Dua minggu yang rasanya cukup berat bagi Rigel. Mimpi buruk yang sama di setiap tidurnya, pekerjaan yang menumpuk, ditambah mempelajari materi untuk seminar. Untungnya Ose tak menambah segala beban itu dengan bertingkah macam-macam, tak seperti prasangkanya semula.
Kata-kata Jena di Starbucks dan wajah Ose yang selalu muncul di tiap mimpi buruknya ternyata bukannya membuat suara hatinya makin jernih seperti yang ia harapkan, tetapi malah menjadikannya semakin ruwet.
Rigel menghela napas. Ia merasa untuk saat ini lebih baik ia mengesampingkan semua gangguan itu dulu supaya bisa memfokuskan konsentrasinya pada seminarnya nanti.
Pria itu menghabiskan Minggu paginya dengan membereskan baju-baju yang akan dibawanya pergi. Ia menurunkan semua setelan jas Giorgio Armani yang dibelinya atas rekomendasi Leon dari gantungan. Setelah bimbang sejenak antara hitam polos atau hitam bergaris putih, akhirnya ia memutuskan untuk membawa yang bergaris untuk menemani setelan biru navy yang sudah lebih dulu dipilihnya untuk dipakai di seminar nanti.
Rigel sedang melipat kemeja putihnya ketika Ibu mengetuk pintu kamar lalu duduk di sampingnya.
"Sudah selesai berkemasnya?" tanya Ibu.
"Tinggal masukin kaos dan dasi," sahut Rigel. Karena terbiasa mandiri sedari kecil, berkemas bukanlah hal yang menyulitkan baginya.
"Hati-hati ya, di sana nanti. Selalu jaga Ose."
"Keluarga Ose kan tinggal di sana, Bu. Nggak ada yang perlu Ibu khawatirkan. Lagipula kami cuma empat hari di sana. Aku yang khawatir karena harus ninggalin Ibu." Rigel menatap Ibu. "Ibu akan aku tinggal sendirian selama empat hari, nggak apa-apa, kan?"
Ibu tersenyum. Jari-jari wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu mengusap kepala anak satu-satunya dengan sayang. "Kamu kan bukannya baru sekali ini tugas kantor ke luar negeri, masa masih khawatir aja ke Ibu."
Rigel terdiam. Sedari dulu ia tak pernah tak merasa berat hati jika harus meninggalkan ibunya sendirian. Sejak kondisi ginjal ibunya divonis dokter mengalami penurunan fungsi akibat terlalu lelah bekerja di waktu muda, ia menjadi lebih protektif kepada ibunya.
"Ibu jangan capek-capek kalau aku tinggal. Di rumah Tante aja dulu, nanti aku jemput kalau aku sudah sampai Indonesia lagi. Tapi kalau bisa, berhenti aja jadi sukarelawan di panti sosialnya Tante. Bukannya ngelarang Ibu punya kegiatan, soalnya Ibu suka nggak inget istirahat kalau sudah sibuk."
Ibu hanya tertawa mendengar Rigel menceramahinya. "Sejak kapan anak Ibu jadi cerewet gini? Kamu kalau bawel nanti nggak ada cewek yang mau, loh."
"Nggak masalah. Aku mau sama Ibu aja."
"Jangan ngomong gitu!" Ibu menepuk bahu Rigel cukup keras. "Cukup Ibu saja yang merasakan kesulitan di hidup ini, kamu jangan. Temukan perempuan yang baik, lalu hidup bahagia sana!"
Rigel meringis mengusap bahunya. "Kalau aku ketemu perempuan baik dan hidup bahagia, lalu siapa yang nemenin Ibu?"
"Ibu nggak akan ada terus untuk kamu, Rigel. Jangan memberatkan dirimu karena Ibu. Kamu juga harus memikirkan kebahagiaanmu sendiri."
"Tapi aku sudah bahagia sama Ibu. Aku nggak perlu kebahagiaan yang lain."
"Sekarang kamu masih bisa ngomong begini, lihat aja nanti kalau kamu sudah ketemu perempuan yang kamu cintai. Jangan-jangan nanti kamu malah jadi pura-pura nggak kenal dengan Ibu?"
"Bu, aku ini Rigel Alterio, anak Ibu, bukan Malin Kundang."
Ibu tertawa. "Bisa aja kamu ngejawabnya. Sudah, terusin beres-beresnya. Tuh, koper Ose sudah rapi di ruang tamu." Ibu beranjak dari duduknya. "Ibu mau nyiapin oleh-oleh buat mamanya Ose. Kamu jangan sampai lupa ngasihin oleh-oleh itu ya, nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch The Devil [COMPLETED]
Romance- Reading List Dangerous Love Bulan April 2022 oleh @WattpadRomanceID Spin off dari CAT FIGHT | dapat dibaca terpisah FOLLOW first because it's free. ❌ YANG PLAGIAT AKAN SAYA PERKARAKAN ❌ RiSean Series - ROMANTIC COMEDY, METROPOP TW // Adult Romanc...