Ankara sedang duduk di bangku tribun di pinggir lapangan pagi ini bersama dua teman sekelasnya.
"Temen temen lo tuh," Hengky menyenggol kaki Ankara saat menyadari arah tatapan Ankara yang tertuju ke lapangan.
"Nggak mau join ka? Biasanya lo ikutan tuh lari-lari," Julius atau yang biasa dipanggil Ijul turut menggodanya. Berdua Hengky cowok itu tergelak saat Ankara tampak merengut.
"Bacot lo." Ankara menendang Ijul yang berdiri tepat di depannya dan menghalangi pemandangannya.
Pagi ini anak anak Mahatma tampak sedang melakukan pemanasan di lapangan depan padahal mereka punya lapangan voli sendiri di gedung olahraga dalam. Melihat pemandangan itu, Ankara jadi teringat percakapannya dengan Rillo semalam dan entah kenapa Ankara jadi merasa sedih. Bukan karena tidak bisa kembali ke tim melainkan karena ia mengira jika Rillo tidak membolehkannya menjadi anggota Domani seterusnya. Barangkali ada kemungkinan juga Rillo akan mendepaknya dari markas Domani dan memaksa nya untuk kembali ke tempat asalnya.
Ankara tiba-tiba terkesiap saat melihat Singgih, kapten tim voli Mahatma mendadak keluar dari barisan dan berjalan meninggalkan anak anak lain yang masih melanjutkan larinya di lapangan. Dari arah Singgih berjalan Ankara bisa menebak kemana cowok itu akan pergi. Ke tempat duduknya. Dan benar saja.
"Ka!"
Ankara langsung bangkit berdiri. Sementara Hengky dan Julius berbalik dengan kaget karena Singgih yang tiba-tiba muncul di belakang mereka.
"Ehh ada kapten! Ka ada kapten ka!" Ijul kembali melanjutkan godaanya namun cowok itu juga kaget karena tidak mendapati Ankara di tempatnya lagi. Ankara ternyata sudah berjalan menuruni tribun.
Singgih yang melihat itu langsung menyusul Ankara. "Ka! Ada yang mau gue omongin!" Seru Singgih.
"Ntar aja Gih pulang sekolah!" Ankara balas berseru. Cowok itu kemudian melompati empat anak tangga yang tersisa sekaligus dan turun ke lapangan.
Karenanya Singgih tidak bisa lagi mengejar Ankara. Terpaksa cowok itu membiarkan Ankara lolos begitu saja. Tatapan Singgih yang masih tertuju ke punggung Ankara tampak sedikit meredup namun jauh dalam pikirannya, harapan Singgih masih sangat besar untuk bisa membawa Ankara kembali ke dalam tim.
Sementara di lapangan, sambil mengantongi kedua tangannya ke dalam saku Ankara berjalan melewati anak anak Mahatma yang kompak memandangnya. Saat Ankara belum terlalu jauh dari posisi anak anak Mahatma berdiri, salah seorang dari mereka berseru.
"Tai lo ka!" Seruan itu membuat Ankara menoleh tapi tidak membuatnya berhenti berjalan.
"Dulu aja lo bilang bakal bareng sama Mahatma sampe keluar negeri, ke pertandingan inter! Sekarang mana anjing omongan lo yang waktu itu?!" Ankara tau siapa yang mengumpatinya itu. Drian.
"Cuma gara-gara masalah sepele aja lo langsung cabut? Mental lo kenapa tempe banget gitu sih ka?" Seru yang lain. Nicky.
"Bilang aja kalo lo cuma mau bikin alasan ka! Lo mau gabung ke tim lain kan?!" Seruan yang ini tak lain dan tak bukan adalah Kenneth atau yang biasa dipanggil Ken. Cowok tengil yang dekat dengan Ankara di tim. Setelah seruannya itu Ken langsung dijitak ramai ramai.
Sementara Ankara yang melihat dirinya diumpat sampai difitnah di depan mata, sama sekali tidak berniat membalas. Cowok itu terus melangkah dan bahkan ia memberikan seringai tipis kepada teman temannya. Hal itu kontan membuat Drian dan Nicky yang menyadarinya langsung pengen mengejar Ankara untuk menghajar cowok itu. Pada dasarnya Ankara memang sama tengilnya dengan Ken.
"Sialan tuh bocah." Drian mengumpat lagi yang mendengar hanya Nicky yang berada di sampingnya.
"Kenapa berhenti? Ayo lanjut pemanasan!" Singgih yang baru kembali ke lapangan langsung membubarkan kerumunan teman temannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
505
Ficção GeralRillo akhirnya memutuskan untuk mengubah nama belakangnya menjadi 'Domani'. Bukan sembarangan Domani karena yang satu ini adalah pemilik bisnis keluarga yang sudah terkenal di kalangan broker gelap di dunia bawah. Namun tidak seperti pemimpin yang s...