Bab dua

8 2 0
                                    

Beberapa anak memandangnya dengan tatapan tajam.

Rillo merasakan itu saat ia berjalan ke kantin sendirian. Saat Rillo berusaha tidak mempedulikannya, ia malah melihat beberapa anak lain terang-terangan membicarakannya saat dia lewat.

"Dia kan yang kemarin benturin kepalanya Melvin ke meja?"

"Iya sampe bocor,"

"Ngeri banget ih, aku jadi takut,"

"Padahal aku kira Rillo anaknya asik, ternyata dia juga suka kasar sama temennya sendiri."

"Katanya kepala Melvin sampai dijahit, ibunya juga ke sini kemarin."

"Kalo orang tuanya Rillo ke sini juga?"

"Enggak tuh, aku nggak lihat. Cuma ibunya Melvin,"

"Yah pantes aja, ibu aku cerita ayahnya Rillo orang yang punya perusahaan mobil Lamborghini, terus aku disuruh jangan gangguin dia malah disuruh baik baikin dia."

"Sama! Aku juga disuruh temenan sama dia tapi aku nggak mau orang dia kayak gitu,"

"Iya aku juga nggak mau."

Saat Rillo sudah duduk di salah satu kursi, ia sudah tidak lagi mendengar omongan omongan tentangnya namun sebagai gantinya ada saja anak-anak yang sengaja mampir ke mejanya hanya untuk mencela nya.

"Heh Rillo! Jangan mentang-mentang keluarga mu orang kaya kamu bisa seenaknya sama temen!" Hardik Ivan, teman sekelas Melvin.

"Maksud kamu?" Rillo memandangnya bingung.

"Melvin sekarang nggak masuk sekolah karena ulah kamu kemarin! Dia dijahit kepalanya gara gara kamu benturin ke meja!"

"Itu kan salah Melvin sendiri. Dia yang benturin kepala aku duluan,"

"Tapi nggak sampe berdarah kan? Sampe berdarah nggak?!"

Rillo mengatupkan bibirnya.

"Sekarang kamu tanggung jawab sana tuh sama Melvin!" Ivan menendang kaki meja Rillo.

Rillo semakin terdiam.

Saat Ivan dan gerombolannya pergi, Rillo melihat Boni yang baru muncul di kantin. Rillo langsung memanggilnya supaya dia punya teman untuk diajak makan siang bersama. Tapi Boni malah mengatakan hal yang mengejutkan nya.

"Aku nggak mau temenan sama kamu lagi, kamu istirahat sendiri aja." Boni kemudian pergi menjauhinya.

Rillo benar-benar sendiri. Saat ia menatap ke sekeliling kantin, anak-anak yang dulu menjadi temannya juga menjauhinya. Tidak ada satupun dari mereka yang mendatanginya dan memilih bergabung dengan kelompok baru yang tidak ada Rillo di dalamnya.

Sekarang setiap kali Rillo pulang sekolah, ia akan langsung berlari ke kamarnya dan menangis tanpa suara di sana. Dari hari ke hari Rillo semakin berubah. Anak yang periang dan aktif kini semakin tak terlihat lagi sosoknya tenggelam dan tergantikan dengan sosok anak berwajah murung, gampang marah dan senang menyendiri.

Saat di sekolah, dari hari ke hari Rillo semakin terbiasa sendiri. Duduk di kelas sendiri. Pergi ke kantin sendiri. Jika hari itu tidak ada yang mengganggunya, Rillo tidak akan menangis saat di rumah. Namun jika ada yang mengganggunya, Rillo mungkin tidak tinggal diam. Ia selalu membalas dengan lebih kasar anak yang mengganggunya tapi kemudian Rillo akan menyesal dan menangis sendiri di rumah.

Seperti yang terjadi siang ini. Rillo lagi-lagi tidak sadar bahwa ia telah membalas perbuatan teman yang mengganggunya dengan berlebihan. Ia telah membuat lengan Ivan patah!

"RILLO!"

Rillo menengadah ketika mendengar bentakan keras itu. Setelah tersadar ia hanya bisa terpaku menatap Ivan yang menjerit-jerit kesakitan sambil menangis di tanah tanpa bisa berkutik. Bu Jodi berlari ke arah kerumunan yang mengelilingi Ivan kemudian segera mengangkat tubuh anak itu. Bu Jodi tidak mengatakan apa-apa lagi namun tatapan tajam dari wali kelasnya itu terus membekas diingatan Rillo setelah nya. Baru kali ini ia melihat ada orang yang begitu membencinya setengah mati dan orang itu adalah gurunya sendiri.

505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang