Bab tujuh

21 2 0
                                    

Rillo langsung menutup bukunya begitu selesai menyalin catatan di papan dan mengemasi barang-barang nya dengan cara melemparnya ke dalam tas asal-asalan.

Melihat tingkahnya itu, Irgi salah satu teman sekelasnya menghampirinya sambil meneguk fanta kalengan. "Mau kemana Lo? Nggak ikut nongkrong?"

Rillo menggeleng. "Ada urusan." Meskipun sebenarnya Rillo tidak pernah ikut nongkrong.

Irgi mendecak. "Gue tuh heran sama lo kenapa sih nggak pernah mau ikutan kita nongkrong? Jangan-jangan lo kerja part time ya? Jadi tukang pukul? Atau jadi begal?"

Rillo mengerutkan kening tidak mengerti. Irgi kemudian menunjuk wajahnya. "Muka lo selalu babak belur." Katanya menjelaskan kebingungan Rillo.

Rillo langsung meraba pipinya. Pagi ini sebelum berangkat ke sekolah Rillo mengoleskan krim dari salah satu botol kaca di meja rias Mami. Label di depannya bertuliskan Chanel tapi Rillo tidak tau apa fungsinya, ia hanya mengambil yang sesuai dengan warna kulitnya. Pasti siang ini krim itu sudah menghilang karena keringat nya dan kembali menampakkan memar akibat latihan boxing nya bersama om Dias kemarin.

"Bener lo jadi tukang pukul?" Irgi menatapnya prihatin. "Ck. Keras banget hidup lo padahal nyokap lo kayaknya orang kaya habis gue lihat tumpangannya Mercedes Benz, masa anaknya kerja part time jadi tukang pukul?"

Rillo berjalan keluar dari bangkunya dan menjitak kepala Irgi. "Jangan asal ngomong." Kemudian berlalu begitu saja.

Irgi langsung berteriak. "Woy! Beneran nggak mau ikut nongkrong?!" Saat Rillo sudah mencapai ambang pintu kelas.

Rillo hanya mengangkat satu tangannya dan memberi Irgi lambaian singkat. Rillo mengubah langkah-langkah cepatnya jadi berlari. Ia menyusupkan tubuhnya dengan mudah di antara teman-teman sekolah lainnya yang memadati lapangan.

Begitu sampai di depan gerbang, Rillo langsung mencari Mercedes-Benz Mami. Ia menemukan mobil itu terparkir di sebrang jalan dan Mami yang terlihat berdiri di belakangnya sedang mengobrol bersama seorang wanita, sepertinya salah satu wali murid.

"Rillo udah ada rencana mau SMA di mana? Saya bingung nanti Irgi tetap lanjut sekolah di sini atau di luar negeri sama nenek kakeknya. Saya hampir nyerah Irgi bolotnya minta ampun nggak kayak Rillo,"

"Loh emangnya Rillo kenapa?" Tanya Mami bingung.

"Irgi cerita ke saya kalo Rillo selalu rangking pertama di kelas dari kelas satu sampe sekarang mau naik ke kelas tiga." Wanita itu yang tak lain dan tak bukan ternyata adalah ibunya Irgi.

Mami langsung paham. Ia tersenyum lebar. "Oh kalo itu mungkin karena Rillo les ya. Dia pulang sekolah selalu les."

"Oh begitu? Saya boleh minta nomer kontak tempat Rillo les nggak? Saya mau masukin Irgi ke sana siapa tau otaknya nanti jadi agak jalan sukur sukur kalo dia mendadak pinter kayak Rillo."

"Boleh boleh." Mami mengeluarkan ponsel dan menyebutkan sederet nomer telpon Miss Becca, guru les Rillo.

Seketika Rillo menelan ludah. Gawat. Dia belum berencana memberitahu Mami kalau dia sudah keluar dari tempat les nya tapi sebentar lagi Mami justru akan tau saat dia mendapat laporan dari ibunya Irgi nanti.

"Mami!" Rillo memanggil Mami dan wanita itu langsung menoleh.

"Hai, Rillo!" Mami menoleh ke ibunya Irgi dan berpamitan dengan wanita itu. Ia kemudian berjalan menghampiri Rillo yang sudah berdiri di samping mobil.

Sebelum mengikuti Mami masuk ke dalam mobil, Rillo menangkap sebuah mobil yang terparkir di kejauhan dan tampak tidak asing baginya. Sebelum Rillo benar-benar memastikan bahwa mobil itu memang salah satu mobil yang sering ia lihat di halaman markas Domani, Mami sudah berseru dan menyuruhnya segera masuk.

505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang