Prolog

28 2 0
                                    

Katanya semakin tinggi sebuah pohon tumbuh, semakin kencang angin yang menerpanya. Awalnya Rillo yakin jika ungkapan itu tidak akan berpengaruh pada keluarganya.

Sebagai salah satu keluarga terkaya di negara, keluarga Rillo disegani, dihormati dan disanjung banyak orang. Keluarga Rillo adalah keluarga yang tampak sempurna. Rillo tidak punya saudara, ia anak tunggal yang membuatnya jadi pusat perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya.

Namun kali ini situasi di rumahnya sedang dibalik. Suasana rumah yang biasanya tenang dan damai mendadak mencekam saat ibu menyuruh Rillo pulang lebih awal dari sekolah dan menyuruh ayah untuk pulang lebih awal dari kantor.

Kini Rillo duduk di salah satu sofa ruang tengah rumahnya. Memandang kedua orang tuanya bergantian. Umur Rillo baru menginjak sepuluh tahun, ia tau pertemuan mendadak ini bukan pertemuan keluarga yang hangat seperti biasa. Ibu tampak jelas sedang menahan marah. Sementara ayah hanya menundukkan kepala.

Dan kini Rillo benar-benar sadar bahwa keluarga konglomerat yang punya kehidupan paling makmur sekalipun bisa hancur dan retak karena selembar foto wanita yang tidak sengaja ibu temukan di dalam tas kerja ayah.

"Sejak kapan?" Pertanyaan itu meluncur dari bibir ibu yang tipis dan dipoles lipstik berwarna cerah. Ibunya wanita yang cantik, sangat cantik malah. Bahkan ketika usia seharusnya sudah menciptakan lipatan di sekitar matanya atau mulai mengubah helai rambutnya menjadi putih, ibu justru masih tampak segar dan awet muda. Segala macam perawatan diri telah wanita itu lakukan untuk menjaga mati-matian kecantikannya yang kata orang-orang sangat termasyhur itu.

Dari ibunya Rillo mendapatkan banyak bagian dirinya seperti warna rambut hitam yang tebal, bulu mata yang panjang dan lentik, bentuk alis, hidung dan bibir. Secara keseluruhan Rillo lebih mirip ibu daripada ayah.

Dari ayah, Rillo justru mewarisi kecerdasan serta sifatnya. Ayah sejak dulu adalah manusia paling jenius yang pernah Rillo kenal. Tidak ada masalah di perusahaan yang tidak bisa diselesaikan ayah dan itu membuat Rillo merasa bangga sekali pada ayah. Ayah juga manusia paling sabar yang sanggup bersitahan dengan segala sifat perfeksionis ibu.

Sebagai keluarga yang sering kali menjadi sorot pemberitaan, ibu selalu menekan Rillo untuk menjaga sikap, tutur kata, perilaku bahkan penampilan agar ia tidak membuat malu. Keluarga mereka harus selalu terlihat sempurna tidak bercelah.

Terkadang Rillo merasa begitu jengah dengan segala tekanan yang diberikan ibu padanya namun ayah justru tetap sabar dan mau menuruti segala tuntutan ibu. Bahkan ketika ibu melarang ayah memakan makanan kesukaannya demi menjaga postur tubuhnya tetap sempurna, ayah menurut. Ketika ibu mengkritik habis habisan gaya berpakaian ayah yang terlalu cuek, ayah menurut dan mulai memperbaiki penampilannya lagi hingga sempurna.

Dulu Rillo mengira jika ayah bertahan dengan ibu karena ayah sangat mencintai ibu namun kini Rillo mengerti. Bukan ibu yang membuat ayah bertahan.

"Tiga tahun yang lalu." Jawab ayah akhirnya dengan suaranya yang berat dan intonasi yang tenang.

Ibu membelalak terkejut. Begitu juga Rillo. Sama sekali tidak menyangka jika hubungan ayah di belakang ibu sudah selama itu.

"Siapa dia?" Tanya ibu lagi dengan nada tajam namun tetap terjaga. Ibu tampak mati-matian menahan diri untuk tidak mengamuk saat itu juga.

"Bukan siapa-siapa. Kamu nggak kenal."

"Kamu bener-bener hebat! Kamu lebih cocok jadi aktor daripada pengusaha. Wajahmu yang lugu dan nggak berdosa itu ternyata cuma topeng untuk menyembunyikan semua kebusukan mu selama ini. Kamu bener-bener hebat!"

Ayah terdiam. Tidak membantah.

"GIMANA BISA KAMU BERHUBUNGAN SELAMA ITU DI BELAKANG AKU? GIMANA CARANYA KAMU NYEMBUNYIIN DIA!!" Teriakkan ibu membuat telinga Rillo seperti ditusuk. Namun Rillo dibuat terkejut saat ibu tiba-tiba menyambar vas bunga di atas meja dan melemparnya ke arah ayah.

Vas itu mengenai kepala ayah membuat luka di sana sebelum kemudian terjatuh dan hancur berkeping-keping di lantai. Ibu mulai murka. Entah mendapat peringatan dari mana Rillo melompat dari sofa dan berlari ke ibunya. Ia memeluk pinggang ibu sekuat tenaga untuk menghalangi nya menyambar benda lain.

"Jangan! Jangann!!" Rillo gemetar hebat. Panik sekaligus takut namun ia lebih takut jika ibu kembali melempari ayah. Rillo tau ayah tidak mungkin membalas ibu karena yang bisa ayah lakukan hanya menunggu hingga ibu merasa puas.

"Jangan lemparin ayah lagi!!" Rillo berteriak memohon.

"Rillo! Minggir kamu!" Ibu membentak dan menarik lengan Rillo dengan kasar agar melepaskan pelukannya. "Ayah kamu itu bajingan dan dia pantes mendapatkan ganjarannya!"

"Ayah emang salah tapi ibu jangan bunuh ayah!!"

"Dia lebih pantas mati daripada hidup!"

"Jangan!!!"

Rillo tetap tidak bisa dienyahkan. Anak itu terus memeluknya dengan erat. Vivian membiarkan dan memutuskan untuk mengambili benda apa saja yang terjangkau tangannya kemudian kembali melemparkannya pada sang suami. Berbagai benda melayang namun tak sekalipun laki-laki itu berusaha menghindar apalagi melawan. Kemarahan Vivian yang tadi meluap-luap kini berubah jadi tangis dan air mata yang berderai membasahi pipinya. Wanita itu mulai terjatuh ke lantai bersama Rillo yang masih memeluknya.

"Aku nggak mau cerai! Aku nggak mau cerai!!!" Teriak Vivian dengan frustasi.

"Kamu denger kan Ray? Aku nggak peduli kamu mau lanjutin hubungan mu sama wanita bangsat itu AKU NGGAK PEDULI!!!!" Suara Vivian melengking hingga ke penjuru rumah. Dadanya naik turun dengan tidak beraturan seiring dengan tangisnya yang kian menghebat.

"Kalo kamu emang mau lanjutin hubungan mu, lakukan seperti yang biasa kamu lakukan. Jangan sampai ada media atau orang lain yang tahu soal hubungan gelap mu keparatt!!"

Itu adalah pertengkaran hebat pertama ayah dan ibu sekaligus pertengkaran terakhir yang Rillo lihat. Setelah hari itu, Rillo tidak bisa lagi memandang kedua orang tuanya dengan cara yang sama. Rillo tidak bisa lagi merasakan kehangatan, apalagi cinta dan kasih sayang orang tuanya lagi. Suasana di dalam rumahnya lebih sering terasa senyap dan tidak sehangat dulu. Banyak hal yang telah berubah termasuk hubungan ibu dan ayah.

Ibu benar-benar tidak peduli pada apa saja yang terjadi pada ayah. Dan ayah memutuskan untuk melanjutkan hubungan gelapnya seperti dulu tanpa ada satupun media atau orang lain yang tahu.

Mereka menjalani hidup mereka seperti biasa namun mereka tidak sadar jika Rillo juga merasakan dampaknya, bahkan lebih besar dari dampak yang mereka sendiri rasakan.

505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang