kamu lagi. Wa'alaikumussalam."

Sky' terkekeh melihat Wiya yang kesal. Malah menyindirnya pula.

"Baru abis jogging, ya? Gue nungguin dari tadi loh!"

Mungkin Wiya tak menyadari, tapi Sky' sangat yakin melihat gadis itu memutar bola mata samar. "Mau apa? Kalau mau ganti perban nanti aja jam sepuluh. Dokter Bai belum datang."

Sky' tertawa. Gemas sekali dengan si cantik ini. Kenapa Wiya seperti terus-terusan memusuhinya, sih? Memangnya dia punya salah apa?

Klinik memang masih sepi karena jarum jam masih menunjukkan pukul tujuh limabelas pagi. Sky' sengaja untuk berkunjung lebih pagi karena ia tak bisa jogging untuk sementara.

"Lo gak nanya kabar gue gimana? How was my sleep? Atau lengan gue masih sakit apa nggak..."

Wiya menghela napas jengah.

"Mbak Wiya, kok tega sih ngusir Mas Sky' kayak gitu? Mas Sky' ndak apa-apa kan? Maafin Mbak Wiya, ya? Mbak Wiya emang kadang gitu kalau sama orang yang baru kenal, tapi hatinya baik kok."

Baik Sky' maupun Wiya menoleh. Ningsih mendekati mereka dengan tergesa-gesa sementara Dini mengikuti di belakangnya. Sky' bersumpah ia melihat wajah tak terima Wiya saat ditegur oleh Ningsih. Gadis itu bahkan spontan ternganga. Mungkin merasa terkhianati oleh tuduhan temannya.

Langit Diatas LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang