Part 15 : Warlock

351 37 14
                                    

"Darah lebih kental daripada pada air."
.
.
.
.

Happy Reading😘

"Hey katanya ada anak baru!"

"Ku dengar dia sangat tampan! Aku tak sabar untuk melihatnya."

"Semenjak primadona sekolah di goda gadis jalang miskin, pria tampan menjadi berkurang."

"Katanya pria itu akan masuk kelas XI-I?"

"APA? Aishh.. Sial, pasti si jalang itu akan menggodanya."

"Diamlah, lihat! Pria itu akan lewat."

Remaja lelaki yang tengah menjadi topik panas siswi perempuan bersikap tak acuh, bibirnya menyungging garis lurus, iris abu-abunya fokus berjalan ke depan, hingga kedua langkah kakinya menuju arah koridor tempat kepala sekolah berada.

Pintu yang terbuat dari kayu jadi berhias ukiran mahal itu menyambutnya pertama kali, aroma tinner yang khas merasuk dalam indera penciuman—sepertinya baru saja di cat.

Setelah beberapa ketukan, sang empu pemilik ruangan mengijinkannya masuk ke dalam.

Remaja lelaki itu kemudian meletakkan berkas kepindahannya pada kepala sekolah dan duduk di kursi yang telah disediakan.

Kepala sekolah itu pun mendengkus, bibirnya mengulas senyum remeh, tak lama setelahnya pria berwajah paruh baya itu terkekeh dengan nada bariton yang menyeramkan.

"Aku tak menyangka pemimpin warlock akan mengirim anggotanya di kawasan vampir, apa kau mencoba bunuh diri disini, nak?"

Ekspresi remaja lelaki itu sama sekali tak berubah, jemarinya meraih tas punggung, membuka kemudian mengambil sebuah gulungan perkamen dan menyerahkannya pada pria paruh baya tersebut.

"Wajahmu terlihat sangat tua, apa kau belum meminum darahmu tuan Vladimir?" remaja itu kini menyungging simpul miring.

"Apa tujuanmu?"

"Baca saja, tuan. Saya harap anda membacanya dengan hati terbuka."

Pria paruh baya itu kemudian mengambil perkamen, membentangkannya lebar seraya membaca setiap detail kata dengan teliti.

Setelah membaca isi permanen tersebut ia membantingnya di atas meja, menarik kerah baju sang remaja lelaki hingga mencekik lehernya.

"Perjanjian tumbal putraku? Apa kau gila?"

"Apa kau akan melawan Dewi Agung Hecate, Tuanku?" pria paruh baya sontak terdiam, genggamannya pada kerah remaja lelaki itu mengendur, tak lama kemudian ia jatuh terduduk di kursi kebesarannya.

"Kenapa Sang Dewi ingin membunuh putra yang telah ia besarkan sendiri? Bukankah ia memintaku untuk menjaganya karena masa depan akan berubah?"

Remaja lelaki itu mendadak tertawa sangat keras, suaranya begitu menggema merusak rungu, "Apakah anda lupa yang terjadi pada putra pertama anda, Jose? Bukankah Dewi Agung Hecate akan memberikan berkah-nya pada bocah itu di saat Friday the 13th?" jeda, sorot matanya berubah sangat tajam, "kenyataannya Hecate malah membunuh putramu tepat di hadapanmu!"

"Lalu mengapa jika dia mati? Bocah itu sama sekali tidak penting bagiku."

"Oh, jadi putra Annelise adalah yang paling terpenting bagimu?" di rasa pria paruh baya itu tak merespon, si remaja melanjutkan perkataannya, "Haruskah aku ceritakan bersama  kisah menyedihkan Antara Annelise Morovich dengan Goliath Vladimir?"

Two OwnersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang