"Gue rasa mending lo jangan nyari pacar dulu Lin." Kata Irgi yang membuat Aelin langsung melotot ke arahnya.
"Kenapa emang?" Tanya Aelin. Belum apa apa wajahnya sudah merenggut.
Irgi menghela napas. "Udah jelas kan? Rillo belum siap nerima itu makanya semua usaha lo bakalan percuma. Dia bakal selalu gagalin rencana lo dan sekarang lo lihat sendiri Zia juga kena imbasnya."
"Maksud lo? Emang Zia kenapa?" Aelin terkesiap.
"Dia bakal dipindah sama Rillo."
Aelin langsung menegakkan kedua bahunya. "Kemana?"
"Mungkin setelah pulang dari Sumut sama lo, Zia bakal nyusul Killian."
"Gi.." dengan cepat air mata menggenangi kedua kelopak mata Aelin. Dalam sekejap Aelin menangis namun gadis itu langsung menyekanya dan mendadak bangkit berdiri.
"Mau kemana Lin?" Tanya Irgi dengan kepala yang terangkat ke atas.
Aelin tidak menjawab. Gadis itu berlari meninggalkan Irgi sendirian di dekat kolam renang. Langkah kaki Aelin yang berderap cepat membawanya ke ruang kerja Rillo. Tanpa mengetuk apalagi mengucapkan permisi, Aelin menerobos masuk dan pemandangan yang dilihatnya di dalam sana membuat hatinya terpecut sakit.
Rillo sedang mengintimidasi Zia.
"Rillo!" Aelin melangkah ke arah laki-laki itu yang bersandar di meja kerjanya sambil bersidekap. Ia berdiri di antara Rillo dan Zia. Menyembunyikan Zia yang sedang menangis kesesakan ke belakang tubuhnya dan berdiri menghadap Rillo dengan sangat berani. Kalau sudah begini Aelin tidak kenal lagi apa itu kata takut. Zia adalah orang penting di hidupnya. Kalau tidak ada Zia..
"Gue nggak mau lo mindahin Zia buat ikut Lian!"
Rillo masih menyilangkan kedua lengannya di depan dada dan menatap Aelin tanpa ekspresi. Wajahnya sedikit menunduk untuk menatap tepat ke mata Aelin. "Kamu maunya gimana?" Tanya laki-laki itu dengan suara beratnya.
"Jangan lin.." Zia berusaha menghentikan Aelin namun Aelin menepis tangan gadis itu yang ada di pundaknya.
"Bukannya lo sendiri yang udah nugasin Zia buat jaga gue? Kalo sekarang Zia lo pindah, gue sama siapa?!" Aelin berkacak pinggang.
Entah kenapa pertanyaan Aelin itu sepertinya membuat Rillo merasa geli. "Aku?"
"Elo??!!" Aelin melotot tajam tajam. "Nggak deh makasih! Gue masih mau hidup dengan tenang jiwa, lahir, dan batin!" Jawab Aelin diplomatis.
Kening Rillo berkerut. "Emangnya kalo sama aku kenapa? Bukannya kamu dulu pengen ikut aku kemana mana?"
"Itu dulu! Lagian elo sekarang udah berubah gue nggak kenal lo lagi!"
Raut wajah Rillo mengeras dan Aelin seketika menyesali ucapannya. Bahkan sorot mata Rillo jadi dingin.
"Kalo gitu Zia harus tetep pergi." Kata Rillo dengan nada tandas.
"Lo, plis deh lo jangan seenaknya---"
"Bukan kamu yang ngambil keputusan di sini dan aku nggak mau dibantah. Zia bakal tetep pergi sama Lian. Jangan ikut campur!" Nada suara Rillo meninggi.
Aelin membuka bibirnya lagi bersiap membantah tapi Zia meremas lengannya. "Lin.." dapat Aelin rasakan seberapa gemetarnya Zia di belakang tubuhnya.
Tapi Aelin tidak mau menyerah. Lebih baik berjuang sampai titik darah penghabisan sekarang daripada dia harus kehilangan Zia.
"Lo keluar dulu deh zi." Kata Aelin membuat Rillo mengangkat sebelah alisnya.
"Lo.. mau ngapain Lin?" Suara Zia bahkan ikut bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
505
General FictionRillo akhirnya memutuskan untuk mengubah nama belakangnya menjadi 'Domani'. Bukan sembarangan Domani karena yang satu ini adalah pemilik bisnis keluarga yang sudah terkenal di kalangan broker gelap di dunia bawah. Namun tidak seperti pemimpin yang s...