38. Double Point Five Date 1. 1

3K 282 15
                                    

Rigel kembali mengulum senyum. Orang-orang mungkin berpikir Rigel baru saja menerima kabar gembira karena wajahnya hari ini terlihat berkali lipat lebih cerah dari biasanya.

Tapi itu memang benar.

Ibu sudah pulang dari rumah sakit. Sekarang ia dan Ose berangkat ke kantor berdua. Tak ada yang dapat membuat harinya indah selain ia bisa kembali menatap wanita di sebelahnya yang terus saja sibuk berceloteh sepanjang jalan.

Rigel baru menyadari betapa ia sangat merindukan celotehan itu.

"Gue seneng tadi pagi Ibu ngabisin sarapannya. Ibu sekarang makannya mulai banyak. Wajahnya juga udah kelihatan seger. Bulan depan, ajak gue ya, kalau lo mau nganter Ibu cuci darah. Gue juga pingin ikut nemenin Ibu." Ose kembali bicara. Mereka kini sudah memasuki gedung Buwana Tower yang seperti biasa, penuh dengan lalu lalang karyawan.

Rigel mengangguk.

"Kak Jena dan Kak Leon tiap hari ngirimin makanan waktu gue jaga Ibu di rumah sakit. Tolong bilangan makasih ya, kalau nanti lo ketemu mereka."

Mereka berdua memasuki lift bersama.

Rigel mengangguk lagi, sambil menarik tangan Ose sedikit agar lebih mendekat ke arahnya.

"Beruntung banget lo punya mereka berdua."

"Iya."

"Jangan suruh orang-orang berharga di hidup lo pergi lagi. Nanti kalau mereka beneran pergi, lo yang nyesel. Ngerti, Gel?"

"Ngerti."

"Good boy."

Rigel menelan ludah saat menyadari jari-jari Ose sedang menyelip di antara sela-sela jarinya.

Dan ketika tangan mereka saling menggenggam, Rigel dan Ose sama-sama diam, hanya menikmati kehangatan yang kini sedang menyebar ke dada masing-masing.

"Gue keluar dulu kalau gitu," bisik Ose akhirnya. Wanita itu melepaskan genggamannya sebelum kemudian melangkah keluar karena lift sudah terbuka di lantai tempat kantornya berada.

Lalu Rigel kembali tersenyum.

Senyuman itu tetap bertahan di wajahnya ketika ia sudah keluar dari lift dan berjalan menuju meja Jena. Sahabatnya itu tampaknya tak menyadari kehadirannya karena sedang memberikan konsentrasi penuh pada layar ponselnya.

"Jen."

Karena panggilannya, Jena mendongak lalu ikut tersenyum. "Cerah banget muka lo. Seneng lo ya, karena Ibu udah pulang?"

Rigel mengangguk dengan senyum yang masih terkembang. "Gue mau bilang terima kasih karena lo udah sering jenguk Ibu."

"Nggak perlu. Ibu udah gue anggap kayak Ibu gue sendiri."

"Ada ucapan terima kasih juga dari Ose buat kiriman makanannya."

"Ose juga udah gue anggap kayak adik gue sendiri, kok."

Hati Rigel tersentuh. Ia tahu betul kalau Jena tak pernah perhitungan untuk urusan menolong orang lain. Tapi kini rasa sayang pada sahabatnya itu jadi berkali-kali lipat lebih banyak dari sebelumnya.

"Makasih sekali lagi, Jen. Sorry kalau gue sering ngerepotin lo dan Leon."

"It's okay. Kayak ke siapa aja."

"Lo mau minta imbalan apa dari gue?"

"Ngomong apa sih lo", tiba-tiba Jena terdiam, "tapi karena lo nawarin imbalan, jadi gimana kalau kita main bareng? Udah lama juga kita nggak pergi bareng. Nanti malam yuk, pulang kantor. Sekalian ngenalin Ose ke Jinan, deh."

Catch The Devil [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang