Bab enam

32 3 0
                                    

"Ayo Rillo, ngomong! Mau nyerah sekarang atau nanti hmm?" Om Dias menyinggungkan senyum lebar yang menyebalkan di wajahnya.

Rillo mengusap sudut bibirnya yang agak perih dengan ibu jarinya. Tidak berdarah mungkin hanya memar tapi Rillo yakin memar ini, juga memar di pipi kirinya sudah cukup untuk membuatnya kena omel lagi.

Rillo masih mengepalkan erat-erat tangannya. Napasnya tinggal satu-satu. Keringat sudah membanjiri rambut, leher hingga kaosnya namun anak itu belum tampak ingin menyerah.

Rillo masih memasang kuda-kuda. Ia bergerak dengan lambat menyamping ke kanan sehingga om Dias mengikuti gerakannya. Namun sayang berbanding terbalik dengan sorot matanya, kepala Rillo sudah mulai kosong. Satu-satunya taktik yang tersisa di kepalanya hanyalah ini. Kombinasi pukulan paling kuno yang pernah ada dalam dunia per tinjuan. Sebuah pukulan jab diikuti dengan sebuah pukulan silang.

Hasilnya? Rillo berhasil membuat dirinya tercekik oleh satu lengan kekar om Dias. Dengan gemas pria itu menjitaki kepalanya. "Ayo masih nggak mau ngomong hmm?"

"AKHHH... Iya! Iya! Nyerah! Nyerahhh!!!" Rillo berteriak dengan suara tercekik.

Barulah om Dias mau melepaskan lengannya dari leher Rillo. "Udah jam lima. Sana mandi, nanti om yang anterin kamu pulang."

"Oke." Rillo melompati ring dan berlari ke bagian belakang.

Di kamar mandi, Rillo mematikan kran shower dan menggosok rambutnya dengan shampo. Samar-samar telinganya menangkap suara percakapan dari luar dan membuat anak itu menahan satu senyuman di bibirnya.

"Rillo mana?"

Suara seorang perempuan. Tante Reni.

"Lagi mandi," om Dias menjawab.

"Bagus. Semuanya udah siap kan?" Suara Tante Reni lagi.

Anak itu membilas samponya, menuntaskan kegiatan mandinya dengan cepat dan segera memakai pakaiannya.

Dengan handuk yang masih tergantung di leher, Rillo melangkah keluar dari kamar mandi. Dari lorong, ia sudah bisa melihat pemandangan yang akan menyambutnya di depan sana nanti.

Begitu sampai ternyata di sana sudah ada banyak orang. Ada om Nugi, om Fahrul, om Ricky, juga om Aldrin yang sejak tadi pagi menghilang entah kemana. Baru sore ini Rillo melihat laki-laki itu dan senyumnya langsung merekah lebar. Rillo bahkan sudah lupa bahwa dia harus pura-pura kaget akan kejutan yang sudah disiapkan untuknya.

Rillo sepertinya muncul terlalu tiba-tiba sehingga lilin yang sedang berusaha dinyalakan belum berhasil dinyalakan. Maka om Nugi segera menyikut pinggang Tante Reni. Om Fahrul dan om Ricky terkesiap. Om Aldrin dan om Dias mengukir senyum yang juga tak bisa dicegah.

"Rillo! Rillo!"

"Ada Rillo ren! Cepetan!"

"Anjrit! Suruh dia balik mandi lagi dong! Korek mana woy? Nggak ada korek lagi? Yas! Pinjem korek lo!" Tante Reni berbisik panik masih berusaha menutupi kue ulang tahun dengan tubuhnya.

"Gue dari tadi latihan tinju sama Rillo, lo pikir gue sempet ngerokok heh?" Balas om Dias.

Tante Reni mendecak. "Heh Ricky! Lo kan habis ngerokok tadi! Mana korek lo?!"

505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang