Sebuah Acura NSX abu-abu terparkir tak jauh dari tempat pemakaman umum. Pengemudinya baru saja kembali setelah menghabiskan waktunya duduk di dekat salah satu makam selama hampir satu jam namun ia belum memiliki keinginan untuk menyalakan mobilnya sekalipun hari sudah mulai gelap. Kepalanya tertunduk hingga keningnya menyentuh setir mobil. Pundaknya tampak melunglai namun pegangannya pada setir mobil benar-benar mengencang saat Rillo kembali merasakan kecemasan itu lagi.
Entah sejak kapan selain mengalami alexithymia, Rillo juga menderita panic attack yang tidak bisa diremehkan. Rillo masih ingat dengan benar kecemasan yang ia rasakan saat ini sama persis dengan yang ia rasakan beberapa tahun lalu saat ia tiba-tiba memiliki pemikiran gila untuk menginjak gas mobilnya kuat kuat hingga akhirnya menabrak. Rillo jadi merasa takut setiap kali kecemasan ini muncul. Rillo berusaha mengendalikannya namun yang ia rasakan justru hanya kepanikan.
Keinginan untuk bunuh diri itu sudah lama telah hilang dari pikirannya namun ingatannya masih menyisakan bekas bekasnya. Dan bekasnya itulah yang selama ini membuat Rillo tidak ingin membawa mobil sendirian. Hari ini ia pikir dirinya sudah lebih kuat namun ternyata Rillo telah salah menilai dirinya. Lagipula ini juga salahnya sendiri. Rillo tadi hanya berpamitan akan mengunjungi rumah sakit. Ia sama sekali tidak mengatakan ia juga akan ke pemakaman. Nyatanya selama ini Rillo tidak bisa melakukan dua kunjungan itu sekaligus dalam satu hari sekarang Rillo kehabisan energi dan segala ketakutan dan kecemasannya berlomba-lomba memburunya.
"Jangan sampai ada orang yang nelpon gue." Kata-kata Irgi itu kembali terngiang di kepala Rillo dan membuat laki-laki itu mendecih.
Rillo benci mengakuinya namun jika ia memaksakan diri untuk pulang sendiri sekarang, Rillo yakin benar-benar akan ada orang yang menelepon Irgi nanti untuk mengabarkan bahwa dirinya telah kecelakaan. Ia bahkan tidak bisa memfokuskan pandangannya sekarang.
Rillo mengeluarkan handphonenya dari saku dengan tangan yang gemetaran ia mencari sebuah nomor di kontak telepon nya. Saat sedang menunduk mencari nomor itu, kaca mobilnya diketuk. Kepala Rillo kembali menegak dan kedua alisnya langsung bertaut. Orang yang mengetuk kaca mobilnya itu memberinya isyarat supaya Rillo menurunkan kacanya.
"Ngapain ayah di sini?" Tanya Rillo langsung pada Raymond Joe Volga yang mendadak muncul di depannya saat ini.
Ayahnya dengan santai menyandarkan kedua lengannya di jendela mobil Rillo. "Kenapa? Hmm, mungkin karena hari ini malam Jumat jadinya yaa waktunya Ayah nyekar ke kuburannya Aldrin?"
"Sendiri?" Tanya Rillo lagi.
"Sama Victor. Ayah habis meeting."
Rillo melirik dari kaca spion dan menemukan Victor yang masih berdiri di samping mobil ayahnya.
"Kebetulan tadi pas mau balik ayah ngelihat ini Acura. Untungnya ayah inget kalo sekarang kamu bawanya Acura."
Sebuah Acura yang berdiam diri di pemakaman umum memang terlalu mencolok. Tapi Rillo sekarang jadi bersyukur karena ada ayahnya.
"Mau Ayah setirin?" Tanya Ayahnya sambil menunjuk ke layar handphone Rillo dengan dagunya dan tentu saja tersenyum jahil.
Rillo menunduk baru menyadari layarnya masih menyala sehingga Ayahnya bisa melihat kontak telepon Irgi yang baru saja akan dihubunginya. Rillo membuang napasnya kemudian membuka pintu mobil mempersilahkan ayahnya masuk.
Rillo bergeser ke kursi penumpang sementara ayahnya duduk di belakang kemudi. Acura itu kembali bergerak. Raymond sesaat berhenti di depan Victor. "Saya sama Rillo." Katanya pada sang asisten.
Victor mengangguk. Raymond kemudian kembali menginjak gas.
Saat Acura itu sudah kembali melaju di atas aspal jalan raya, Raymond melirik anak laki-lakinya kemudian tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
505
General FictionRillo akhirnya memutuskan untuk mengubah nama belakangnya menjadi 'Domani'. Bukan sembarangan Domani karena yang satu ini adalah pemilik bisnis keluarga yang sudah terkenal di kalangan broker gelap di dunia bawah. Namun tidak seperti pemimpin yang s...