Di dalam ruangan yang besarnya hanya 2x2 meter itu, Killian langsung mengadakan rapat setelah Rillo tiba di pulau.
"Sori ruangannya agak sempit, cuma rumah ini yang menurut gue aman buat tempat tinggal sementara."
Mereka hanya bisa mengisi ruangan itu dengan satu buah meja panjang dan lima buah kursi. Sebagian besar sisi mejanya juga penuh oleh tiga buah komputer berikut perlengkapannya. Tepat di belakangnya ada Ivy yang selama 24 jam mengawasi kamera pengintai yang sudah mereka letakkan di sekitar kawasan tempat yang sedang mereka incar.
Rillo duduk di kursi paling ujung sembari menyandarkan punggungnya. "Nggak masalah. Kita mulai rapatnya."
Killian mengangguk kemudian ia memberi isyarat pada Ivy untuk mengganti tampilan layar. Seketika pemandangan yang ada di depan Rillo berubah jadi sebuah halaman rumah yang di sorot dari atas dan sedikit terhalangi oleh dedaunan. Rillo menduga jika Killian meletakkan kamera pengintai di atas sebuah pohon.
"Target kita tinggal di mansion di deket teluk pulau ini. Dia punya banyak pegawai yang berjaga duapuluh empat jam secara bergilir jadi target kita nggak pernah ditinggal sendirian. Gue udah pernah nyoba masuk ke sana jadi salah satu pegawai tapi gue langsung ketahuan."
"Gimana sistem sensornya?"
Killian menggeleng dengan wajah kecewa. "Sebelumnya kita udah masuk ke sistem mereka tapi entah kenapa gue nggak pernah lihat model sistem itu. Karena gue nggak mau ambil resiko, gue mutusin buat nyusup langsung tapi ya seperti yang udah gue bilang gue langsung ketahuan."
"Dengan lo turun, itu sama aja lo udah ngambil resiko bahkan taruhan nya nyawa lo langsung."
"Gue nggak punya pilihan, Lo. Sebulan gue di sini cuma bisa ngamatin target kita dari jauh. Baru kali ini gue bener bener gagal nyelesain misi."
"Gue nggak akan mempermasalahkannya."
"Gue yang mempermasalahkannya." Killian bersikeras.
Rillo mengembuskan napasnya. Ia menyandarkan kepalanya ke belakang dan memejamkan mata. Untuk sesaat tidak ada suara yang terdengar di ruangan itu. Sementara Killian dan Ivy memutuskan membiarkan Rillo larut dalam pikirannya.
"Dia cuma liburan di sini," gumam Rillo masih dengan mata yang terpejam. "Kalo buat liburan, penjagaannya nggak perlu seketat ini." Laki-laki itu akhirnya kembali menatap Killian.
"Ada informasi lain?"
Killian dan Ivy saling melempar pandang.
"Sejak gue sama Ivy sampai di pulau ini kita udah nggak bisa nerobos penjagaan di rumah itu tapi gue udah nyari, ya ada info lain. Penjagaan di sana diperketat sejak terakhir kali mereka kelolosan satu orang. Dia ada di dalam mansion itu selama berminggu-minggu dan dapetin hampir semua info di sana."
Rillo mengangkat kedua alisnya. "Siapa dia?"
"Kirei." Killian mengembuskan napasnya. Lagi-lagi tampak kecewa. "Sori. Gue cuma tau namanya. Kirei, gue sama sekali belum tau wujudnya kayak gimana. Informasi soal dia bener bener terbatas, bahkan nggak ada. Gue cuma punya satu sumber yang bisa ngasih info soal dia."
"Di mana?"
"Lithium."
Lithium bukan sejenis obat. Lithium di sini adalah nama sebuah bar. Satu-satunya bar yang ada di Pulau ini.
"Gue udah beberapa kali ke tempat itu jadi gue kenal sama bartender sekaligus yang punya bar nya. Brady Joe."
Tidak perlu menunggu lama malamnya Rillo memutuskan untuk pergi ke tempat itu bersama Killian. Pulau itu tidak terlalu besar, penduduknya juga tidak sampai tiga ribu jiwa namun ia memiliki pemandangan yang sangat memanjakan mata. Jalanan nya belum banyak yang di aspal sebagian masih berupa tanah dengan pemandangan di kanan kirinya berupa bukit serta hamparan rumput yang luas. Saat siang pemandangan yang disajikan di sana adalah bentangan langit cerah tanpa awan dan hamparan laut biru sejauh mata memandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
505
General FictionRillo akhirnya memutuskan untuk mengubah nama belakangnya menjadi 'Domani'. Bukan sembarangan Domani karena yang satu ini adalah pemilik bisnis keluarga yang sudah terkenal di kalangan broker gelap di dunia bawah. Namun tidak seperti pemimpin yang s...