Butterfly

120 13 0
                                    

Satu tahun kemudian...

(Name) menjadi pianis berbakat di orkes tersebut.

Ia sudah banyak keliling banyak tempat untuk penampilan pianisnya.

Rambutnya ia potong pendek untuk menambah keanggunannya, walau sifatnya tak pernah berubah.

(Name) sedikit bercanda dengan rekannya di balik panggung orkes.

Hari ini dia salah satu acara ia akan tampil solo sebagai pianis, ia merasa sangat deg-degan saat itu.

Hidup Erwin pun sama tak pernah berubah walau ia mulai mengurangi tabiat membunuhnya. Tapi ini bukan berarti dia berhentu membunuh.

Untuk mengisi kekosongan hatinya, ia terkadang pergi hanya sekedar untuk mendengarkan permainan piano.

Walau begitu, baginya permainan (name) adalah permainan yang paling sempurna yang dapat mengisi hatinya.

Erwin sangat ingin bertemu (name) lagi, ingin mendengar permainan pianonya lagi.

Ia pergi sendiri setiap akhir pekan sambil mengantungkan pita hitam (name) dalam sakunya.

"Semoga aku dapat bertemu kamu lagi...(name)."

(Name) masih bercanda dengan para rekannya di belakang panggung.

Sampai tiba-tiba teman seorkesnya mengganti topik pembicaraan.

"Hei hei kalian dengar kasus pembunuhan kemarin."

"Ya...belum tertangkap ya pembunuhnya?"

"Tahun lalu kasus pembunuhan sedang melonjak loh...tahun sekarang agak menurun."

"Apa pembunuh orang yang sama?"

(Name) hanya terdiam menyimak pembicaraan teman-temannya.

Tapi dalam hati ia mulai khawatir, apa mungkin Erwin melakukan pembunuhan lagi?

(Name) sesegera mungkin membuang pikirannya tersebut.

Untuk apa juga dia ikut campur urusan Erwin, dia takut kejadiannya sama seperti dulu lagi.

Tapi bagaimanapun ceritanya, (name) merasa bodoh.

Setelah kejadian itu ia masih memendam perasaan pada Erwin sampai sekarang.

Wajah (name) seketika memucat saat mendengar banyak kasus pembunuhan.

"(Name) kau tak apa?"

"Aku...aku hanya gugup saja, bukan apa-apa..."

"Begitu ya..."

(Name) hanya mengangguk.

Setelahnya ia hanya terdiam karna sedang berperang dengan pikirannya.

Dia tahu siapa pembunuhnya di antara kasus-kasus itu, hanya saja ia tak mau buka mulut.

Waktu mereka tampil tiba, akhirnya mereka menghentikan pembicaraannya.

(Name) langsung bersiap duduknya dan memainkan pianonya.

Setelah beberapa lagu terlewat kini bagiannya bermain solo.

Permainannya bukan ia yang menentukan, tapi sudah di tentukan oleh pemimpinnya.

Saat (name) membuka buku nada yang harus ia mainkan, jantungnya merasa berhenti sesaat.

Ia membelalakan matanya saat membaca judulnya.

Let me play the piano

Jari (name) mulai bergetar.

Mengapa harus lagu yang itu?

Tapi (name) mencoba berfikir profesional, ia bungkam pikirannya dan mulai bermain piano.

To Far Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang