Mendengar berita tuannya berurusan dengan kantor polisi, sang kepala pelayan yang sudah setia padanya mengambil buku jurnal milik tuannya.
Ia memperhatikan semua target tuannya dan menulisnya ulang kembali dengan tangannya. Setelahnya ia berjalan sendirian lalu membuang buku jurnal tersebut kedalam sungai.
Kepala pelayan hanya menatap buku tersebut hilang seakan tak pernah ada.
Kebenaran telah ia tenggelamkan ke dalam air.
Duk!
Suara meja di pukul dengan keras.
"KENAPA KAU LAMA SEKALI! APA KAU MENGHINDARI INTROGASI KAMI!" Teriak seorang polisi.
Kepala pelayan menunduk ketakutan.
"Ma...maafkan saya sir... sa...sa...saya tak bermaksud menghindar! Saya hanya mengurus sedikit masalah dahulu di kediaman. Saya benar-benar minta maaf Sir!" Mohon kepala pelayan.
Polisi itu hanya berdecih kesal.
"Apa kau tahu apa yang terjadi pada tuan mu?"
Kepala pelayan menggeleng ketakutan.
Di dalam hatinya ia takut kedok tuannya selama ini terungkap sekarang.
"Apa kau sungguh tak tahu apa-apa?"
Kepala pelayan mengangguk ketakutan.
"Sungguh saya tak tahu apa-apa. Yang saya tahu adalah saya di panggil kemari untuk membuat kesaksian. Saya sedikit mengurus kediaman lalu langsung pergi kemari..."
Polisi itu mengangguk.
"Apa kau tahu tuanmu pergi?"
"Tentu saja, sir memang sering pergi saat akhir pekan seperti ini hanya untuk mendengar piano..."
Polisi itu mengangguk.
"Sering? Seperti rutinitas? Hobi?"
"Bisa di katakan begitu..."
"Apa hanya itu yang kau mengerti?"
"Hanya itu yang saya dapat bicarakan..."
"Apa sir selalu membawa revolver di sakunya?"
Kepala pelayan mengangguk.
"Ya, saya yang menyarankannya karna banyak terjadi kasus pembunuhan. Apa saya salah?"
Polisi itu menggeleng.
"Tidak...tidak...itu hanya untuk pertahanan diri. Tapi apa kau tahu tuanmu hampir di bunuh seseorang?"
Kepala pelayan kaget. Ia mengira ada orang lain lagi yang mengetahui kedok mereka
"Siapa yang melakukannya?! Saya tak tahu siapa yang membencinya seperti itu!"
Polisi itu memberikan selembar kertas dengan gambar (name) di dalamnya.
"Apa kau mengenalnya?"
Kepala pelayan menyipitkan matanya.
"Dia...nona (name)?"
"Iya itu dia..."
Kepala pelayan kaget mendengarnya.
"TAK MUNGKIN! Ini pasti salah faham!" Sangkal kepala pelayan.
"Kau mengenalnya?"
"I.. iya dia mantan pelayan di kediaman..."
Suara kepala pelayan merendah.
"Hm? Pernah berkerja di kediaman?"
"Ya...setahun yang lalu..."

KAMU SEDANG MEMBACA
To Far
FanfictionCerita ini bercerita saat dunia masih memandang kelas status sosial seseorang. (Name) yang berada di bawah dan dia yang ada di atas, saling mencintai. tapi kelas sosial sama sekali tak mengizinkan mereka. Walau sudah saling mencintai tapi perasaan...