Aelin berkacak pinggang dengan wajah yang tampak memerah padam. Entah karena emosi atau karena hal yang lain. Gadis itu sudah berpakaian lengkap dengan tangtop hitam dan celana panjang piyama cream nya tentu saja setelah sebelumnya ia mengusir Rillo keluar dari kamar.
"Gimana kabar kamu?" Tanya Rillo dengan nada tenang namun wajahnya benar benar terlihat menyebalkan. Kehadiran Rillo yang hanya menduduki sofa di kamar Aelin sambil menyilangkan kakinya saja--menumpukkan satu kakinya di atas pahanya yang lain--terasa begitu arogan dan sangat mendominasi padahal bukankah ini kamar Aelin?
"Baik." Jawab Aelin setengah hati. "Lo sendiri gimana? Masih ingat rumah?"
"Kenapa kamu nanya kayak gitu?"
Aelin memutar matanya. "Lo dan keegoisan lo yang segede monas itu nggak pernah ada yang bisa nandingin kan?"
"Jangan terlalu kasar."
"Terserah deh yang penting sekarang lo keluar dulu dari kamar gue. Kita ngobrol di bawah."
"Kenapa?"
"Kenapa?" Aelin menarik napas dalam dalam. "Karena gue udah bilang berkali-kali sama lo---"
Dahi Rillo berkerut. Seketika nyali Aelin menciut.
"Gue udah pernah bilang lo nggak boleh masuk kamar gue sembarangan!" Aelin cepat cepat menyelesaikan kalimatnya.
"Dari dulu aku udah sering masuk kamar kamu."
"Itu kan dulu Rillo!!"
"Apa bedanya sama sekarang?"
"Bisa aja pas lo masuk gue lagi naked, kayak tadi?!"
"Aku udah pernah lihat."
Aelin mendelik. "WHAT THE?!!"
Rillo tersenyum.
"Ngomong ngomong liburan semester mau kemana?" Tanya Rillo membuat Aelin sesaat tersedak udara yang dihirupnya.
"Nggak kemana mana."
"Hmm, berarti Irgi yang bohong?"
Seketika jantung Aelin kembali berdetak kencang. "Ngomong apa dia?"
"Kamu mau ke LA sama Zia."
Aelin menelan ludahnya yang terasa pahit. Sekarang gadis itu terlibat perang hebat di dalam kepalanya sendiri. Harusnya dia menculik Irgi lalu mengasingkannya untuk sementara supaya laki-laki itu berhenti menjadi agen bermuka dua di antara kubunya dan kubu Rillo. Irgi selalu mengatakan.
"Tenang aja gue bakal selalu infoin kemana Rillo pergi. Rahasia lo juga bakal aman sama gue. Gue janji." Dengan raut wajah yang sangat menyakinkan. Namun pada akhirnya rahasia itu tetap bocor. Irgi membocorkan rahasia Aelin pada Rillo dan juga membocorkan rahasia Rillo pada Aelin.
"Nggak jadi pergi." Jawab Aelin akhirnya.
"Kenapa nggak jadi pergi? Berangkat nya masih besok kan?"
Soalnya lo pasti ikut!! Teriak Aelin dalam hati. "Nggak papa." Sahutnya dengan nada masam.
Rillo tersenyum lagi kali ini sambil mengangguk-angguk. Entah kenapa setiap gelagat laki-laki itu selalu tampak mencurigakan di mata Aelin. Bahkan Aelin yang sejak tadi mengawasinya, sejak Rillo masuk ke kamarnya belum mengendurkan tingkat kewaspadaannya. Sampai akhirnya mata Aelin tiba tiba bergerak ke meja kecil di samping sofa yang diduduki Rillo. Seketika alarm tanda bahaya di kepala gadis itu berteriak keras keras namun tangan Rillo lah yang lebih dulu terjulur ke sana. Laki-laki itu mengambil dua tiket pesawat ke LA yang diletakkan di sana kemudian dengan entengnya Rillo merobek nya jadi dua.

KAMU SEDANG MEMBACA
505
Ficción GeneralRillo akhirnya memutuskan untuk mengubah nama belakangnya menjadi 'Domani'. Bukan sembarangan Domani karena yang satu ini adalah pemilik bisnis keluarga yang sudah terkenal di kalangan broker gelap di dunia bawah. Namun tidak seperti pemimpin yang s...